Bab 12

Mitha pun memutuskan untuk kembali ke rumah, dia tak ingin berlama-lama di dalam kediaman temannya itu, karena merasa khawatir juga dengan kondisi dari ibunya sendiri.

Setelah dia berada di dalam perjalanan yang memakan beberapa menit untuk dapat tiba di rumahnya, akhirnya Mitha sudah kembali. Dia memasuki rumah yang cukup besar dan terlihat tapi tersebut, dia nampak kelelahan mungkin karena terlalu sibuk untuk bekerja. Mitha pun memutuskan masuk ke dalam kamarnya sendiri.

Langkah kaki gadis itu perlahan begitu pasti, terdengar suara wedges yang menapaki lantai. Gadis itu menghentikan jalan dan segera mengulurkan tangan kanannya untuk bisa membuka pintu kamarnya yang tertutup dengan sangat rapat.

Mitha berhasil masuk ke dalam, dia melepaskan sendal tingginya, untuk membiarkan kakinya bernapas dengan begitu tenang setelah seharian tersiksa dengan benda tinggi tersebut.

Mitha tidak lupa menyalakan lampu untuk membuat ruangan kamarnya terang, hingga dia dapat melihat situasi yang ada di sana. Mitha menghela napasnya cukup dalam, kemudian dia meletakkan tas merahnya di atas meja yang tidak terlalu jauh dari jangkauan gadis itu.

Mitha segera mendekati kasurnya yang empuk dan perlahan membaringkan tubuhnya dengan tenang. Saat Mitha memejamkan sepasang matanya, dia terkejut mendengar suara ponselnya berbunyi. Yang membuat diributin langsung terhenyak. Dia bangkit dan segera mengambil tasnya kembali, melihat dan memeriksa siapa yang datang untuk mencari dirinya. Mitha duduk dengan tenang dan menatap ke arah HP berwana hitam, dia mendapati sebuah pesan singkat dari seseorang yang tidak lain adalah Tuan Pram. "Libur? Terima kasih kepada Tuan Pram, dengan begini aku dapat membawa ibu ke rumah sakit untuk memeriksakan penyakitnya," dalam benak Mitha. Gadis itu merasa bersyukur. Setelah dia membaca semua pesan yang diberikan oleh Tuan Pram kepada dirinya.

"Aku akan memberikan balasan singkat untuk beliau," kata Mitha yang sedang bermonolog.

Keesokan harinya, hari yang begitu terang, suasana di dalam rumah Mitha pun nampak damai. Terlihat saat itu dia yang sudah berdiri dengan tetap di samping seorang wanita menggunakan pakaian tertutup dan sopan. Ya, siapa lagi jika bukan Mamahnya sendiri.

Hari ini Mitha hendak pergi mengantarkan Mamahnya untuk kontrol mingguan, jam yang sudah ditetapkan oleh dokter harus Mitha patuhi.

"Mah, pelan-pelan saja ya jalannya, dan tolong untuk berhati-hati," ucap Mitha yang datang untuk menasehati.

Mendengar apa yang diucapkan oleh putrinya yang cantik membuat sang ibunda tersenyum dengan manis. Mengetahui bagaimana diri Mitha yang sangat memperhatikan dirinya selama ini. "Iya, Nak," balas Ibunda Mitha dengan suara yang lemah lembut.

Mitha membalasnya dengan senyuman, dia pun dan sang ibunda melangkahkan kaki jenjang mereka untuk dapat meninggalkan rumah. Sambil mengendarai sebuah mobil mereka duduk dengan tenang di dalam sana. Tidak memakan banyak waktu yang lama, mereka pun akhirnya tiba di rumah sakit yang biasanya selalu menjadi tempat di mana sang Mamah check up. Mitha begitu pengertian kepada Mamahnya. Dia sangat sabar, beberapa kali melihat wajah Mamahnya yang agak pucat.

Mereka memasuki rumah sakit yang besar, saat itu kondisi di dalam sana sudah ramai seperti biasanya. Mitha yang berjalan dengan perlahan mulai mendekati tempat antrean. "Mamah tunggu di sini dulu ya, Mitha ingin ke administrasi sebentar," kata Mitha. Dia sambil meminta kepada Mamahnya untuk duduk di atas kursi tunggu tepat di samping kanan Mitha.

Mamah Mitha yang mengerti segera dia mengindahkan apa yang diperintahkan oleh Mitha pada saat itu. Mitha pun meninggalkan sang Mamah, hingga beberapa saat kemudian mereka pun dipanggil oleh seorang dokter untuk segera masuk ke dalam.

Setelah berada di dalam ruangan. Terlihat dokter langsung memberikan sambutannya paling ramah kepada mereka berdua, Mamah Mitha diperiksa seperti biasanya.

Mitha duduk di atas kursi, dia langsung berbincang dengan dokter yang sebelumnya telah memeriksa. "Alhamdulillah, Ibu Anda sudah semakin baik saja kondisinya, semua juga begitu stabil," tutur dokter itu. Ungkapan yang mampu menenangkan jiwa seseorang.

Membuat Mitha sendiri pun merasa lega. Dia tersenyum dan melihat ke arah Mamahnya yang juga duduk di samping kirinya.

Meninggalkan Mitha yang sedang asik berbincang di dalam ruangan dengan seorang dokter, di sisi lain memperlihatkan penampakan dari dua orang yang begitu sama-sama memasang raut wajah resah mereka. Ketika memasuki ruangan dokter kandungan.

Tama saat itu beberapa kali melihat ke arah Debi, dia menggunakan pandangan yang tidak senang bercampur khawatir. "Semoga saja Deni tidak hamil, jangan sampai semua rencana yang telah aku buat hancur begitu saja karena masalah ini, jangan! Aku tidak akan membiarkannya, semoga dia tidak hamil," dalam benak Tama. Lelaki itu benar-benar ketakutan. Meski dia mencoba untuk tetap tenang, namun perasaan itu tidak bisa begitu saja dibohongi.

Setelah mereka masuk ke dalam ruangan, tentu sang dokter pun memeriksa. Hingga beberapa saat kemudian, keluar lah Tama dengan raut wajah pucat. Dia terlihat marah dan kesal sendiri, meninggalkan Debi dibelakangnya. "Tama... Tama.. Tama tunggu aku," teriak Debi. Wanita itu mencoba untuk menghentikan Tama dengan suaranya. Dia berusaha untuk mengejar Tama dan meninggalkan ruangan begitu saja.

Tama merasa tidak percaya saat itu, pandangan yang penuh dengan kebingungan. Dia terus berjalan dengan langkah yang besar, berusaha untuk menghindari segalanya yang mengejar.

"Tama!" Debi kembali berteriak sambil mengulurkan tangan kanannya, dia genggam dengan erat pergelangan tangan Tama.

Hal itu langsung membuat Tama terkejut, dia segera memalingkan wajahnya, dan menghempaskan tangan agar tidak terus digenggam. "Ada apa?" kata Tama. Dengan perasaan kesal dalam diri.

Melihat hal itu, tentu saja Debi terkejut, Tama sangat kasar, namun dia harus tetap bicara, "Mengapa kamu malah jadi seperti ini? Inilah kenyataannya sekarang yang terjadi Tama! Kamu harus bertanggungjawab," balas Debi. Wanita itu berkata dengan tegas dihadapan Tama yang kesal.

Tama segera menggelengkan kepala dan mengambil satu langkah mundur ke belakang. "Gila ya kamu! Aku tidak sudi menikah denganmu, Bi!" sahut Tama. Lelaki itu begitu tegas saat memberikan penolakan.

Mendengarnya tentu saja Debi terkejut bukan main, dia membelalakan sepasang matanya dihadapan Tama. "Apa? Kamu yang gila, ini anakmu, kamu tidak boleh lari dari tanggungjawab," tegas Debi. Mata yang membulat tajam dengan keras kepala dia meminta.

"Tidak! Aku hanya akan menikah dengan Mitha, ini hanya sebuah kecelakaan, cinta satu malam yang omong kosong! Jangan membuat semua jadi kacau ya, Bi!" bentak Tama. Dia masih bersikeras dengan keputusannya itu.

"Oh, jadi kamu ingin Aku bertindak yang tidak-tidak ya? Kamu yakin akan siap menanggung konsekuensinya nanti? Sungguh lelaki bejat!" sindir Debi sambil meluncurkan ancaman.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!