Cahaya ...
Itu yang aku lihat, jendela kamarku bercahaya. "Siiiiith, kepalaku, sakittttt, tanganku, kakiku, tubuhku, semua terasa begitu sakit. Tulang-tulang ku pun rasanya patah dan remuk. " ucapku setengah berbisik dan mengeluh. Aku berusaha untuk duduk dan menarik nafas panjang berkali-kali demi menyegarkan tubuhku kembali.
"Ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha."
Dari dalam kamar, aku mendengar suara tawa yang seru di luar sana.
Aku berusaha berdiri dan keluar dari kamar, ingin melihat apa yang sedang terjadi di luar di sana. Saat aku melihat ke ruang TV, aku sangat terkejut karena mendapati pemandangan yang baru pertama kali aku lihat.
"Itu seperti Ayah, ibu, dan kedua anak itu, bukan, lalu siapa? Aku berusaha melihatnya dengan lebih jelas. Rasanya tidak percaya, "Iya, itu mereka .... " ujarku dengan suara perlahan.
Langkah ku semakin panjang dan dekat dengan mereka, satu, dua, tiga, di dalam hati aku menghitung langkahku yang semakin cepat dan semakin dekat.
Aku sudah sangat dekat dengan mereka semua, tapi ada seseorang yang memegang pundak ku. Dengan sigap aku menolehkan wajahku ke belakang. " Ayah ...." ucapku dan ternyata tangan ayah.
"Sarah, apa yang kamu lakukan di sini? Dan mengapa kamu terlihat sangat pucat?" tanya Ayah saat melihatku sambil mengkerutkan dahinya.
Aku menunjuk ke arah ruang TV agar Ayah bisa melihat apa yang aku lihat. "I-itu yah ...." ucapku dengan suara yang terbata-bata sambil menatap mata Ayah.
"Apa nak? " ucap Ayah dan aku melihat ekspresi wajah Ayah yang tampak kebingungan, kemudian aku langsung membalik badanku. Tapi saat aku membalik badanku, semua yang tadi aku lihat, menghilang. Tidak ada apa-apa disitu, tidak ada siapa-siapa.
"Yaaaah, tadi disana aku melihat beberapa orang seperti Ayah, Ibu dan dua orang anak perempuan." Ayah kembali memperhatikan arah jari telunjuk ku.
"Dimana sarah? " tanya ayah sekali lagi dengan heran sambil menegangkan keningnya.
"Sarah, Ayah tidak mengerti maksudmu nak. " ujar Ayah sambil memandang wajahku dengan tajam. "Apa yang terjadi dengan keningmu ini nak?" ucapnya sambil memegang bekas luka di dahiku.
Aku tidak dapat menjelaskan tentang apa yang terjadi padaku semalam, aku juga tidak yakin Ayah akan percaya dengan semua ceritaku, makanya aku memutuskan untuk tidak menjawab pertanyaan Ayah dan mengalihkan pertanyaannya.
"Ayah, kapan ayah pulang?" Ayah menarik tanganku menuju kursi yang ada di ruang TV.
"Ayah pulang tadi pagi sekitar pukul 08.00 wib"." sahut Ayah.
"Rina, Rinaaaaa tolong ambilkan kotak P3K! Lihat anakmu ini, apa yang kamu lakukan semalam sampai tidak memperhatikan Dia?" ujar ayah dan berbicara dengan nada yang agak keras kepada Ibu.
Ibu berjalan dengan cepat menuju ke arahku dan Ayah. " Ada apa sih yah?" sahut Ibu dengan nada yang lembut.
"Lihat Sarah ...! " Ayah sambil menunjukan luka di keningku kepada Ibu dan ibu tampak terkejut.
"Sayang ... kamu kenapa nak? Sini Ibu bersihkan dan tutup lukamu!"
Tangan Ibu bergerak cepat membersihkan lukaku sambil mengomel tentang sikap ku tadi malam. "Semalam kamu kemana? Katanya mau tidur bersama Ibu?
Tapi Ibu malah ditinggal sendiri."
Aku ingin menjawab pertanyaan Ibu tapi aku ragu. " Heeeh, sudah siap. Sekarang rapikan dirimu ya sayang, dan mandi yang bersih ok. " ucap Ibu sambil tersenyum ke padaku.
"Iya. Bu, terimakasih ...."
"Sarah, jika ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu, kamu bisa cerita kepada Ayah ....!" ucap Ayah sambil memegang kepala ku.
"iya yah ...." sahutku lalu aku menundukkan kepala dan pergi ke kamar untuk membersihkan diri.
"Yah, semalam itu listrik padam di rumah ini. Kemudian sarah bilang, kalau Dia ingin tidur bersama Ibu. Tapi baru sekitar satu jam bersama Ibu, Sarah terbangun dan meninggalkan kamar kita." ucap Ibu dan aku mendengarkan percakapan antara Ayah dan ibu.
"Begitu." sahut Ayah.
"Ibu pikir mungkin Dia kurang nyaman, jadi dia ingin tidur di kamarnya, dan mungkin pada saat Sarah kembali ke kamarnya, Sarah terjatuh atau menabrak tembok hingga dahinya terluka." ucap ibu menjelaskan kepada Ayah tentang hal yang mungkin saja terjadi.
Pukul 12.30 wib terdengar suara ketukan dari pintu kamarku. "Sarah, apa Ayah boleh masuk nak?"
"Silahkan yah .... " Aku sudah membersihkan diri dan merebahkan diriku diranjang.
"Kamu ngak apa-apa nak? Tanya Ayah sambil memegang dahiku yang terluka, kemudian Ibu juga datang ke kamarku. " Ini ibu bawakan makan siangnya, ayo dimakan dan dihabiskan Sarah. "
Aku mulai makan dengan pelan, sambil mengunyah makananku, aku mengatakan pada Ayah dan Ibu tentang keinginanku.
"Ayah, ibu, maukah menemaniku tidur siang ini? Aku sangat ingin, maksudku, aku sangat ingin Ayah dan Ibu bersama ku. " ucapku sambil menunduk.
"Ha ha ha ha ha ha , anak gadis kembali balita. " ucap Ayah sambil tertawa terbahak-bahak.
Kemudian Ibu mencelah perkataan Ayah, "Baiklah Sarah Ayah dan Ibu akan menemanimu tapi habiskan dulu makanan mu!"
"Iya Bu .... " jawabku dengan penuh semangat.
Selesai makan, aku duduk sambil bertanya kepada Ayah tentang fakultas apa yang sebaiknya aku ambil saat kuliah nanti? Dan Ayah menjawabnya dengan beberapa pertimbangan.
"Ayah aku mulai merasa ngantuk sekali, aku tidur ya yah, bu." ucapku sambil memejamkan mata.
*****
Eeeemhhh segar sekali, dimana Ayah dan Ibu? Tanyaku di dalam hati. Aku melihat ke arah jam dinding kamarku, ya ampun, ya ampun, ya ampuuuun, ternyata ini sudah pukul 19.00 wib.
Aku segera mencuci wajahku dan keluar dari kamar. "Bagaimana tidurmu nak?" ucap Ayah menyapaku sambil menahan tawanya, aku tau Ayah masih mengejekku dan dengan muka masam aku mengabaikan Ayah tanpa menjawab perkataannya.
"Ibuuuu .... " kataku dengan perasaan malu aku datang kepada Ibu dan memeluknya dari samping.
"Bagaimana tidurmu nak?" tanya ibu.
Dengan senang hati aku menjawab pertanyaan ibu. "Pulas sekali Bu, bahkan rasanya tenagaku penuh dan mataku ringaaan sekali. "
Ayah datang mendekati aku dan Ibu, tampaknya Ayah masih ingin meledek ku "Wah wah wah... anak manja sudah bangun?" ujarnya sambil memegang kepalaku.
"Sudah, sudah yaaah." ucap ibu. Ayo kita makan malam dulu! Ayahmu dan Ibu blm makan apapun. Kami menunggu kamu bangun Sarah. " ucap Ibu dan itu membuat aku terharu, bahagia, itulah perasaanku saat ini.
Aku segera mengucapkan rasa terimakasih ku kepada ayah dan ibu, " Ayah... Ibu... Terimakasih." kataku sambil menunduk.
Aku, Ayah, dan Ibu menikmati makan malam kami bersama-sama dalam canda tawa yang harmonis dan terasa hangat. Ini adalah keluargaku yang sebenarnya. Itu ayah dan Ibuku, ucapku di dalam hati sambil menatap keduanya.
Selesai makan bersama, ayah memanggilku. "Sarah, ayo kemari, kita nonton bareng sambil bercerita Teka teki lucu. " ucap ayah tanpa meledek ku lagi.
Aku dan Ibu datang ke dekat Ayah dan kami pun memulai teka teki lucu, tapi menurut ku itu sama sekali tidak lucu, malah terkesan aneh. Ha ha ha ha ha, tapi kami tetap menikmatinya.
Tidak terasa, hari sudah pukul 22.30 wib. "Waktunya tidur, ayo jangan bergadang jika tidak penting!" ucap Ayah sambil melihat ke arahku dan kearah Ibu.
"Ayahmu benar nak ." ucap Ibu menguatkan perkataan ayah. Akupun menuruti perkataan keduanya.
"Baiklah Ayah, Ibu, aku ke kamar duluan ya. " kataku sambil tersenyum. Aku kembali ke kamarku dengan ceria. Tidak ada beban ataupun ketakutan lagi di dalam hatiku.
Aku merebahkan tubuh di atas ranjang di kamarku. Rasanya aku belum mengantuk, sudah larut dan aku tak lagi mendengar suara TV ataupun suara Ayah dan Ibu.
Aku melihat jam dinding dan waktu menunjukkan pukul 00.00 wib. "Sarah ... Sarah. "
"Suara itu, siapa?" Aku memandangi seluruh ruangan kamarku.
"Saraaaaahhh .... "
Suara itu begitu lembut dan tipis seakan dekat sekali dengan telingaku, seperti seseorang yang sedang berbisik kepadaku, aku mulai gelisah.
Aku membalikkan badanku, mencoba menutup mataku. "Saraaaaah..." Dia terus menerus memanggil nama ku.
Gelisah, aku membolak balikkan tubuhku ke kiri dan ke kanan sambil menutup kedua mataku, namun sulit. Perasaanku semakin tidak karuan, tiba-tiba aku merasakan angin dingin dibelakang pundak ku.
Aku membuka mataku sambil menghadap ke tembok. Seakan tampak samar-samar, aku bisa melihatnya. Gadis itu duduk di belakang ku sambil terus menatap dingin ke arahku.
Penasaran, aku segera duduk dan membalik tubuhku dengan cepat. dengan nafas yang mulai tidak beraturan aku melihat ke belakang tapi, "Tidak, tidak ada ...." ucapku. Mungkin tadi aku hanya salah lihat, gumamku.
Aku merebahkan tubuhku kembali, mencoba untuk lebih rileks tapi tubuh ku terasa kaku, seakan ada yang menahanku. Tangan dan kaki bahkan mulutku tidak bisa aku gerakkan.
Apa yang terjadi padaku? Ucapku di dalam hati, mengapa hanya bola mataku yang dapat aku gerakkan? Dari sudut mata kananku, aku melihat gadis itu berbaring di sampingku dengan pandangan lurus ke atas.
Keringat dingin mulai membasahi keningku. "Kenapa?" Itu yang aku ucapkan di dalam hatiku. Dengan sekuat tenaga aku menolehkan kepalaku untuk memastikan kebenaran penglihatanku.
Tapi lagi-lagi ... tidak ... dia tidak ada. Aku menangis menahan rasa takutku. Aku menolehkan lagi kepalaku dengan pandangan lurus ke atas dan melihat langit-langit kamarku.
"Aaakkk ... aaakkk ... aaaakkk .... "
Dia ada di atas sana, di langit-langit kamarku, sambil menatap tajam ke arahku. Dengan sigap aku segera bangun dan berlari menjauhi ranjang ku, lalu seketika Dia jatuh di atas ranjangku.
Aku berlari keluar dari kamarku dengan cepat. Merasa lelaaaah, aku menyandarkan tubuhku di tembok luar persis di depan ruang TV.
"Hah hah hah hah hah hah hah hah hah hah hah hah hah hah. " Rasanya nafasku tidak lancar, dadaku mulai sesak dan sakit.
Sreeeeeak
Pintu ruang kerja ayah tiba-tiba terbuka dengan sendirinya. Saat ini aku berpikir mungkin Ayah berada di sana, di ruang kerjanya. Aku berlari ke ruangan itu dengan cepat.
Aku membuka lebar pintunya dan masuk sambil memanggil-manggil Ayahku. "Ayah, Ayah, Ayah, Ayah." Tapi tidak ada siapa-siapa. Aku masuk ke dalam ruangan kemudian duduk di kursi kerja Ayah dalam kebingungan dan ketakutan.
Sembari duduk, aku berusaha menarik nafasku dalam-dalam sambil menghembuskannya perlahan. Aku berusaha menenangkan diriku.
Sekitar 5 menit berlalu dalam ketenangan, tiba-tiba terdengar suara seperti kaca yang retak atau pecah.
Cetak ....
Aku menoleh ke sumber suara, sudut meja kerja Ayah. Disana aku melihat lukisan keluarga kecil yang bergaya sederhana.
Aku terus memandanginya seakan-akan aku mengenal wajah-wajah mereka. Aku menyentuh lukisan itu dengan lembut, kenapa lukisan ini retak? Tanyaku di dalam hati.
Mataku selalu tertuju pada gadis cilik bergaun putih di dalam foto itu. Aku sangat fokus, berusaha untuk mengenalinya.
Kemudian, "Aaaah .... " ucapku kaget sambil mengerutkan dahiku. Aku melihat setetes darah muncul dari dalam lukisan tersebut.
Aneh, tapi aku terus memperhatikan darah dan lukisan. Lama kelamaan darah yang semula ada di dalam foto tersebut mulai keluar dari lengan, kaki, perut, dan kepala gadis bergaun putih.
Reflek, tanpa sadar aku melemparkan lukisan tersebut hingga jatuh ke lantai kemudian aku berdiri dan bergerak mundur. "Ya Tuhaaaan ...." ucapku ketakutan. Kenapa begitu banyak darah yang keluar dari lukisan itu dan seolah mengejarku? Tanyaku di dalam hati.
Aku terus bergerak mundur hingga langkah kakiku melemah. Aku berusaha keluar dari ruangan itu sambil menangis. "Ya Tuhaaan ...." ucapku sambil menangis, tidaaakk pintunya terkunci.
Darah semakin banyak keluar dari lukisan itu, darah itu terus mengalir di lantai hingga hampir menyentuh kakiku. Aku semakin ketakutan, aku tidak tau harus berbuat apa?
Aku tidak bisa keluar dari sini, tubuhku lunglai, aku terduduk di samping pintu sambil berteriak dan menangis. "Tolooong, tolooong, siapa pun, tolong akuuu...!" ucapku sambil berteriak sekencang-kencangnya.
Seakan duniaku suram, penglihatanku mulai memudar. Tidak, aku tidak boleh pingsan di sini, aku juga tidak boleh mati dengan cara seperti ini, aku terus berbicara di dalam hati sambil memompa semangatku agar tetap dalam kondisi sadarkan diri.
Sarah, saraaah, kamu kuat. Ayolah Sarah, jangan menyerah! Tetaplah membuka matamu dan melihat dengan keberanian, ayolah Sarah! ucapku di dalam hati sambil meneteskan air mata.
"Sarah ... Sarah ... Sarah ... Sarah .... " Dari luar ruang kerja terdengar suara ayah memanggil-manggil namaku, dan aku yakin sekali kalau itu adalah suara ayahku.
"Ayah, tolooong, Ayah, tolong aku yaaaah ...!" ucapku sambil memukul-mukul pintu yang terkunci tersebut.
Ayah cukup lama membuka pintu dan akhirnya darah itu sampai menyentuh kakiku. Rasanya darah itu menggenangi kedua kaki ku hingga merubah warna kaki ku menjadi merah menyala.
Saat hal itu terjadi, aku seperti melihat bayangan gadis kecil di dalam lukisan itu tergeletak berlumuran darah di lantai. Matanya yang polos melihat ke arahku seolah ingin mengatakan sesuatu "......... "
Brack braaack braaaak
Ayah berhasil masuk ke ruang kerjanya dan ayah sangat terkejut melihatku yang sudah tergeletak lemah di lantai dengan mata yang melihat ke atas.
Melihat keadaan seperti itu, dengan cepat ayah menggendongku keluar dari ruangan tersebut dan membawaku ke kamarku.
Ayah meletakkan aku di atas ranjang. "Sarah, sarah, sadar nak, sadar!" Sambil mengguncang- guncangan tubuhku dan memberikan minyak hangat di hidung, leher, tangan dan kakiku.
"Saraaaaah, kamu kenapa nak? Kenapa tubuhmu dingin sekali?" tanya Ayah dan aku ingin menjawab pertanyaan Ayah tapi mulutku masih terkunci.
Ayah terus menguruskan dengan sigap. Ayah menggosok-gosok kedua tangannya pada tangan kananku, kemudian Ayah mengulang melakukannya kembali pada tangan kiriku.
Aku hanya bisa memanggil-manggil Ayah di dalam hatiku sambil meneteskan air mata untuk menghilangkan rasa ketakutanku yang luar biasa besar.
Bersambung...
Jangan lupa terus ikuti episode selanjutnya ya teman-teman. Tinggalkan komentar, klik like dan favorit untuk mendapatkan notifikasi selanjutnya.
Plus beri aku dukungan dengan menekan tombol vote pada halaman terdepan. Vote dari teman-teman pembaca semuanya adalah semangat tersendiri bagi saya sebagai penulis. Makasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 233 Episodes
Comments
Pena Hitam
ngeri tor, seru nih ky filem2 critanya bneran horor 😱
2024-04-02
0
Ade Hendaya
lanjut
2022-02-12
2
🔻⭐™❌-hugo bless⭐🔹
ceritannya penuh teka teki....
trus ber ulang2.
2021-04-27
0