Episode.19

Adam dan Gus Ilham sudah sampai di rumah sakit Mitra Sehat. Mereka bergegas menuju ke ruang UGD, dimana orang tua Adam berada. Sesampainya di depan ruangan, ternyata disana sudah ada kakek dan neneknya yang sedang duduk.

''Nek, Kek, bagaimana keadaan orang tuaku?" tanya Adam.

Nenek Sulia yang akan menjawab tak jadi saat melihat pintu ruang UGD terbuka. Terlihat serang dokter keluar dari sana. Adam mendekati dokter itu lalu bertanya keadaan orang tuanya.

''Dok, bagaimana keadaan orang tua saya?'' tanya Adam.

''Saat ini Pak Haris sudah melalui masa kritisnya dan akan langsung di pindahkan ke ruang perawatan. Sedangkan Bu Ratih, kami sudah memindahkan ke ruang ICU karena kondisinya masih koma,'' jelas dokter.

''Apa? Astaghfirullahaladzim.'' Adam tak bisa lagi menahan tangisnya. Walaupun ia anak bandel dan susah di atur, bukan berarti ia membenci orang tuanya yang suka mengatur. Ia begitu menyayangi mereka.

''Yang sabar, Adam. Sekarang kiat sama-sama berdoa saja agar Paman dan Bibi cepat sembuh dan bisa berkumpul lagi dengan keluarga,'' ucap Gus Ilham sambil mengusap pelan bahu Adam.

''Iya, Ka.'' Adam menganggukkan kepalanya.

Tak lama, pintu ruang UGD semakin dibuka lebar. Beberapa perawat mendorong ranjang tempat Pak Haris berbaring. Adam dan yang lainnya mengikutinya hingga sampai ke salah satu ruangan VVIP. Namun, mereka tak bisa masuk bersamaan. Dokter menyarankan agar bergantian masuk ke ruangan. Adam dan neneknya terlebih dahulu masuk ke ruangan itu untuk melihat kondisi Pak Haris.

"Pah, kenapa papah bisa seperti ini? Papah harus sadar! Biar papah bisa kasih semangat buat mamah. Mamah sedang menunggu papah menjenguknya," ucap Adam yang mencoba berbicara kepada papahnya. Walaupun papahnya masih belum sadar, tetapi ia yakin jika papahnya mendengar perkataannya.

Sudah cukup lama Adam berada di ruangan itu. Namun, belum ada tanda-tanda papahnya akan sadar. Dengan lesu Adam beranjak dari duduknya berniat untuk keluar. Bergantian dengan kakeknya dan Gus Ilham.

"Saya dimana?"

Adam menghentikan langkahnya saat mendengar suara papahnya. Ia menoleh ke belakang melihat papahnya yang sudah sadar. Dengan perasaan bahagia, Adam kembali menghampirinya.

"Alhamdulillah papah sudah siuman. Adam khawatir sekali sama papah."

"Dimana mamahmu, Nak?" tanya Pak Haris dengan suara lemahnya.

"Mamah ada kok, lebih baik papah sehat dulu nanti kita bisa ke ruangan mamah." Adam sengaja menutupi kenyataan yang sebenarnya karena tak ingin Pak Haris kembali drop.

"Kenapa tidak satu ruangan saja sama papah?" Pak Haris kembali bertanya.

"Biar sama-sama nyaman, Pah. Lebih baik papah pikirkan kesembuhan papah dulu, jangan dulu memikirkan mamah," ucap Adam.

"Tapi papah kangen sama mamahmu," ujar Pak Haris.

"Tahan dulu kangennya, Pah. Lagian saat ini papah sedang sakit, masa kayak anak muda saja masih suka kangen-kangenan," ucap Adam.

"Baiklah, tapi mamahmu tidak apa-apa kan?"

"Mamah hanya lecet-lecet saja, Pah," ucapnya berbohong.

Setelah beberapa saat berada disana dan mengobrol dengan papahnya, kini Adam dan neneknya keluar dari ruangan itu. Giliran kakek dan juga Gus Ilham yang masuk. Namun, Adam terlebih dahulu meminta mereka agar tak membahas kondisi Bu Ratih yang masih koma. Adam meminta mereka mengatakan jika Bu Ratih hanya lecet-lecet saja dan butuh istirahat yang cukup.

...

...

Kabar tentang kecelakaan kedua orang tua Adam sudah menyebar di pesantren. Tadi malam Abah Ahmad memimpin doa bersama untuk mendoakan mereka. Arsyila yang baru mendengar kabar itu tentu terkejut. Ia ikut sedih mendengar musibah yang menimpa orang tua Adam.

Fatimah melihat Arsyila yang sejak tadi terlihat resah. Ia yakin jika saat ini Arsyila sedang memikirkan Adam.

"Cil, kamu kenapa?" tanya Fatimah.

"Fa, aku ingin sekali menengok orang tua Adam," ucap Arsyila.

"Mending kamu izin pulang saja sebagai alasan agar kamu boleh pergi. Lagian selama para santri pulang bergilir, hanya kamu yang sama sekali belum pulang," ujar Fatimah memberikan saran.

"Benar juga yang kamu katakan, Fa. Kalau gitu sekarang aku mau izin pulang, siapa tahu langsung diberikan izin," ucap Arsyila penuh semangat.

"Biar aku antar, Cil."

Arsyila dan Fatimah bergegas pergi untuk meminta izin. Arsyila sangat berharap bisa di izinkan pulang. Sungguh, ia belum tenang jika belum melihat keadaan orang tua Adam. Walaupun ia belum kenal mereka, tetapi mengingat kedekatannya dengan Adam membuatnya ingin secepatnya bertemu mereka.

Arsyila merasa senang karena di izinkan pulang. Ia akan pergi hari ini juga. Fatimah membantu Arsyila berkemas.

"Cil, kamu yakin mau pergi? Aku sama siapa dong disini." Fatimah memperlihatkan raut wajah memelasnya.

"Disini masih banyak teman yang lain loh, Fa. Jangan manja gini deh! Aku nggak tega lihatnya," ucap Arsyila.

"Kalau nggak tega jangan pergi dong."

"Nggak bisa seperti itu dong! Aku akan memperjuangkan restu camer eh .... "Arsyila menutup mulutnya karena ia keceplosan.

"Cie cie udah jelas nih, di terima nih jadinya ayang Adam nya," goda Fatimah.

"Kamu bicara apa sih, udah ah aku mau mandi terus siap-siap." Arsyila mencoba menghindar dari Fatimah. Jika sudah sekali menggoda, maka Fatimah akan terus menggodanya.

Setelah selesai bersiap, Arsyila pergi ke depan pesantren diantar oleh Fatimah. Fatimah kembali masuk ke pesantren setelah melihat Arsyila naik ojek.

Arsyila sudah sampai di terminal. Ia menaiki bus menuju ke Jakarta. Arsyila juga berniat pulang ke rumah, itu pun kalau kehadirannya diterima oleh keluarganya. Namun, jika sebaliknya, maka tak ada pilihan lain selain mencari penginapan yang murah.

....

....

Arsyila terbangun dari tidurnya saat bus yang ia naiki berhenti di terminal. Ia bergegas keluar dan tujuannya saat ini yaitu pulang ke rumah terlebih dahulu.

Arsyila sudah sampai di depan rumah orang tuanya. Ia sengaja naik ojek agar tak macet di jalanan. Sesampainya di rumah ia melihat ibu tirinya yang baru saja keluar dari rumah.

"Mamah," panggilnya.

Bu Fitri mengernyitkan kening, menatap wanita bercadar yang berdiri tak jauh darinya. "Siapa kamu?"

"Ini Cila," ucapnya.

Bu Fitri tak bisa lagi menahan tawanya. Ternyata wanita aneh yang ada di hadapannya itu adalah anak tirinya.

"Jadi begini style kamu sekarang? Gimana mau ada yang naksir kalau wajahnya saja di tutupi?"

"Mah, dimana Papah?" Arsyila tak menanggapi ocehan Bu Fitri, tetapi ia malah balik bertanya.

"Papahmu kalau jam segini kerja, memangnya ngapain lagi. Oh iya kenapa kamu bawa tas segala? Kamu mau tinggal disini lagi?"

"Cila hanya pulang sebentar, Mah. Nanti juga pergi lagi," ucap Asryila.

"Syukur deh. Tapi belum tentu ya kamu diterima di rumah ini lagi. Taruh dulu barang bawaanmu di ruang depan. Jangan dulu ke kamar! Takutnya sudah beres-beres eh malah di usir," ucap Bu Fitri lalu melanjutkan langkahnya.

Arsyila mencerna perkataan ibu tirinya. Sepertinya ada benarnya juga. Belum tentu kedatangan Arsyila diterima oleh Pak Wira. Arsyila masuk ke dalam rumah lalu bergegas membersihkan diri. Setelah itu ia pergi keluar mencari makan sekalian pergi ke rumah sakit.

....

Jangan lupa vote nya gaesss😁

Terpopuler

Comments

Xiena Arabella

Xiena Arabella

pengen gue buang ke amazon mak tirinya sih cilla

2023-12-25

0

Ama

Ama

sebenarnya bab ini mau up semalam🤣 tapi ketiduran🤣 kebiasaan klw mw up kadang lupa, kadang ketiduran 🤣🤣🤣

2023-11-06

0

Dek Raraaa

Dek Raraaa

emak tiri mulut cabe . 😝🤣

2023-11-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!