"Hwaaaaaaah." ucapku sambil merenggangkan tubuhku. "hemh, tidur yang nyenyak sekali." gumamku. Mataku tertuju pada jam dinding kamar, pukul 13.30 wib. "Ya ampun, ya ampun, ya ampun, ini sudah siang." ucapku sambil memegangi kepalaku dan berlari ke kamar mandi.
Siap dengan pakaian dan merasa sudah rapi, aku segera keluar dari kamarku. Perutku benar-benar terasa kosong, aku lapar ya Tuhan, lapar bangeeeet.
Aku keluar dari kamarku sambil sedikit berteriak memanggil Ayah dan ibu ku, tapi tidak ada jawaban dari keduanya. "Pada kemana ya Ayah dan Ibu?" ujarku sambil terus berjalan ke arah kamar Ayah dan Ibu.
"Ayaaaah, ibuuuu. " teriakku lebih kencang sekali lagi.
"Iya Non ...." jawab si mbok dari arah dapur sambil berjalan mendekati aku. "Maaf Non, si mbok lagi beres-beres jadi nggak dengar si Non nya manggil, maklum ya non si mbok sudah tua." ujarnya sambil tersenyum.
"Yeeee, mbok ngomong apa sih? Biar sudah tua tapi mbok itu masih sangat kuat dan cantik. "
"Suuuuuuuut .... " sahut si mbok sambil memegang bibir dengan jari telunjuknya. "Jangan ngomong seperti itu Non ...! "
"Kenapa mbok? Tapi itukan memang benar. " ucapku dengan nada yang lebih kuat.
"Sudah, sudah Non. Ayo silahkan duduk, si mbok siapkan makanannya ya. " ucapku sambil menarik kursi kemudian berjalan menuju dapur.
Si mbok menata semua makanan di atas meja makan. "Sudah semua ini Non ayo dimakan! Tadi pagi si mbok sudah bangunkan Non Sarah tapi Non nya ngak bangun. Kelihatannya si non tidur pulaaaaaas sekali, jadinya mbok nggak tega membangunkan Non Sarah. "
"Ha ha ha ha, iya mbok." ucapku sambil menyenangkan nasi ke dalam piring.
"Oh iya mbok, Ayah dan Ibu kemana ya? Kok aku tidak melihat mereka berdua?"
"Iya non, tadi pagi-pagi sekali tuan dan nyonya meninggalkan rumah. Tapi si Mbok nggak tau tuh kemana, ngak berani nanya non, biasanya sih tuan selalu bilang kalau mau kemana gitu tapi tadi pagi enggak Non. "
"Hemmh gitu ya, mbok gimana kalau si mbok temani aku makan?" ajakku tapi si mbok tampak ragu.
"Tapi Non ...."
"Mbok, jujur ... sebenarnya aku merasa kesepian disini, selama ini si mbok juga nggak banyak ngobrol denganku. "
"Maaf ya Non, si mbok banyak pekerjaan bukannya nggak mau ngobrol-ngobrol sama Non Sarah, bukan." ujar si Mbok menjelaskan padaku dengan lembut.
"Iya mbok, aku ngerti kok. Tapi kali ini si mbok maukan makan di sini menemani aku?" kataku dengan wajah memelas.
"Ya sudah Non, si mbok temani. Tapi habis ini si mbok langsung menyelesaikan tugas yang lain ya Non." ucapnya memberi pengertian padaku.
"Ok mbok .... " sahut ku sambil makan dengan semangat.
Pukul 15.00 wib, aku bosan dengan acara televisi. Aku merasa sendirian dan kesepian, aku tidak mengenal siapapun di sekitar rumahku.
Aku memandang ke luar dari dalam rumahku, melihat cuaca cukup bersahabat membuat aku memutuskan untuk bermain di halaman rumah.
Akupun memilih ayunan besi untuk tempatku bersantai, di atas ayunan yang hanya muat satu orang saja aku merasa nyaman sekali. aku menggerakkan ayunannya perlahan, dan angin yang sejuk membuatku merasa nyaman sekali. Aku benar-benar menikmatinya.
Terkadang, datang angin yang cukup kencang sehingga mengacaukan rambutku yang terurai, kemudian beberapa kali angin segar yang cukup tenang menghampiri wajahku dan membuat aku tersenyum.
Angin yang kuat datang lagi dan membuat rambutku benar-benar kacau. Aku menundukkan kepala dan segera mengikatnya. Pada saat aku merasa sudah rapi, aku langsung menengadahkan kepalaku.
Pada saat aku menengadahkan kepalaku, tiba-tiba aku melihat lima orang anak kecil tengah bermain di hadapanku. Mataku segera mencari sosok yang mungkin aku kenal, "itu Dia ...." gumamku.
Aku melihat Tania dan adiknya sedang berlari kesana kemari sambil tertawa. "Ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha." tawa mereka saling bersambut.
Terkadang anak kecil lainnya ikut berlari mengejar Tania. "Apa itu?" sambil melihat ke arah Tania. Ternyata mereka sedang memperebutkan boneka itu hingga terjatuh dan berguling-guling di rerumputan, akupun ikut tertawa melihat mereka.
Suasana ini, seperti benar-benar pernah terjadi padaku tapi kapan? Dimana? Akukan cuma sendirian, tidak memiliki saudara, "Hemmmmh .... " keluhku.
Sambil memperhatikan mereka semua bermain, aku menyandarkan kepalaku pada tali bagian kiri ayunan tempat aku duduk. Angin ringan terus menghampiri ku, aku merasa mulai mengantuk.
Sesekali mataku terpejam, namun kakiku terus mengayun-ayun kecil ayunannya, aku suka sekali dengan pemandangan ini. Banyak canda dan tawanya, ucapku di dalam hati sembari memejamkan kedua mataku.
Tidak seberapa lama, tiba-tiba ayunan yang tadinya bergerak lambat berubah, ayunannya bergerak semakin cepat, bahkan sangat cepat hingga membuat aku takut dan merasa pusing.
Ayunannya benar-benar bergerak sangat cepat seperti ada yang mendorongnya dengan kuat. Aku melayang sangat tinggi sehingga aku tidak dapat melihat ke arah belakangku. Aku tidak tau siapa yang mendorong ayunannya? Aku hanya berusaha memegang kedua tali ayunan tersebut dengan kuat.
Angin sepoi-sepoi yang aku rasakan tadi berubah menjadi keras dan kasar hingga menerbangkan debu dan pasir serta mengangkat sampah dari dedaunan tua yang layu. Selain itu, aku juga tidak lagi dapat melihat Tania dan anak-anak lainnya lagi.
Aku berusaha menghentikan gerakan ayunanku tapi aku tidak bisa. Semua ini membuatku takut dan panik. "Aaaakk... aaakk ... aaakk ... aaaakkk ...." Aku berteriak sekeras kerasnya.
"Non, Noooon, Nonnnn, non Sarah." panggil si Mbok sambil menggoyang-goyangkan tubuhku dan aku bisa merasakannya diantara suara riuh angin yang kuat.
"Mbok, mboooooook ...." sahutku tersadar sambil menangis dan memeluk si mbok dengan erat.
"Iya noooon, ini si mbok." katanya sambil membalas pelukanku. "Ayo kita masuk ke dalam rumah Non!" ujar si mbok sambil memegang dan memapahku berjalan ke kamarku.
"Non Sarah ngapain di sana? Sudah lama halaman itu tidak digunakan, tidak ada anak-anak yang bermain di sana non."
"Tapi mbok, tadi di sana banyak anak-anak bermain kejar-kejaran, aku melihatnya sendiri dengan mata kepalaku mbok." sahutku berbicara dengan yakin.
"Ya ampun Non ... mungkin non salah lihat. " tegas si mbok.
Kami sampai di kamar dan si mbok pun membaringkanku di ranjang. "Non, jangan lagi bermain sendirian. Lain kali kalau non Sarah kesepian, datang saja ke si mbok ya non, kita ngobrol bareng. "
"Iya mbok. " jawabku lirih. Aku memperhatikan mata si mbok yang selalu mengarah kepadaku. Si mbok terlihat bersedih melihat keadaanku seperti ini.
Aku membalik badan dan mengambil boneka milik Tania. "Non, itu ... boleh mbok lihat?" Lalu aku memberikan boneka Tania kepada si mbok.
"Ini mbok. "
Si mbok memegang dan memperhatikan boneka tersebut dengan seksama. Tiba-tiba aku melihat air mata si Mbok turun tidak terbendung. Si mbok menangis sambil memeluk bonekanya dan berkata, "Non Tania, non Tania .... "
Aku sangat jelas mendengarkan ucapan si mbok lalu aku mendekatinya. "Mbook, ada apa mbok? Apa mbok mengenal Tania? Siapa Tania mbok? Dimana Tania sekarang?" pertanyaanku tidak putus-putus namun si mbok terus menangis tanpa menjawab satupun pertanyaan dariku.
"Non, dari mana Non Sarah mendapatkan boneka ini?" bertanya dengan raut wajah serius.
"Aku tidak tau mbok. Boneka ini ada di sini, di sudut kamarku. Boneka ini ada sejak pertama kali aku ke rumah ini." kataku menjelaskannya kepada si mbok.
Si mbok tampak bingung dengan perkataan ku. "Sudah lama mbok mencari boneka ini, tapi mbok tidak pernah menemukannya. "
"Apa mbok selalu membersikan kamar ini?" tanyaku semakin penasaran.
"Iya ... tentu saja Non. Tapi mbok tidak pernah menemukannya. Ini boneka kesayang Non Tania. Setau si mbok, kemana saja dia pergi boneka ini selalu iya bawa."
"Jadi mbok mengenal Tania?" Lalu si mbok mengangguk-anggukkan kepalanya dengan pasti.
"Boneka ini sempat robek Non Sarah, dan si mboklah yang menjahitnya." Aku langsung mengingat kejadian saat boneka itu robek dan Tania dipukul hingga babak belur.
"Pagi itu, Non Tania datang kepada si mbok. Wajahnya seperti menahan sakit, mbok perhatikan tangan dan kakinya banyak lebam. Si mbok tanya ini kenapa Non? Tapi Non Tania bilang, "Tania jatuh mbok, tolong jahitkan ini ya mbokkk! Sambil menyerahkan boneka ini kepada si mbok. Si mbok pun segera menjahit boneka ini."
"Lalu dimana Tania sekarang mbok? " ucapku penasaran dan si mbok kembali menangis terguguh-guguh.
"Non .... "
Belum selesai si Mbok menjawab pertanyaanku, aku terus mengajukan pertanyaan berikutnya karena aku sangat ingin tau.
"Apa Non Sarah tidak tau?" ucap si mbok berbalik tanya padaku.
"Sarah .... " Terdengar suara Ayah dari luar kamarku dan si mbok langsung menyembunyikan boneka serta menghapus air matanya.
"Saraaaaah .... "
"Iya yah, Ayah sudah pulang? " Ayah sudah berdiri di depan pintu kamar ku.
"Sudah Sarah .... " ujar Ayah menjawab pertanyaan dariku dengan tatapannya yang dingin.
"Sejak kapan Ayah berdiri di depan pintu kamarku? Kenapa tidak langsung masuk saja?" tanyaku sekedar ingin tau apakah ayah menguping pembicaraan ku dan si mbok.
"Ayah baru saja pulang dan langsung ke kamarmu, Ayah ingin melihat keadaanmu karena tadi pagi saat Ayah dan Ibu pergi kamu belum bangun nak. " jelas Ayah.
"Ooh begitu ya yah, aku sudah makan dan dari tadi ditemani si mbok yah. Kami banyak mengobrol sejak tadi, untung di rumah ada si mbok jadi aku nggak kesepian yah."
"Iya, kalau begitu Ayah ke kamar dulu ya nak."
Ayah membalik badan dan, "Mbok .... kemari!" ujar Ayah sambil memanggil si mbok.
"Iya Tuan .... " sahut si mbok meninggalkan kamarku dan berjalan di belakang Ayah.
Si mbok dan Ayah meninggalkan kamarku, tapi aku menaruh curiga dan membuntuti mereka berdua.
Aku mendengar Ayah berkata, "Jangan mengatakan hal-hal yang tidak-tidak ya mbok. Mbok tau sendiri kan ...." Tapi Ayah tidak melanjutkan perkataannya.
"Baik Tuan, si mbok mengerti." sahut si mbok dengan langkah lemah si mbok pun kembali ke dapur. Aku sangat merasa aneh dengan perkataan ayah dan aku harus bertanya secara langsung kepada Ayah.
Ayah sudah masuk ke dalam kamarnya terlebih dahulu. Tanpa ayah sadari, aku sudah mengikuti langkah Ayah.
Pack pack pack pack ....
Seperti suara tamparan yang kuat. Aku mendengar suara Ibu menangis, ada apa pikirku? Aku juga mendengar Ayah membentak Ibu dengan keras.
Baru kali ini aku mendengar ayah terlihat sangat marah. Aku mengintip dari ujung pintu kamar yang sedikit renggang dan terbuka.
Tampaknya Ayah lupa menutup pintu kamarnya dengan rapat.
"Hah, apa?" ucapku dengan suara yang sangat pelan, aku seakan tidak percaya dengan yang aku lihat.
Bersambung...
Apa yang sebenarnya terjadi?...
Jangan lewatkan episode selanjutnya ya teman-teman.
Jangan lupa terus ikuti episode selanjutnya ya teman-teman. Tinggalkan komentar, klik like dan favorit untuk mendapatkan notifikasi selanjutnya.
Plus beri aku dukungan dengan menekan tombol vote pada halaman terdepan. Vote dari teman-teman pembaca semuanya adalah semangat tersendiri bagi saya penulis. Makasih 😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 233 Episodes
Comments
pioo
pack😭
2024-07-17
0
Helni mutiara
keren tor..👍👍👍
2021-01-19
0
Raafi dahlia
penasaran ama alur nya...
2020-09-13
2