“Adrian?? Adrian??” Felicia terus memanggil Adrian. “Jangan diamkan aku begini!! Satu-satunya manusia yang bisa bicara denganku hanya kamu! Kalau kamu mengabaikan aku, buat apa aku menikah denganmu??”
Sejak dari rumah sakit, Adrian terus mendiamkan Felicia karena diam-diam Felicia mencuri ciuman darinya tepat di depan ibunya.
“Ibumu kan nggak bisa lihat kalau aku menciummu! Kenapa kamu marah sihh??” Felicia bertanya lagi.
Huft!!! Adrian mengembuskan napas panjang menahan emosinya. Menurut Adrian akan lebih baik jika Felicia diam hingga Adrian tidur dan melupakan rasa kesalnya ketika bangun di keesokan harinya. Tapi Felicia bukan tipe orang seperti yang Adrian duga, yang mana kalo diabaikan biasanya akan merasa bersalah, Felicia justru terus mengusik Adrian hanya untuk meminta penjelasan. Dasar wanita!! Hanya kalimat itu yang bisa Adrian ucapkan dalam benaknya.
Beberapa pengalaman rekan kerja Adrian dulu juga pernah mengalami hal yang sama: pacar wanitanya yang bersalah dan didiamkan oleh rekan Adrian. Tapi ujung-ujungnya si wanita yang ngambek karena diabaikan dan si pria yang akhirnya meminta maaf. Dan sekarang situasi yang sama terjadi pada Adrian, tapi kali ini … Adrian tidak berniat memiliki akhir yang sama dengan akhir dari rekan kerjanya dulu.
“Adrian!!! Jangan abaikan aku!!”
“Hari ini … kamu menciumku di depan ibuku!! Apa lain kali kamu akan melakukan hal lain yang lebih buruk, huh?? Meski kamu hantu dan hanya aku yang bisa melihatnya, tapi tetap saja tadi itu di depan ibuku, Feli!!!” Adrian yang sejak tadi berusaha untuk diam, akhirnya mengeluarkan unek-uneknya.
“Kamu tadi udah mukul aku. Apa masih belum cukup??” Felicia langsung memasang wajah bersalah mendengar ucapan Adrian. “Kalo kamu masih marah, kamu bisa pukul aku lagi. Tapi … jangan abaikan aku! Jangan diamkan aku!! Sudah sepuluh bulan aku sendirian dan tidak bisa bicara dengan siapapun, hanya kamu yang bisa bicara denganku!! Jadi … kamu boleh marah, boleh mukul aku, tapi jangan diamkan aku ya??”
Adrian duduk di atas ranjangnya sembari menggaruk kepalanya merasa frustasi.
“Adrian??” panggil Felicia yang kini duduk di lantai seolah sedang berlutut dan menatap Adrian dengan tatapan bersalahnya. “Aku minta maaf. Aku nggak bakal ulangi lagi. Soal menciummu, lain kali aku akan minta ijin sama kamu.”
“Gimana caranya aku bisa percaya sama omongan kamu??” tanya Adrian.
“Kalo itu terjadi lagi … kamu bisa abaikan aku.”
Huft!! Adrian menghela napas panjang lagi berusaha menahan dirinya. Dalam benaknya, melihat Felicia dalam posisi itu membuat Adrian merasa sedikit bersalah. Huft!! Adrian menghela napas panjang lagi. “Ini peringatan terakhir untukmu, Feli.”
Felicia mengambil tangan Adrian dan melekatkan tangan Adrian ke wajah Felicia yang dingin.
“Ka-kamu mau apa??” Adrian bingung dengan apa yang dilakukan Felicia sekarang.
“Merasakan hangatnya dirimu. Kamu tahu kan … tubuhku dingin. Jadi ketika merasakan hangatnya tubuhmu, aku merasa seperti masih hidup.” Felicia tersenyum meski dengan sedikit raut sedihnya karena telah membuat Adrian marah besar. “Terima kasih sudah maafin, Adrian.”
Buk, buk!!
“Apa itu??” tanya Felicia. “Siapa yang mengetuk pintu dengan cara seperti itu??”
Adrian menarik tangannya dari genggaman Felicia sembari mengumpat. “Sial!! Dia kembali lagi!!”
“Sapa yang kembali??” Felicia yang penasaran mengikuti Adrian yang memeriksa pintu rumah dan lampu rumahnya. “Jadi … karena orang ini, kamu selalu mematikan lampu saat malam tiba??”
“Adrian!! Adrian!! Ayah tahu kamu di dalam!! Buka pintunya, Adrian!!”
Felicia yang penasaran kemudian mengintip keluar dengan cara menembus dinding rumah Adrian untuk melihat rupa Ayah Adrian yang sempat dikiranya sebagai debt collector yang sedang menagih hutang pada Adrian.
“Adrian!! Buka pintunya!!! Ayah tahu kamu di dalam!!!” Ayah Adrian menendang pintu rumah Adrian lagi dan lagi dengan tendangan yang semakin keras saja. “Apa kamu tega membiarkan ayahmu terlantar dan dikejar-kejar debt collector huh?? Adrian!! Buka pintunya!! Jangan jadi anak durhaka yang mengabaikan orang tuanya!!”
Puas melihat bagaimana rupa Ayah Adrian sekaligus Ayah mertuanya, Felicia masuk ke dalam rumah dan menghampiri Adrian yang sedang membuka makan malamnya yang tadi dibelinya setelah dari rumah sakit-lalapan ayam.
“Ayahmu, apa kamu akan membiarkannya begitu??” tanya Felicia sembari melayang di udara.
Adrian menganggukkan kepalanya. “Ya, biarkan saja. Nanti dia akan pergi sendiri. Maaf membuatmu mendengar keributan ini, Feli.”
“Buat apa kamu minta maaf, Adrian??” Felicia menggaruk kepalanya merasa bingung. “Seperti katamu, aku ini hantu. Teriakan ayahmu sama sekali tidak menggangguku.”
Huft!! Adrian menghela napas panjangnya. Benar!! Mungkin karena kebiasaan, aku sudah biasa meminta maaf kepada tetangga ketika ayahnya datang dan membuat keributan di malam hari. Adrian duduk di lantai dan mulai memakan makan malamnya. “Kamu benar! Aku lupa kalo kamu hantu dan juga aku sudah biasa meminta maaf kepada tetangga setiap kali ayahku membuat keributan seperti ini.”
“Boleh aku tahu ada apa dengan ayahmu??” Felicia bertanya dengan hati-hati kepada Adrian karena takut membuat Adrian marah lagi. “Ka-kalo kamu nggak mau cerita, nggak papa.”
Nyam, nyam! Adrian melahap nasi dengan ayam lalapannya dengan wajah datar. “Ini bukan rahasia lagi. Tapi karena kamu akan terikat denganku untuk waktu yang lama, mungkin aku harus menceritakan hal ini padamu … “
Sembari memakan makan malamnya, Adrian menceritakan ulah ayahnya yang terjadi delapan tahun lalum hingga alasan yang membuatnya mengabaikan ayahnya setelah beberapa tahun berusaha untuk membantu ayahnya.
“Adrian??” Felicia bertanya ketika Adrian selesai bercerita sekaligus selesai makan malam.
“Ehm, kenapa??” Adrian bangkit dari duduknya di lantai, membuang bungkus makan malamnya dan mencuci tangan dan mulutnya yang bau ayam lalapan.
“Maaf, aku akan melakukan ini.” Felicia mengatakan kata maaf sebelum melayang lebih tinggi dari Adrian dan kemudian membelai kepala Adrian seperti yang dilakukannya tadi sore kepada Felicia. “Kamu sudah melakukan yang terbaik, Adrian! Kamu sudah bertahan dengan baik!! Dan kamu sudah tumbuh jadi pria yang baik di tengah maslah keluargamu!! Aku bangga bertemu denganmu dan jadi istrimu!! Kamu hebat, Adrian!!”
Tes, tes. Adrian yang terkejut melihat tindakan Felicia, tanpa sadar meneteskan air matanya.
“Kamu nangis, Adrian?? Apa aku salah lagi??” Felicia panik.
Adrian menggelengkan kepalanya sembari menghapus beberapa tetes air matanya yang terjatuh tanpa disadarinya. “Nggak kok. Makasih. Aku cuma bisa bilang itu.” Adrian menundukkan kepalanya berusaha untuk menyembunyikan wajahnya yang basah oleh air matanya.
“Cup, cup.” Felicia sekali lagi membelai kepala Adrian dengan lembut sembari bicara seolah sedang membujuk anak kecil yang sedang menangis.
Dari semua orang, kenapa justru hantu wanita mesum ini yang memahamiku?? Dari semua orang, kenapa justru dia yang mengatakan itu padaku?? Air mata Adrian bukannya berhenti mengalir tapi semakin deras saja. Adrian yang selama ini merasa hidupnya begitu berat, langsung merasa setengah dari beban hidupnya berkurang hanya karena ucapan Felicia padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments