Akhirnya Arsyila bisa meraih beasiswa di kampusnya. Tentu saja karena ia memiliki nilai tertinggi di jurusannya. Fatimah begitu bangga dengan sahabatnya itu. Semua nilai ujian tengah semester milik Arsyila mendapatkan nilai sempurna. Sekarang Arsyila di lirik oleh beberapa dosen. Mereka menawarkan Arsyila sebagai asistennya. Namun, Arsyila belum menerima salah satu tawaran pun. Ia hanya ingin fokus belajar saja.
"Cila, selamat ya. Akhirnya kamu mampu membuktikan jika kamu mampu menjadi yang terbaik di kampus kita," ucap Fatimah yang tampak bahagia.
"Makasih, Fa. Berkat kamu yang selalu di sampingku, jadi aku tidak kesusahan mengejar materi yang tertinggal," ucap Arsyila.
"Hm tapi nyatanya nilaiku jauh di bawahmu. Lagian pada dasarnya kamu terlahir pintar," ucap Fatimah.
"Aku masih belum pintar, Fa. Buktinya di pesantren belum bisa ngalahin Salma."
"Nanti juga kamu bisa, Cila. Ingat, calon istri ustad harus belajar lebih giat lagi." Fatimah memberikan semangat.
"Kamu bisa saja." Arsyila tersenyum malu-malu.
Keduanya melanjutkan langkahnya menuju ke pesantren. Namun, sepanjang jalan mereka menjadi pusat perhatian. Apalagi para santriwati yang berpapasan dengan mereka saling berbisik, entah apa yang sedang mereka bisikkan.
"Cila, apa kamu merasakan hal yang sama denganku?" tanya Fatimah kepada sahabatnya.
"Maksudmu tatapan mereka?" Arsyila balik nanya.
"Benar, sepertinya mereka sedang membicarakan kita, entah kita atau dirimu saja. Secara kan kamu itu calon istri Gus Ilham," ujar Fatimah.
"Entahlah, aku tidak peduli. Terserah mereka mau bicara apa," ucap Arsyila cuek.
Langkah mereka terhenti saat Dinda dan Sela menghadang. Keduanya menatap Arsyila dengan tatapan jijik. Seolah Arsyila adalah makhluk yang paling hina.
"Ini dia ja*lang kita baru pulang kuliah," sindir Sela sambil menatap Arsyila.
"Hey jangan sembarangan bicara!" tegas Fatimah tak terima.
"Rupanya sahabatnya yang selalu nempel ini belum tahu kalau ternyata Arsyila hanyalah seorang ja*lang. Btw berapa tarifmu per malam?" tanya Dinda sambil tersenyum mengejek.
"Apa maksudmu?" tanya Arsyila.
Dinda mengambil sesuatu dari saku gamisnya. Ternyata itu ponsel yang diam-diam ia simpan tanpa sepengetahuan pengurus pesantren. Dinda memutar sebuah video yang viral beberapa saat yang lalu. Ia baru tahu video itu dari temannya yang kuliah di Jakarta.
Arsyila membelalakkan kedua matanya. Tubuhnya serasa lemas melihat video miliknya yang sempat membuatnya terpuruk. Serapat-rapatnya ia menyimpan rahasia pada akhirnya terbongkar juga. Entah apa yang akan ia lakukan. Sekarang hanya bisa pasrah jika pada akhirnya ia di keluarkan dari kampus untuk yang kedua kalinya.
Huuuu
Terdengar teriakan para santriwati yang sedang berkumpul di sekitarnya. Mereka mendengar de*sahan yang sangat nyaring dari video yang Dinda putar. Arsyila semakin malu, ia berlari dari sana. Air matanya tak bisa lagi ia bendung. Sungguh malu pada dirinya sendiri.
Fatimah mengejar Arsyila, tetapi ia ketinggalan jejak. Ia tak bisa melihat keberadaan sahabatnya itu. Fatimah semakin khawatir, ia takut terjadi sesuatu kepada sahabatnya.
"Fatimah, apa kamu melihat keberadaan Cila? Tadi Umi sama Abah memanggilnya. Sepertinya mereka ingin membicarakan sesuatu yang penting," ucap Salma kepada Fatimah.
"Cila pergi entah kemana. Tolong bilang sama Abah dan Umi ya, jika saat ini Arsyila sedang menenangkan diri," pinta Fatimah.
"Baik," jawabnya lalu bergegas pergi.
Gosip panas tentang video viral Arsyila sudah menyebar di pesantren. Bahkan para Ustadz dan para santri putra pun mengetahuinya. Siapa lagi pelaku yang menyebarkannya kalau bukan Sela dan Dinda.
Para pengurus pesantren melakukan rapat darurat untuk menyelesaikan masalah yang sedang beredar di area pesantren. Jangan sampai gosip itu sampai menyebar ke luar. Sudah pasti nama pesantren akan ikut tercoreng.
Arsyila duduk sambil menunduk di hadapan semua pengurus pesantren. Gus Ilham pun berada disana. Sejak tadi ia menatap Arsyila dengan kekecewaannya. Jika sejak awal Arsyila jujur mungkin Gus Ilham tidak akan se kecewa ini.
"Arsyila, kami pihak pengurus pesantren sudah mendengar gosip yang tak pantas tentangmu. Apa kamu benar wanita yang ada di video itu?" tanya Abah Ahmad.
Arsyila sungguh malu untuk mengatakannya. Ia merasa jika dirinya adalah wanita paling hina. Lantas, apakah wanita korban pemer*kosaan begitu menjijikkan sehingga di pandang sebelah mata oleh semua orang. Tubuh Arsyila bergetar, ia tak sanggup lagi menghadapi semuanya. Perlahan ia mengangkat kepalanya menatap ke depan.
"Ya, aku adalah wanita yang ada di video itu. Aku adalah korban pemer*kosaan. Lantas, tidak pantaskah diriku yang hina ini ingin berhijrah? Tidak pantaskah aku menutup aurat? Dan tidak pantaskah aku berada di pesantren ini? Jika memang tak pantas maka aku akan pergi dari sini. Aku akan pergi ke tempat dimana keberadaanku di terima oleh sekitar." Arsyila tak bisa lagi membendung air matanya. Cadar yang ia pakai juga basah.
Salah satu Ustadzah disana adalah lulusan psikolog. Ia bisa menyimpulkan jika yang dikatakan oleh Arsyila adalah kebenaran. Apalagi dari tatapan matanya menyiratkan luka yang mendalam. Sepertinya sebelum masuk ke pesantren, Arsyila sudah mendapatkan masalah.
"Maaf jika saya ikut campur. Saya rasa yang di ucapkan oleh Arsyila adalah kebenaran. Saya minta kebaikan hatinya terutama untuk Abah dan Umi untuk mengizinkan Arsyila tetap kuliah dan mesantren disini. Pada dasarnya setiap orang pasti mempunyai kesalahan. Apalagi yang saya lihat Arsyila ini memang mengalami trauma. Mungkin ini adalah ujian berat yang harus ia jalani untuk menaikkan derajatnya. Seharusnya kita memberinya support agar Arsyila bisa kuat menjalani cobaan yang begitu berat," jelas Ustadzah Yasmin.
Para pengurus tampak berdiskusi. Apa yang dikatakan oleh Ustadzah Yasmin ada benarnya juga. Kita sesama manusia tidak boleh saling menghakimi. Apalagi yang bersangkutan juga sudah hijrah.
"Abah mewakili semuanya dengan besar hati memperbolehkan Nak Arsyila untuk tetap menuntut ilmu disini," ucap Abah Ahmad yang memang tadi ikut berdiskusi dengan mereka.
"Abah, tapi bagaimana jika masalah ini sampai terdengar ke telinga wali santri? Umi tidak mau jika pesantren ini di anggap jelek," sahut Umi Khadijah.
"Nanti kita cari akar masalahnya. Pasti ada yang sengaja menyebarkan gosip ini. Kita kasih sanksi tegas untuk orang itu," ucap Abah Ahmad.
"Baiklah terserah Abah saja." Lalu Umi Khadijah bergumam dalam hati. 'Jika tahu Arsyila sudah tidak suci pasti Nak Ilham tak mau lagi dengannya.'
Setelah selesai di putuskan, Arsyila keluar dari sana. Ia akan kembali ke asrama. Sedangkan para Ustadz dan Ustadzah masih disana menikmati hidangan yang sudah Umi Khadijah siapkan.
Saat Arsyila berjalan, banyak sekali santri putra atau pun santri putri yang menatapnya. Mereka memang berkerumun karena ingin melihat Arsyila di sidang. Siapa sangka kejadian ini membuat Arsyila menjadi primadona para santri. Apalagi para santri putra yang sudah melihat wajah Arsyila yang sungguh cantik. Siapa lagi yang menggosipkan semuanya jika bukan Aldo yang merupakan lelaki paling terkenal nakal di pesantren.
"Neng Arsyila, tidak usah risau! Masih ada Mas Aldo nih yang menerima Neng Arsyila apa adanya," ucap Aldo dengan suara keras saat melihat Arsyila lewat.
Huuuu
Terdengar sorakan dari santri lain. Mereka pun sebenarnya kagum dengan Arsyila. Apalagi saat tahu jika dirinya hanya korban. Banyak yang bersimpati dan diam-diam mengaguminya. Berbeda dengan santri putri yang seolah memusuhinya. Hanya orang-orang tertentu yang masih bersikap baik kepada Arsyila.
Di ujung sana ada sosok lelaki yang sedang menatap Arsyila dengan tatapan yang sulit di artikan. Sungguh, ia merasa begitu syok saat tahu jika wanita yang ia nodai malam itu adalah Arsyila. Siapa lagi lelaki itu kalau bukan Adam.
'Jodoh memang nggak kemana. Arsyila, sepertinya aku harus segera melamarmu,' batin Adam sambil tersenyum. Rasa bersalah dalam hatinya pun begitu besar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments