Episode.12

Berita kepulangan Ning Aisyah ke pesantren sudah menyebar ke semua santri. Banyak santri putri memuji perubahan Ning Aisyah yang kini bercadar. Apalagi kepintaran dan keramahannya membuat mereka begitu mengidolakan sosok yang satu ini.

"Sel ... Sel ...." Dinda berlari menghampiri sahabatnya yang sedang asyik bercengkerama dengan santri lain.

"Ada apa sih teriak-teriak?" tanya Dinda.

"Tahu nggak, aku punya berita heboh loh," ucap Sela.

"Sudahlah kita jangan ngegosip dulu, nanti kalau kena hukuman lagi bisa repot," ucap Dinda.

"Kali ini nggak bakal di hukum karena aku dengar sendiri kenyataannya. Jadi, tadi aku dengar Umi Khadijah sedang bicara masalah lamaran Ning Aisyah," tutur Sela.

"Benarkah? Siapa lelakinya?" Kali ini Dinda terlihat antusias. Ia juga penasaran siapa lelaki yang akan melamar Ning Aisyah.

"Untuk itu sih aku nggak tahu." Sela menggaruk tengkuknya dari balik jilbab yang ia pakai.

"Astaga, kebiasaan ya kamu kalau dapat informasi nggak pernah bener." Dinda menepuk keningnya. Merutuki sahabatnya yang terkadang suka ngeselin.

Rupanya ada seseorang yang tak sengaja mendengar pembicaraan mereka. Siapa lagi kalau bukan Arsyila. Kini Arsyila mendadak lesu. Memang benar apa yang ia pikirkan, jika wanita tak baik sepertinya tidak cocok bersanding dengan lelaki Sholeh seperti Gus Ilham.

Arsyila tak lagi melanjutkan langkahnya. Ia berputar arah, memilih pergi ke tempat biasa untuk menenangkan diri. Disana ia mengeluarkan semua kesedihannya. Ia hanya menangis dalam diam karena tak mau jika ada yang mendengarnya.

'Harusnya dari awal aku jangan terlalu berharap. Pasti semuanya tidak akan terlalu menyedihkan seperti ini,' batin Arsyila.

Arsyila menutupi wajah yang tertutup cadar dengan kedua tangannya. Ingin sekali ia menjerit sekeras-kerasnya. Namun, tempatnya tak memungkinkan. Bisa-bisa ia malah kena hukuman.

"Ekhem ...." Terdengar seseorang berdehem dari arah depan Arsyila.

Spontan Arsyila menurunkan tangannya, lalu ia menatap ke depan. Ternyata yang datang adalah Adam. Arsyila tak mengatakan apa pun kepada Adam. Ia sedang malas berdebat dengan lelaki yang satu ini.

"Kenapa menangis? Apa ada yang menyakitimu?" tanya Adam.

"Tidak ada," jawabnya singkat.

"Sepertinya kamu sedang patah hati. Apa tebakanku itu salah?"

"Tidak usah so tahu," ucap Arsyila yang memang tak ingin membahas lebih.

"Tepat, kamu tidak bisa berbohong lagi. Saat ini kamu sedang patah hati. Haha ... apakah lelaki itu adalah Kak Ilham?" Adam menatap Arsyila mencoba membaca raut wajahnya. Namun, Arsyila langsung mengalihkan arah pandangnya.

Adam tersenyum sambil memandang wanita pujaannya itu. "Tidak usah terlalu di pikirkan. Lebih baik kamu move on dari dia dan beralih untuk menerima cintaku."

"Aku tidak mencintaimu," ucap Arsyila.

"Apa karena aku yang slengean dan bukan lelaki pintar agama seperti Kak Ilham? Oke, aku akan berubah menjadi lelaki yang kamu mau. Kita tunggu saat itu tiba, sayang. Aku pamit dulu kebelet." Dengan cepat Adam pergi dari sana. Ia menaiki tembok pembatas seperti biasanya.

Setelah kepergian Adam, kini Arsyila masih termenung. Ia memikirkan hubungan Adam dan Gus Ilham. Sepertinya mereka masih kerabat karena Adam memanggilnya kakak.

"Jika mereka memang saudara, aku tak yakin jika nantinya keluarga Adam juga akan menerimaku. Lebih baik aku jangan terlalu berharap. Aku tak pantas menjadi menantu di keluarga mereka," gumam Arsyila.

Arsyila berusaha untuk move on. Ia akan fokus menuntut ilmu di kampus atau pun di pesantren. Tujuan hidupnya masih panjang. Ia akan menunjukkan kepada ayahnya jika ia bisa sukses tanpa bantuannya.

....

....

Arsyila yang akan pergi ke masjid tampak tergesa-gesa. Ia hampir saja telat karena tadi habis mengerjakan tugas kuliah. Saat hendak memasuki masjid, tak sengaja ia bertabrakan dengan seseorang.

"Maaf, tidak sengaja," ucap Arsyila.

"Tidak apa-apa, saya juga yang kurang hati-hati," ucapnya sambil tersenyum dari balik cadar. Mereka berdua bergegas memasuki masjid. Arsyila bergabung dengan santri putri bagian belakang karena ia datang terlambat. Sedangkan wanita tadi yang tak lain adalah Ning Aisyah maju ke depan bergabung dengan Ustadzah Hilya dan Ustadzah Yasmin.

Kedatangan Ning Aisyah tentu karena akan mengisi tausiah. Semua santri putri tampak diam saat mendengar Ustadzah Hilya sebagai pembawa acara mempersilakan Ning Aisyah untuk membaca ayat suci Al-Qur'an. Seketika nyali Asryila semakin menciut. Ia sungguh tak pantas jika bersaing dengan Ning Aisyah. Sudah tepat sekali jika ia memilih mundur.

Banyak santri putri yang mengagumi sosok Ning Aisyah sebagai panutan. Bahkan mereka sudah tidak sabar di ajar oleh Ning Aisyah. Namun, sekarang belum waktunya karena Ning Aisyah belum lulus kuliah S2 nya.

Tidak ada santi putra di masjid, karena ini khusus pengajian santri putri. Sedangkan santri putra sedang mengaji hafalan bersama Gus Ilham dan Ustadz lainnya di tempat lain.

Setelah pengajian sore selesai, Ustadzah Hilya mengumumkan jika untuk minggu depan yang akan mengisi acara adalah perwakilan dari santri putri. Jadi, Ustadzah Hilya akan menunjuk beberapa orang.

Seketika Arsyila terkejut saat Ustadzah Hilya menyebutkan namanya sebagai salah satu peserta. Ia merasa masih belum pantas di bandingkan dengan santri yang lain. Apalagi ia masih baru dan minim ilmu agama.

"Fa, bagaimana ini? Kenapa namaku di sebut?" Arsyila tampak gusar.

"Tenanglah, kamu bisa meminta Salma untuk mengajarimu. Lebih baik kamu memilih sebagai MC saja yang paling mudah," ujar Fatimah memberikan saran.

"Kalau kamu milih mana? Tadi nama kamu di sebut juga loh."

"Aku ikut grup hadroh saja," ucapnya.

"Wah keren ternyata kamu bisa hadroh, Fa. Kapan-kapan aku ajarin dong!" pinta Arsyila.

"Gampang, nanti kamu tinggal ikut latihan saja."

"Fatimah, Arsyila, kalian jangan mengobrol! Hargai kami yang sedang berbicara," ucap Ustadzah Hilya yang memperhatikan keduanya.

"Maaf, Ustadzah," jawab keduanya.

"Heran deh, kok sepertinya Ustadzah Hilya sinis banget ya sama kita. Terus kita di posisi paling belakang juga masih terlihat jika sedang mengobrol," ucap Fatimah pelan karena tak mau ketahuan lagi.

"Mungkin penglihatannya jeli. Sudahlah, nanti saja kita bahas lagi. Sekarang fokus saja mendengarkan, takut kena marah apalagi hukuman," ujar Arsyila.

Mereka kembali fokus menatap ke depan. Memperhatikan Ustadzah Hilya yang sedang menjelaskan tema pengajian untuk minggu depan. Tentu mereka ingin semuanya berjalan dengan lancar. Jadi, beberapa santri putri yang terpilih diminta untuk belajar mulai dari sekarang.

...

...

Kediaman Abah Ahmad tampak ramai. Beberapa santri putri membantu Umi menyiapkan makanan. Nanti malam akan ada acara lamaran Gus Ilham dan Ning Aisyah. Semua santri putri tentu terkejut dengan lamaran tiba-tiba itu. Apalagi mereka tahu nya jika Gus Ilham dekat dengan Arsyila.

Jika pertunangannya nanti malam, sedangkan pernikahannya akan dilaksanakan empat bulan lagi tepat setelah Ning Aisyah lulus S2. Sengaja Umi Khadijah menginginkan pertunangan terlebih dahulu agar hubungan Ning Aisyah dan Gus Ilham jelas. Apalagi Umi Khadijah tak mau jika Gus Ilham tiba-tiba beban pikiran dengan perjodohannya itu.

''Cil ....'' Terlihat Salma menghampiri Arsyila yang sedang duduk sendirian di belakang asrama putri.

Arsyila menoleh ke sumber suara. ''Ada apa, Sal?'' tanya Arsyila.

''Aku di minta untuk memanggilmu. Kamu bantuin kita di rumah Umi,'' ucap Salma.

''Kan masih banyak santri lain, kenapa harus aku?'' tanya Arsyila.

''Nggak tahu, ini Umi sendiri yang meminta. Mungkin karena kamu pintar dan gesit makannya kamu yang di minta bantuan. Kamu tenang saja, aku juga ikut membantu,'' ucap Salma.

Tanpa pikir panjang Arsyila menerima perintah itu. Ia mengikuti Salma yang sudah melangkah duluan. Entah maksud Umi Khadijah memintanya untuk membantu. Mungkin saja memang sengaja untuk memperlihatkan jika Gus Ilham milik Ning Aisyah. Namun, Arsyila tetap berpikir positif.

'Semoga saja aku kuat menghadapi ini semua,' batin Arsyila.

Sesampainya di rumah Umi, Arsyila dan Salma langsung pergi ke dapur. Salma mengerjakan pekerjaan sebelumnya sedangkan Arsyila menghampiri Umi Khadijah yang tampak sibuk untuk menanyakan pekerjaan yang ia lakukan.

''Umi, jadi saya bantu yang mana?'' tanya Arsyila.

''Kamu bikin agar-agar saja! Itu ada bahan-bahannya,'' ucapnya sambil menunjuk ke arah samping.

''Baik, Umi.'' Arsyila bergegas mengerjakan pekerjaan yang di perintahkan.

Beberapa santri putri yang ikut membantu saling berbisik sambil menatap Arsyila. Mereka kasihan kepada Arsyila yang gagal bersanding dengan Gus Ilham. Arsyila hanya diam tak menanggapi apa yang ia dengar. Ia percaya jika ia sedang di uji kesabarannya. Lagian urusan hati tidak bisa di paksa.

'Aku yakin suatu saat aku juga bahagia. Semua akan indah pada waktunya,' batin Arsyila.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!