Episode.2

Kedatangan Arsyila di kampus tentu menjadi sorotan semua orang. Pasalnya di kampus itu hanya ada tiga orang yang bercadar, termasuk Arsyila. Namun, yang membuat mereka kagum, Arsyila mempunyai mata indah berwarna biru. Banyak yang bertanya-tanya apakah itu soflens, tetapi Arsyila mengatakan jika itu warna asli matanya.

"Assalamu'allaikum, ukhti. Cantik banget sih kamu. Kenalin aku Fatimah," ucapnya sambil mengulurkan tangan kepada Arsyila.

"Waalikum'sallam. Kamu berlebihan sekali deh. Salam kenal aku Arsyila, boleh dipanggil Cila. Lagian wajahku nggak kelihatan, kok bisa menyimpulkan jika aku cantik." Arsyila menerima jabatan tangan itu.

"Hehe cuma nebak tapi sepertinya memang cantik loh. Oh iya, apa kamu akan mesantren juga?"

"Iya, hanya saja aku juga ingin kerja. Namun, pastinya akan sulit mengatur waktunya. Apalagi jika di pesantren kan nggak boleh keluar," ujar Arsyila.

"Kamu benar juga. Em bagaimana jika kamu mendaftar jadi asisten ustadzah, lumayan bisa gratis tinggal di pesantren," ujar Fatimah memberi saran.

"Bagaimana jadi asisten, aku saja masih baru. Apa nggak ada yang lain?"

"Coba nanti aku cari info," ucap Fatimah.

"Terima kasih banyak ya. Semoga saja ada pekerjaan yang bisa aku lakukan, apa pun itu asal halal." Arsyila menatap Fatimah penuh harap.

"Sama-sama, em bagaimana jika kita keliing kampus ini biar kamu nggak bingung karena belum mengetahui letak ruangan-ruangan penting di kampus ini," ajak Fatimah.

"Boleh, berhubung kelas kita masih setengah jam lagi." Arsyila menerima tawaran Fatimah.

Kini keduanya berjalan berdampingan sambil bercengkerama. Fatimah memberitahu beberapa tempat penting yang ada di kampus termasuk perpustakaan salah satunya. Saat asyik mengobrol, tak sengaja seseorang menabrak Arsyila dari samping.

"Aduh maaf." Arsyila langsung menjauhkan tubuhnya dari seorang lelaki yang menabraknya.

"Saya yang minta maaf, tadi saya yang nggak lihat jalan, “ucap lelaki itu.

Arsyila yang merasa familiar dengan pemilik suara itu, ia langsung saja menoleh. Betapa terkejutnya saat melihat lelaki tampan yang ternyata lelaki yang menghabiskan satu malam dengannya. Lelaki itu mengernyitkan keningnya melihat wanita di hadapannya tiba-tiba membelalakkan matanya.

"Saya permisi, Assalamu'allaikum." Arsyila langsung menarik tangan Fatimah dan mengajaknya pergi dari sana.

Niatnya untuk menenangkan diri, Arsyila tak menyangka jika akan dipertemukan dengan lelaki yang sudah menodainya. Tubuhnya masih bergetar mengingat traumanya dimalam itu. Fatimah yang merasakan hal aneh, merasa khawatir karena teman barunya sepertinya sedang ketakutan.

"Cila, kamu kenapa?" tanya Fatimah.

"Siapa lelaki yang menabrakku tadi? Apa kamu mengenalnya?"

''Dia itu senior kita sekaligus lelaki paling populer di kampus ini. Namanya Adam Al-fatih. Memangnya kenapa? Kamu naksir?'' tanya Fatimah.

Arsyila masih terdiam mengingat kejadian kelam yang menimpanya. Sekarang ia tahu lelaki yang menodainya bernama Adam. Entah bagaimana takdir mempermainkannya. Usahanya pergi jauh ternyata malah mempertemukannya dengan sosok yang ia benci.

''Cila, apa kamu baik-baik saja?'' Fatimah menepuk pundak Arsyila karena sejak tadi Arsyila hanya diam saja.

''Aku baik-baik saja. Ayo kita pergi!'' Arsyila kembali berkeliling bersama Fatimah. Tetapi kali ini ia tak fokus. Setelah pertemuannya dengan Adam tadi membuatnya tak tenang.

Fatimah melihat jam di pergelangan tangannya, ternyata sudah cukup lama mereka berkeliling. Sekarang mereka memutuskan untuk kembali ke kelas sebelum keduluan oleh dosen yang mengajar.

Di kelas baru Arsyila hanya ada sedikit mahasiswa laki-laki, karena mayoritas perempuan. Mereka juga kelihatannya pendiam, berbeda dengan teman-temannya saat di Jakarta. Beruntung Arsyila mempunya teman baru sebaik Fatimah yang ternyata orangnya supel. Berkat Fatimah, kini Arsyila mempunyai banyak teman. Walaupun awalnya ia sedikit takut, karena saat di kampus yang lama banyak sekali teman yang mendekatinya hanya karena memanfaatkannya.

Tap tap

Terdengar langkah kaki yang semakin mendekat. Seorang pria tampan memasuki ruang kelas. Seketika semuanya diam saat melihat dosen tampan memasuki ruangan. Kebanyakan dari mereka langsung menundukkan pandangan, karena dosen yang satu ini tak suka di tatap oleh lawan jenis.

''Assalamu'alaikum.Wr.Wb,'' ucap Gus Ilham.

''Waalaikum'sallam.Wr.Wb, Gus,'' jawab mereka.

'Gus? Apakah namanya Ilham Agus?' batin Arsyila.

Gus Ilham melihat salah satu mahasiswi yang sedang melamun. Walaupun memakai cadar, tetapi Ilham tahu jika gadis itu tak memperhatikannya.

''Hey kamu yang disebelahnya Fatimah, kenapa kamu melamun? Apa kamu merasa sudah sangat pintar sehingga berani melamun di jam pelajaran saya?'' tanya Gus Ilham.

Seketika ruang kelas terasa sunyi. Tak ada yang berani bicara disaat mata pelajaran Gus Ilham yang terkenal galak. Padahal Gus Ilham hanya ingin mereka semua tak serius dalam belajar.

Fatimah menepuk bahu Arsyila sehingga tersadar dari lamunannya. ''Hey,kamu dipanggil Gus Ilham.''

''Astaghfirullah'aladzim,'' Lalu Arsyila menatap ke depan. ''Gus Ilham memanggil saya?''

''Kenapa kamu melamun? Bukankah kamu mahasiswi baru? Seharusnya di hari pertama kuliah itu lebih serius bukannya melamun,'' tegurnya.

''Saya minta maaf, saya janji tidak akan mengulanginya lagi,'' ucap Arsyila

''Memang begitu seharusnya.''

Gus Ilham memulai pelajaran. Memang ia hanya dosen pengganti yang mengajar mata kuliah manajemen bisnis, selama Bu Nur cuti lahiran. Sebelumnya ia tak pernah mau mengajar di kelas yang banyak mahasiswinya, karena ingin menjaga pandangan.

Beberapa kali Gus Ilham memberikan pertanyaan kepada Arsyila, tetapi Arsyila mampu menjawabnya dengan benar. Padahal yang ia tahu sebelumnya Arsyila kuliah jurusan desainer. Disisi lain Arsyila kesal karena mengira jika Gus Ilham sedang mengerjainya dengan selalu bertanya kepadanya.

''Saya salut sama kamu, Arsyila. Bukankah sebelumnya kamu kuliah jurusan desainer, tetapi kenapa kamu seperti sudah sangat mendalami manajemen bisnis?'' tanya Gus Ilham yang sejak tadi penasaran.

''Sebenarnya satu tahun belakangan ini saya membantu ayah saya mengurus perusahaan jadi sudah sedikit paham tentang bisnis,'' jawab Arsyila.

''Jika memang kamu sepintar itu, lalu kenapa kamu pindah kuliah disini? Bukankah universitas di kota itu lebih bagus dari segala hal?''

''Maaf, Gus. Sepertinya Anda sudah bertanya terlalu jauh. Ini privasi saya dan sepertinya tak perlu saya jawab,'' ucap Arsyila.

''Mohon maaf, Arsyila. Em untuk semuanya, cukup sekian pembelajaran hari ini, saya undur diri. Assalamu'allaikum.Wr.Wb.''

''Waalaikum'sallam.Wr.Wb,'' jawab mereka serempak.

Arsyila bernapas lega saat melihat Gus Ilham yang sudah keluar dari kelasnya. Sungguh, lelaki yang satu ini membuatnya menjengkelkan.

''Cila, sepertinya Gus Ilham menyukaimu,'' ucap Fatimah.

''Jangan ngaco deh, lagian aku juga ogah sama lelaki seperti dia,'' jawab Arsyila.

''Tapi jarang bahkan nggak pernah loh Gus Ilham kepo soal mahasiswinya seperti tadi. Sepertinya ada yang aneh.'' Fatimah tampak memikirkan sesuatu.

''Sudahlah, kita bahas yang lain saja. Lagian kenapa sih dipanggilnya Gus? Memangnya nama dia Ilham Agus, atau Agus Ilham?'' tanya Arsyila yang memang penasaran sejak tadi.

Fatimah tertawa, tetapi cepat-cepat ia menutup mulutnya. Ia menatap ke sekitar dan ternyata semua orang sedang memperhatikannya. Ia mendekatkan tubuhnya dengan Arsyila dan berbicara dengan sedikit berbisik agar tak terdengar oleh yang lain.

''Gus itu bukan berarti namanya Agus. Tetapi karena Gus Ilham itu anak dari seorang Kyai jadi kita semua memanggilnya Gus. Aku kira kamu lebih paham, secara kamu itu wanita bercadar,'' ujar Fatimah.

''Oh seperti itu. Em aku memang bercadar tetapi bukan berarti aku orang yang pintar agama. Aku bercadar sejak aku pindah kesini. Dulu penampilanku sangat modis seperti artis-artis dalam televisi. Pasti kamu tahu itu kan? Apalagi aku kuliah Desainer,'' jelas Arsyila.

''Wah berarti kamu memang cantik jelita dong. Em aku jadi penasaran, kenapa kamu berubah seperti ini?''

''Semuanya mendadak begitu saja. Sebenarnya aku juga tak nyaman berpenampilan seperti ini. Hanya saja ada satu hal yang aku juga belum bisa menceritakannya sama kamu. Mohon maaf ya.'' Raut wajah Arsyila terlihat berubah saat ia mengatakan itu.

Fatimah tak mau memaksa Arsyila untuk bercerita, karena sepertinya itu memang hal yang tak mau ia ceritakan. ''Tidak masalah. Tetapi, selagi kamu berada disini, tidak usah sungkan untuk meminta bantuan kepadaku jika memang membutuhkannya.''

''Aku hanya butuh bantuan soal info pekerjaan saja.'' Arsyila kembali mengingatkan Fatimah.

''Oh iya, nanti aku kasih tahu kamu kalau ada info loker.''

Terpopuler

Comments

💞Amie🍂🍃

💞Amie🍂🍃

Bercadar kan emang gak harus pinter agama , Udah niat hijrah aja Alhamdulillah

2023-11-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!