Bab 16

Mitha sekali-sekali masih memikirkan tentang Tama dan seorang perempuan yang diakui sebagai temannya, meski banyak kejanggalan menurut Mitha yang kadang tidak masuk akal.

Selama ia mengenal Tama, sama sekali ia tak pernah melihat Tama seakrab itu dan sampai berduaan dengan seorang teman perempuan, kalau mungkin dengan klien itu masih hal yang wajar dan memang pekerjaannya.

Namun, hal itu cukup lain dan membuat dirinya merasa tidak nyaman. Meskipun setelah itu hubungan mereka tetap seperti biasa, tidak ada yang berbeda sama sekali, tetapi ia khawatir dan merasa merasa cemas.

Jika memang Tama selingkuh, kenapa saat hubungan mereka beranjak ke tempat yang serius, saat Tama hendaklah menikahinya. Kenapa tidak awal-awal saja? Atau mungkin Tama mulai merasa bosan sebab sudah dua tahunan mereka bersama tetapi dirinya tak memberi banyak respon jika ditanya soal pernikahan.

Kadang Mitha merasa ada kesalahan di sana, tetapi mau bagaimana lagi, ia tak bisa menghindari semua itu. Keadaan sang mama juga yang membuatnya tak banyak bisa melakukan apapun.

Apalagi selama ini ia tak jujur dengan dirinya, ia mengulur waktu sampai selama ini dan sang mama sudah cukup parah, walaupun kata dokter keadaan mamanya jauh lebih baik.

Mitha ingat saat dirinya menemani sang mama kontrol tempo hari, ia sempat berbicara empat mata dengan sang dokter yang membahas keadaan mamanya.

Sang dokter mengatakan bahwa mungkin saat ini jika ia jujur itu akan menambah masalah dan beban pikiran bagi mamanya, maka solusi atu-satunya adalah menunggu sampai kondisi Mamanya benar-benar pulih.

Sang dokter juga mengatakan pada Mitha bahwa Ia memang terlalu lama mengulur waktu yang tidak seharusnya, padahal untuk memberitahu segalanya pada sang Mama itu bukanlah hal yang salah.

Sebab itulah kita merasa bahwa semua hal yang terjadi dalam hidupnya itu ia sendiri yang mencari masalahnya bukan keluar dari konflik tetapi ia membawa semua orang masuk ke dalam konflik itu.

Mita sadar bahwa dari apa yang telah ia lakukan ia mengorbankan kekasih dan juga mamanya.

"Kenapa melamun?" tanya Windy membuyarkan lamunan Mitha.

"Menurutmu wajar gak sih kalau cowok yang sudah punya pacar jalan sama cewek lain?" tanya balik Mitha pada Windy.

"Siapa? Tama?" Mitha mengangguk dengan pertanyaan Windy. "Ada apa sama dia? Bukannya kalian baik-baik aja aku lihat, hubungan kalian juga baik-baik saja, kan?"

"Iya, memang hubungan kami gak ada masalah apapun, hanya saja pas aku menemnin Mama kontrol tempo hari, aku lihat dia di rumah sakit sama cewek, yang aku gak tau cewek itu siapa," kata Mitha menceritakan apa yang ia lihat hari itu.

"Kliennya mungkin, atau mereka lagi bahas sesuatu tentang peminjaman dana untuk rumah sakit itu," ujar Windy berusaha membuat Mitha berpikir positif.

"Enggak, Win. Tama bilang cewek itu temannya, bukan kliennya. Kalau kliennya aku pasti ngertiin, kalau ini kan temannya, teman mana coba, aku aja gak kenal."

Mita kembali memikirkan hal itu tentang apa yang terjadi pada Tama dan seorang perempuan yang diakui sebagai temannya. Terlihat aneh memang, tetapi ia tak mungkin menanyakan lebih pada Tama.

"Aku cemburu, Win," sambung Mitha kemudian. "Aku merasa khawatir dan cemas kalau Tama selingkuh."

"Memang setelah kejadian itu, apa sikap Tama berubah? Misal dia tambah menghujanimu dengan perasaan cinta?"

"Kenapa dengan hal itu?"

"Menurut yang aku tau, biasanya laki-laki yang mulai selingkuh, awalnya dia akan bersikap baik banget sama pacarnya untuk menutupi perselingkuhannya, nanti kalau udah merasa dia aman, pasti perasaan itu hilang begitu saja dan sikapnya berbalik seolah menyerang kita," jawab Windy atas pertanyaan Mitha itu.

"Kalau aku pikir-pikir enggak ada masalah apapun sih, Tama tetap seperti biasa, tidak ada yang berubah, sikapnya ya Tama yang aku kenal," kata Mitha.

"Berarti gak ada masalah, mungkin benar apa yang dia katakan, kalau itu cuma teman. Jangan sampai rasa cemburu kita membuat yang sudah kita bangun sejak awal hancur begitu saja," ujar Windy.

Mitha memikirkan apa yang dikatakan Windy. Mungkin ada benarnya, Mitha terlalu cemburu dan curiga dengan Tama, atau mungkin juga karena selama ini ia merasa bahwa hubungan mereka baik-baik saja, maka ketika ada celah untuk curiga Mitha melakukannya.

"Okelah, mungkin aku aja yang curigaan." Begitu kata Mitha untuk menenangkan dirinya sendiri. "Ngomong-ngomong tumben banget cara bicaramu kayak ada yang beda, apa yang terjadi?"

Mendengar pertanyaan Mitha, Windy hanya tersenyum malu-malu. Apalagi pertanyaan itu mengingatkannya pada dokter Doni.

"Kemarin aku sama dokter Doni ketemuan lagi dan hubungan udah makin dekat, dan juga ngajak aku nikah," ujar Windy dengan terus menyungging senyum.

"Terus?" tanya Mitha penasaran dengan kelanjutan ceritanya.

"Terus aku tolak. Maksudnya bukan aku gak mau nerima dia, tapi aku mau kami sama-sama mikir, soalnya kan kami baru kenal," kata Windy.

"Tapi katamu dia orangnya baik dan tipe kamu banget, kan gak ada masalah meskipun kalian baru kenal. Kalau menurutmu cocok, kenapa nggak, dari pada nanti dia nikah sama perempuan lain."

"Jangan gitu dong ngomongnya Mita aku itu pengen kita sama-sama mikir dulu gimana baiknya ke depan, soal nikah aku mah setuju aja besok juga aku mau, kan aku murah kalau sama dokter Doni. Kamu sama Tama aja harus mikir dulu meskipun udah hubungan begitu lama."

"Tapi kalau itu beda kasusnya sama aku, Windy."

"Sama. Apa bedanya? Kamu nggak bisa nikah untuk sekarang sama Tama, karena tante Melda yang masih sakit, sementara aku mikir sejuta kali untuk menikah dan memiliki pasangan karena aku punya trauma kalau aku salah pilih pasangan kayak Mamaku gimana, aku emang nggak mau gitu tapi rasanya khawatir itu pasti ada kan," papar Windy lagi.

Mitha hanya mengangguk mendengar apa yang dikatakan Windy itu, memang benar bahwa selama ini ia juga mengatakan bahwa ia akan berpikir ribuan kali untuk menikah. Apalagi menjalin hubungan dengan seorang laki-laki, jika salah akibatnya akan fatal seperti apa yang terjadi dengan mamanya dulu akibat pernikahannya dengan sang papa.

Mereka pun berbicara tuh sama lain cukup lama hingga akhirnya jam istirahat pun selesai dan mereka pun kembali ke tempat mereka bekerja, meskipun mereka tak langsung mengerjakan pekerjaan mereka, karena keduanya Masih sempat mengobrol satu sama lain.

Mengingat pembicaraan tadi dengan Windy, Mitha saat ini berusaha membuang pikiran dan curiganya jauh-jauh pada Tama karena ia tak ingin rasa curiganya itu menghancurkan segalanya, ia ingin hubungannya baik-baik saja tanpa sebuah rasa cemburu berlebih, ia kenal Tama dan seharusnya dia juga mengenal sifatnya. Sifat yang tidak berubah dari Tama sejak mereka awal kenal sampai saat ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!