Arsyila baru sampai di rumah sakit Mitra Sehat. Padahal ia tidak tahu bahwa orang tua Adam ada di rumah sakit mana. Arsyila pergi kesana mengikuti kata hatinya. Sesampainya di rumah sakit ia pun bingung. Ia tak tahu nama orang tua Adam, jadi bagaimana akan bertanya.
"Mengapa aku bodoh sekali sih." Arsyila merutuki dirinya sendiri.
Arsyila memberanikan diri bertanya. Ternyata korban kecelakaan di hari yang sama ada banyak. Arsyila malah semakin pusing sendiri. Sekarang ia bingung harus bagaimana. Tidak mungkin juga ia mengecek setiap ruangan satu persatu.
Arsyila memutuskan pergi ke kantin rumah sakit untuk membeli minuman. Setelah membeli minuman ia hendak pergi. Namun, tak sengaja ia melihat Adam yang baru duduk di salah satu kursi.
'Apakah itu Adam atau orang lain?' batin Arsyila lalu ia mendekati lelaki yang di lihatnya.
"Permisi," ucap Arsyila saat berada di samping lelaki itu.
Adam menoleh dan membulatkan matanya. Bahkan beberapa kali ia mengucek matanya mencoba untuk memastikan apa yang di lihatnya. Ternyata wanita di hadapannya memang Arsyila.
"Kamu kok ada disini?" tanya Adam.
"Iya aku datang untuk menjenguk orang tuamu, tetapi aku tidak tahu ruangannya," jawabnya.
"Terus kamu tahu kalau orang tuaku di rawat disini dari siapa?"
"Feeling hehe ... aku asal datang kesini saja soalnya ini RS terbesar jadi mungkin saja orang tuamu ada disini," ucap Arsyila sambil tersenyum malu-malu.
"Kamu menggemaskan sekali sih jadi pengen cepat di halalin," ucap Adam sambil mencubit pinggang Arsyila dari balik pakaiannya.
"Jangan pegang-pegang ih!" Arsyila bergeser mencoba menghindar.
"Duduk gih temani aku makan," pinta Adam.
Dengan malu-malu Arsyila duduk di hadapan Adam. Namun, ia hanya menunduk saja dan itu membuat Adam semakin gemas.
"Kamu mau pesan makan nggak?" tanya Adam sambil memperhatikan Arsyila.
"Tidak, tadi sudah makan," jawabnya.
Setelah Adam selesai makan, ia mengajak Arsyila ke ruangan Papahnya. Adam mengekor di belakang Adam. Walaupun Adam memintanya berjalan berdampingan, tetapi ia menolaknya.
Sesampainya di ruangan Pak Haris, disana ada nenek Sulia yang sedang menemani Pak Haris mengobrol. Mereka menoleh saat mendengar suara pintu terbuka. Sejenak mereka memperhatikan wanita yang datang bersama Adam.
"Assalamu'alaikum," ucap Arsyila.
"Waalaikum'salam," jawab mereka bersamaan.
"Nek, Pah, kenalkan ini Arsyila calon istri Adam," kata Adam.
Nenek Sulia terlihat antusias setelah tahu jika wanita yang dibawa oleh cucunya adalah calon cucu menantu. "Wah ternyata Adam pintar juga dalam memilih calon. Apalagi kamu bercadar seperti istrinya Ilham."
"Arsyila lebih baik dari wanita siapa pun itu, Nek. Maka dari itu Adam memilihnya sebagai calon istri," ucap Adam.
Pak Haris masih diam, ia bingung harus mengatakan apa kepada Adam. Ibunya sudah merencanakan untuk melamar Ustadzah Hilya atas saran dari Kiyai Irsyad. Namun, Pak Haris tak mungkin memaksa anaknya sedangkan anaknya sudah memiliki calon sendiri.
"Pah, kenapa diam saja? Memangnya Papah tidak mau kenalan sama calon istriku?" tanya Adam.
"Eh iya maaf, Nak. Tadi papah sedang berpikir, ternyata anak nakal papah sudah punya calon istri. Papah kira tidak ada yang mau sama kamu," ucap Pak Haris dengan candaannya.
Mereka semua tertawa mendengar perkataan Pak Haris. Arsyila pun mulai menyapa Pak Haris. Tak lupa ia menawarkan kue yang ia bawa.
Ternyata mereka cepat akrab walaupun sebelumnya belum saling mengenal. Pak Haris pun bertanya siapa orang tua Arsyila dan ternyata ayah Arsyila adalah salah satu rekan bisnisnya. Di tengah-tengah obrolan mereka, Adam mendengar ponselnya berdering. Ternyata yang menghubunginya adalah dokter yang menangani mamahnya.
"Pak, Nek, Cila, aku keluar sebentar ya. Kalian lanjut saja mengobrolnya," ucap Adam sambil beranjak dari duduknya.
"Kamu tenang saja, Nak. Nenek akan menjaga calon istrimu ini, siapa tahu nanti papahmu menggodanya," ucap Nenek Sulia.
"Tidak ada yang boleh gangguin calon istriku termasuk papah." Setelah mengatakan itu Adam bergegas pergi.
"Anak itu sungguh posesif," gumam Haris tetapi masih terdengar oleh yang lain.
"Seperti dirimu saat muda dulu," sahut Nenek Sulia.
Adam sudah berada di depan ruangan Bu Ratih. Ia melihat Dokter yang baru keluar dari ruangan itu.
"Dok, bagaimana keadaan mamah saya?" tanya Adam.
"Alhamdulillah Ibu Ratih baru sadar dari komanya. Bu Ratih sudah bisa di pindahkan ke ruang perawatan, “ucap Dokter.
"Alhamdulillah." Adam bernapas lega. Ia senang mendengar kabar bahagia itu.
Adam meminta dokter untuk memindahkan mamahnya ke ruangan yang sama dengan papahnya. Mungkin saja kondisinya bisa cepat pulih jika berada di ruangan yang sama dengan orang yang dicintainya.
Pak Haris, Nenek Sulia, dan Arsyila terlihat heran melihat beberapa perawat tiba-tiba masuk ke ruangan itu dengan mendorong brankar pasien.
"Ada apa ini? Kenapa ada pasien lain masuk kesini?" tanya Nenek Sulia kepada salah satu perawat.
"Ini mamah, Nek," ucap Adam yang baru muncul dari balik pintu.
"Jadi Ratih sudah sadar dari koma-nya?" Nenek Sulia terlihat bahagia. Namun, perkataannya itu membuat Pak Haris bingung karena ia tidak tahu tentang kondisi istrinya.
"Koma? Apakah benar itu?" Pak Haris bertanya kepada ibunya.
"Upps keceplosan." Nenek Sulia menutup mulutnya dengan satu tangannya.
"Kenapa tidak ada yang memberitahuku?" terlihat raut wajah kekecewaan Pak Haris.
"Maaf, Pah. Adam yang melarang semua orang untuk memberitahukan kondisi mamah yang sebenarnya kepada Papah. Adam takut jika papah drop," ucap Adam menjelaskan.
"Kamu memang anak nakal ya." Pak Haris menarik satu telinga Adam.
"Aduh ampun, Pah." Adam berusaha menghindar, tetapi papahnya sudah terlanjur menarik telinganya.
Arsyila tersenyum di balik cadarnya menyaksikan anak dan ayah itu.
Adam yang sudah menjauh dari papahnya, kini mendekati dokter yang sedang mengecek keadaan mamahnya. "Dok, kapan mamah saya sadar?"
"Nanti juga sadar. Untuk saat ini Ibu Ratih masih dalam pengaruh obat jadi belum sadar. Saya akan terus mengeceknya dalam beberapa waktu ke depan untuk memantau perkembangannya," ucap sang dokter.
"Baik, Dok. Tolong lakukan yang terbaik untuk mamah saya agar bisa seperti sedia kala," ucap Adam penuh harap.
"Itu sudah menjadi kewajiban saya begitu juga dengan dokter lainnya untuk melakukan penanganan yang terbaik." Lalu sang dokter pun berpamitan pergi karena masih harus menangani pasien lain.
Arsyila mendekati Bu Ratih. Ia duduk di kursi kosong yang berada di samping ranjang tempat Bu Ratih berbaring. Adam ikut menemani Arsyila. Bahkan ia mengenalkan Arsyila sebagai calon istrinya kepada Bu Ratih yang masih belum sadarkan diri. Entah Bu Ratih mendengar atau tidak, yang pasti Adam sudah mengenalkannya.
Arsyila menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Ternyata sekarang sudah sore dan ia belum Shalat Ashar. Arsyila memutuskan untuk pulang. Tak lupa ia berpamitan kepada Adam dan keluarganya.
Beberapa menit setelah kepergian Arsyila, Bu Ratih tampak siuman. Adam dan yang lainnya tampak bahagia. Nenek Sulia dan Pak Haris mendekati Bu Ratih. Sedangkan Adam langsung memanggil dokter.
"Alhamdulillah, kamu sadar juga, Nak. Ah sayang sekali baru sadar sekarang harusnya dari tadi loh. Padahal tadi ada calon istrinya Adam," ucap Nenek Sulia.
"Siapa? Apakah Hilya?" tanya Bu Ratih yang tampak antusias.
"Bukan Hilya, tapi namanya Arsyila, “jawab Nenek Sulia.
'Duh harus gimana nih. Ratih sudah mantap ingin melamar Hilya untuk Adam sedangkan Adam sendiri sudah punya calon,' batin Pak Haris.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Miftahul Jannah Maulida
kapan up kak???
2023-11-11
0
Miftahul Jannah Maulida
semoga kali ini jalan restu mu di permudah arsyila
2023-11-08
0