Tama salah mencari salah dengan seorang perempuan, bisa-bisanya ia sampai masuk dalam masalah sesulit ini. Padahal ia pikir itu hanya kesalahan satu malam saja.
Andai waktu bisa diulang, mungkin Tama tak akan pernah mau pergi mabuk bersama dengan Bayu, karena semua masalah itu timbul dari sana.
Namun, sesulit apapun, ia tak akan bisa merubah itu semua, ia tetap dalam posisi yang sulit.
Menerima Debi dan menikahinya hanyalah menjadikan dirinya dijauhi Mitha, dan paling parahnya hubungan mereka pasti akan renggang nantinya.
Membayangkan saja membuat Tama tak mampu, ia tak ingin pisah dengan perempuan yang selama dua tahun ini bersamanya, perempuan yang sudah begitu baik dan peduli padanya, yang mau menerima kurang dan lebihnya dirinya.
Maka bagi Tama tak masalah sebenarnya jika mereka melangsungkan pernikahan dalam waktu yang selama, tetapi ia tetap bersama dengan Mitha.
Namun, kini ia berada di tempat yang tak menguntungkan baginya. Jujur pada Mitha juga bukan pilihan yang baik untuk dirinya sendiri ataupun Mitha.
Meskipun begitu, entah mengapa Tama masih tak yakin bahwa anak yang dikandung Debi itu anaknya, sebab ia sendiri tak yakin bahwa ia melakukan hubungan terlarang malam itu.
Setelah bangun, ia pun tak merasakan apapun, tak ada nyeri dibagian bawah, hanya kepalanya saja yang berat dan sakit.
Seorang lelaki pasti paham dengan hal itu, makanya ia tak yakin dengan apa yang terjadi pada malam itu.
Namun, di sisi lain tes kehamilan mengatakan bahwa Debi positif hamil. Jika menunggu waktu untuk tes DNA, maka harus melahirkan dulu Debi, sekitar sembilan bulan lagi.
Dalam kurun waktu selama itu, pasti Debi sudah menginginkan secepat mungkin Tama menikahinya, karena tak mungkin Debi hamil tanpa seorang suami.
"Gila lama-lama aku sama semua masalah ini!" teriak Tama. Suaranya menggema di seluruh kamar. Untung saja saat itu ia di rumah seorang diri dan tak akan ada orang yang akan marah dengan apa yang ia lakukan.
Orang tuanya sudah tak kembali sejak pertengkaran mereka tempo hari, dan sepertinya mereka hendak bercerai. Tama tak akan peduli dengan itu. Cerai atau tidak, tak masalah baginya.
Saat Tama melakukan hal itu pintu kamarnya diketuk dari luar. Tama terksiap, sepertinya ada seseorang di luar sana.
Ia pun bangkit dari duduknya dan turun dari tempat tidur kemudian berjalan menuju pintu, lalu membukanya.
Ternyata ada Luna di sana.
"Dek, ngapain kamu di sini?" Begitu tanya Tama, karena bingung melihat Luna yang tiba-tiba saja ada di rumah itu.
"Aku mau ngantar makanan buat Kakak, tadi nenek yang nyuruh katanya dari kemarin kakak nggak ada bales pesan Nenek, telepon juga nggak ada bahkan beberapa hari juga nggak datang karena khawatir pengen nyuruh aku datang ke sini aku suka makanan."
"Oalah gitu ya. Nggak ada masalah apa-apa kok, kakak akhir-akhir ini sibuk jadi nggak sempet datang, juga jarang buka HP, tapi kebetulan Kakak juga lagi laper kamu udah makan dulu kalau belum Ayah makan pada kakak."
"Kakak bersih-bersih aja dulu kayaknya Kakak belum mandi Aku bawa makanannya ke bawah sekaligus aku siapin."
Tama mengangguk mendengar apa yang dikatakan Luna, Ia pun mengindahkannya dan bergegas membersihkan diri sementara Luna berjalan menjauh dari sana untuk menuju dapur menyiapkan makanan untuk kakaknya itu.
Entah sudah berapa lama Luna tak masuk ke dalam dapur rumahnya sendiri sejak kedua orang tuanya tak akur tetapi yang ia ingat mungkin terakhir kalinya adalah saat dirinya SMP berarti beberapa tahun lalu karena saat ini saja ia sudah kuliah semester enam.
Ia jarang sekali mendengar kabar kedua orang tuanya Bahkan mereka pun sampai tak ingat untuk menjenguk dirinya dan kabar terakhir yang didengar adalah bahwa orang tuanya akan bercerai dalam waktu dekat.
Luna tak masalah dengan itu semua karena memang sejak awal Luna sudah kehilangan sosok mereka bagi Luna orang tuanya adalah kakak dan neneknya.
Tak lama kemudian sama pun berada di dapur dengan pakaian dan keadaan yang lebih bersih dari sebelumnya ia kini duduk di kursi yang ada di meja makan.
"Kamu kok gak mikir kalau kakak di kantor? Kenapa tiba-tiba di sini?" tanya Tama sambil mulai menikmati makanan yang tadi sudah disiapin Luna.
"Aku tadi sempat ngehubungin Mas Bayu nanya keadaan Kakak, tapi katanya Kakak hari ini nggak ada jadwal kerja jadi aku datang ke rumah," jawab Luna.
"Kamu sama nenek Nggak usah begitu khawatirlah sama Kakak, Kakak nggak ada masalah apapun kok kalaupun ada kan selalu Kakak cerita kakak cuma capek aja kok."
" Iya aku ngerti kok cuma ya namanya khawatir Itu kan hal yang wajar ... Oh iya katanya Mereka jadi cerai ya? Kapan?"
Tambahnya mengangkat kedua bahunya sebagai tanda tidak tahu dan tidak peduli dengan hal itu.
"Kakak nggak peduli mereka mau cerai ataupun enggak. Tapi kalau cerai bisa membuat mereka lebih tenang, Kakak lebih senang itu kamu juga gitu, kan?"
Luna mengangguk dengan hal itu. Kemudian mereka pun menikmati makanan itu bersama-sama, hingga membuat Tama terbesit ingin cerita pada Luna dengan apa yang terjadi.
" Dek, Kakak mau cerita," ucap Tama kemudian.
"Soal apa, Kak?"
"Tapi kamu janji jangan bilang Nenek atau Kak Mitha ya?" Luna mangangguk.
Kemudian Tama pun menceritakan semua yang terjadi tentang dirinya dan Debi.
Luna tak percaya dengan apa yang diceritakan Tama itu.
"Kok bisa sih, Kak? Jadi perempuan itu beneran hamil dan minta Kakak nikahin dia?" tanya Luna memastikan cerita Tama tadi.
"Kakak gak bisa nolak paksaan itu, soalnya Debi bilang bakalan bongkar ini semua ke Mitha, juga bakalan ngerusak kerjaan Kakak. Kakak bingung harus gimana, Dek."
"Jujur aku juga nggak tahu harus gimana, aku nggak pernah ada posisi itu. Tapi kenapa gak coba digugurin aja biar kedua belah pihak gak ada yang merasa bingung."
"Perempuan itu nggak mau gugurin kandungannya, dia lebih milih untuk menjaga dan nikah sama kakak."
Luna tahu posisi kakaknya saat ini dalam keadaan yang sulit tetapi ia tak banyak bisa membantu sebab Ia tak tahu apa yang harus dia lakukan. Luna juga tahu bahwa tak mungkin kakaknya menikah dengan perempuan itu, sedangkan kakaknya memiliki kekasih yang sangat dicintainya.
Kemudian selebihnya Luna hanya bisa menenangkan kakaknya itu agar tetap bersabar jika pun menikah dengan perempuan itu pilihan yang tepat supaya masalah tidak semakin besar maka harus dilakukan.
Meskipun sebenarnya bukan itu yang ingin Tama dengar, tetapi jika pun bertanya dengan orang lain jawabannya pasti juga sama seperti itu, karena tak ada pilihan lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments