Bab 07

Saat ini Pram tengah memanggil Mitha untuk masuk ke ruangannya, ada hal penting yang mereka bicarakan.

"Siska tidak bisa ikut saya ke luar kota karena masih cuti, jadi saya berniat mengajak kamu. Bagaimana?"

Bagaimana menurut Pram itu bukan sebuah pertanyaan, tetapi lebih tepatnya meminta Mitha untuk menyetujui hal itu.

Tak ada pilihan lain, jika Pram sudah memilihnya, karena ia tak akan ada alasan untuk menolak ataupun mengatakan bahwa ia tak bisa ikut.

Akhirnya dengan anggukan kepala, Mitha pun berucap, "bisa, Pak. Saya usahakan bisa."

"Oke, kalau gitu nanti saya kirim list apa saja yang harus dilakukan dan beberapa hal yang diperlukan."

Setelah Pram mengatakan hal itu, ia pun mempersilakan Mitha untuk keluar dari ruangannya.

Mitha mengindahkan dan berlalu pergi dari sana secepat mungkin. Jika terlalu lama di dalam sana ia bisa mabuk pengharum ruangan beraroma jeruk.

"Siska cuti ngapain sih, kok aku jadi yang diajak Pak Pram buat keluar kota."Mitha menggerutu begitu ia sampai di meja kerjanya.

"Gosipnya sih dia nikah gitu,"ujar Windy menanggapi gerutuan Mitha.

"Nikah? Kok kita gak diundang? Teman-teman sekantor juga gak ada yang datang,"kata Mitha sedikit penasaran.

Teman mereka yang bernama Siska itu adalah sekretaris dari Pram, yang biasanya membantu mengurus banyak hal tentang Pram, termasuk pergi ke luar kota.

Biasanya Siska juga aktif selama di jam kantor, terlihat mondar-mandir setiap saat.

"Kan udah aku bilang, ini gosipnya dia nikah karena tekdung duluan sama pacarnya. Terus dia nikah diam-diam di luar kota, rumah Mamanya gitu."

"Pacar yang mana? Kayaknya pacar dia gak cuma satu, soalnya sering gonta-ganti pas jemput dia kalau pulang kerja."

Windy mengangkat kedua pundaknya sebagai jawaban tidak tahu.

"Udahlah hentikan gosip ini, mending kamu bekerja dengan terburu-buru biar besok bisa menemani Pak Pram ke luar kota,"kata Windy lagi.

Mitha mengerutkan keningnya sambil menyipitkan mata atas apa yang dikatakan Windy tadi, padahal awal mula gosip itu berasal dari Windy, tetapi mengapa saat ini dirinya yang meminta Mitha menghentikan gosip itu.

Seolah Mitha merasa bersalah telah menggosipkan orang lain.

Namun, Mitha tak peduli tentang hal itu, ia lebih memilih mengurus pekerjaannya dan menyelesaikannya secepatnya mungkin, supaya ia tak lembur malam ini.

Pukul lima sore setelah Pram pulang lebih dulu, Mitha pu melakukan hal yang sama bersamaan dengan Windy.

"Aku mau mampir dong ke rumahmu, sekalian ikut makan malam ya, kangen masakan Tante Melda."Begitu ucap Windy ketika ia dan Mitha sudah berada di mobil.

"Kebetulan, Mamaku akhir-akhir ini sering coba resep baru, katanya sih nonton dari youtube gitu,"kata Mitha.

"Bagus dong, jadi Tante Melda ada kegiatan, kan? Mungkin itu juga terapi yang baik untuknya."

"Aku juga berharapnya sih gitu."

Setelah itu, mobil milik Windy yang ia sendiri kendarai melaju dengan kecepatan sedang menuju rumah milik Mitha.

Ketika mendekati rumah, Windy sempat bertanya apa ia perlu berganti pakaian, Mitha menjawab bahwa hal itu tidak perlu sebab ia sudah beralasan tadi sebelum pulang ke rumah.

Hingga tak lama kemudian mereka pun sampai dan disambut hangat dari Melda.

***

"Gimana masakan, Tante? Enak?"tanya Melda pada Windy. Pertanyaan yang aneh, mengingat Windy begitu lahap menikmati makanan itu.

"Enak banget Tante, masakan Tante selalu enak, makanya Windy kangen ke sini,"jawab Windy sambil terus menyuapkan makanan ke mulutnya.

"Windy sudah lama gak main ke sini, jadi kangen masakan Tante, kan?"

"Windy sibuk pacaran, Mah, sekarang. Makanya dia gak ada waktu ke sini selepas pulang sekolah."Mitha ikut berucap.

Melda hanya mengulas senyum mendengar ucapan Mitha itu, kemudian mereka pun menikmati makan malam bersama itu dengan penuh kehangatan.

Setelah makan malam itu selesai Mitha dan Windy pun masuk ke dalam kamar milik Mitha, karena Windy mengatakan bahwa ia ingin menginap malam ini di sana.

"Jadi Pak Pram nyuruh kamu ngapain?"tanya Windy kemudian.

"Ngapain, apa maksudnya?"Mitha balik bertanya karena tak paham.

"Kan kamu diajak keluar kota, pastinya ada barang atau berkas yang perlu kamu bawa, kan?"Windy memperjalas pertanyaannya.

"Oh itu, katanya tadi siang Pak Pram nanti ngasih tau, tapi sampai pulang kantor gak ada ngomong apa-apa, chat juga gak ada sih."

"Syukur deh, soalnya biasanya aku lihat kalau Pak Pram keluar kota sama Siska pasti banyak barang diperlu dibawa. Mungkin juga itu karena Pak Pram tahu kalau yang dibawa itu kamu."

"Mungkin, aku juga gak ngerti sih. Lagian Pak Pram juga aneh menurutku, dari sekian banyak pegawai perempuan di kantor kenapa harus aku yang dibawa, kenapa gak kamu atau yang lainnya."

Mengingat hal itu membuat Mitha bingung, sebab banyak pekerjaan di kantor sering sekali Pram limpahkan padanya seolah di kantor itu hanya dirinya saja pegawai yang ada.

Padahal ia bekerja di bagian audit, tetapi urusan lain pun kadang ia juga yang melakukannya, meskipun kadang Pram melakukan itu tak cuma-cuma.

"Pak Pram juga punya alasan kenapa sampai kamu yang disuruh, mungkin karena kamu orangnya gak bisa menolak, jadi lebih mudah diaturnya."Begitu kata Mitha.

Apa yang dikatakan Windy ada benarnya, Mitha merasa bahwa ia tak banyak memiliki alasan untuk menolak Pram, sebab dia adalah bosnya, jika menolak maka kemungkinan besar pekerjaannya yang menjadi ancaman.

Lagi pula selama ini Mitha bekerja baik-baik saja, meskipun Pram kadang membuat Mitha jengkel. Namun, loyalitas dan keloyalan Pram tak perlu ditanyakan lagi.

"Eh ngomong-ngoming, gimana pertemuanmu sama dokter ganteng? Ada kemajuan apa?"Mitha mengalihkan pembicaraan supaya tidak terus menerus membahas tentang Pram.

"Ah iya aku lupa cerita. Kemajuannya besar dan cerah, secerah masa depanku bersama Mas dokter,"jawab Windy dengan mengulas senyum timpang pada bibirnya yang manis.

Kemudian Windy pun menceritakan pertemuan pertamanya dengan laki-laki yang ia panggil Mas dokter.

"Intinya dia itu, ganteng, putih-bersih, tinggi, badannya seksi, wangi, kalau ngobrol nyambung, meski beberapa bagian ia mencoba mencocokkan pembicaraan denganku,"kata Windy mengakhiri ceritanya.

"Jadi dia idamanmu banget dong?" tanya Mitha.

"Bukan lagi, kalau diajak nikah besok aku juga mau. Atau kita nikah bareng aja gimana? Aku sama Mas dokter, kamu sama Tama."

"Kayaknya kalau itu kamu duluan aja deh, aku sama Tama nyusul belakang."

"Kenapa sih, Mit? Kamu sama Tama kan udah lama pacaran, Tante Melda juga tahu hubungan kalian, tinggal bilang aja pasti Tante Melda setuju. Kasihan lho sama Tama kalau terus nunggu terlalu lama,"ujar Windy. Mengingat apa yang selama ini terjadi pada hubungan Mitha dan Tama.

Sebagai seorang teman, bukan maksudnya menasehati, tetapi hanya memberitahu, mungkin itu yang akan dilakukan Windy jika ada di posisi yang sama dengan Mitha.

"Rumit kalau dijelaskan sekarang, Win. Aku juga udah ngasih tau alasannya sama Tama, aku tau dia pasti capek nungguin, tapi mau gimana lagi. Kondisi Mamaku belum stabil, mungkin nunggu aku bikin drama lulus sekolah dulu,"papar Mitha.

Satu-satunya alasan sejak awal memang ada pada sang mama, jika mungkin keadaan Mamanya tak seperti itu mungkin sejak lama Mitha dan Tama sudah menikah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!