Episode.5

‘’Cila, ada surat untukmu.’’ Terlihat seorang santriwati menghampiri Arsyila.

‘’Dari siapa?’’ tanya Arsyila lalu mengambil surat itu.

‘’Dari Gus Ilham,’’ ucapnya lalu santriwati itu berpamitan pergi.

Arsyila kembali melanjutkan langkahnya menuju ke kamar. Sesampainya di kamar ia langsung naik ke atas kasurnya. Tak lupa ia membuka surat yang sejak tadi ia pegang erat ditangannya.

Rangkaian kata demi kata yang begitu indah mampu membuat hati Arsyila bergetar. Ia tak menyangka bisa mendapatkan surat dari Gus Ilham. Hingga sampai kalimat terakhir membuat Arsyila tercengang. Gus Ilham mengutarakan niatnya untuk taaruf. Rasa senang dalam hati Arsyila tak berlangsung lama. Perlahan senyum di wajahnya mulai memudar. Arsyila teringat jika dirinya bukan gadis lagi. Seakan tak pantas jika bersanding dengan Gus Ilham yang begitu sholeh.

Apakah tidak boleh jika wanita ternoda sepertiku mengharapkan lelaki sholeh? Sedangkan lelaki baik untuk wanita baik, dan lelaki buruk untuk wanita buruk pula.

Arsyila senang karena ajakan taaruf itu. Namun, ia merasa tidak pantas menjadi pendamping Gus Ilham. Apalagi tak mungkin ada lelaki yang mau dengan wanita yang sudah tak suci lagi.

Arsyila tidak membalas surat itu. Ia membiarkan begitu saja. Ia bingung mau menjawab apa. Ingin menerima, tetapi ia minder karena dirinya bukan gadis suci. Mau menolak, tetapi ia merasa berat.

Arsyila memilih untuk menyimpan surat itu, lalu ia bersiap-siap untuk mandi. Sebentar lagi sore dan ia harus mengaji. Saat kembali ke kamar, Arsyila tidak menemukan surat pemberian Gus Ilham. Padahal seingatnya tadi ia menaruhnya di kotak penyimpanan alat tulis miliknya.

‘Mengapa suratnya bisa hilang? Siapa yang sudah mengambilnya?’ batin Arsyila.

‘’Cila, kamu sedang mencari apa?’’ tanya Fatimah yang sedang mengeringkan rambutnya yang basah.

‘’Fa, apa kamu melihat ada yang membuka kotak ini?’’ tanya Arsyila kepada sahabatnya.

‘’Aku tidak melihatnya. Memangnya kenapa?’’ tanyanya penasaran.

‘’Nggak kok.’’ Arsyila memilih berbohong. Ia tak mau jujur kepada sahabatnya itu.

‘Mungkin saja tadi jatuh saat aku hendak memasukkan surat itu,’ batin Arsyila.

Arsyila menatap ke sekitar tetapi tak melihat ada kertas tergeletak. Ini sungguh aneh. Arsyila menunda mencari surat itu. Ia memutuskan untuk bersiap ke masjid.

...

...

Gosip tentang Gus Ilham yang mengajak Arsyila taaruf sudah menyebar di asrama santri putri. Semua orang membicarakan Arsyila. Ada yang mendukung keduanya, tetapi ada juga yang merasa patah hati, karena lelaki yang mereka incar sudah menemukan tambatan hatinya.

Umi Khadijah menghampiri suaminya yang sedang duduk sendirian di ruang depan. ‘’Abah, gawat Abah.’’ Umi Khadijah terlihat panik.

‘’Ada apa, Umi? Kenapa terlihat khawatir seperti itu’’ tanya Abah Ahmad.

‘’Umi bawa berita buruk, Abah. Di asrama putri sedang beredar gosip jika Nak Ilham mengajak Arsyila taaruf,’’ ucap Umi Khadijah.

Abah Ahmad tampak terdiam. Sebenarnya Gus Ilham sudah di jodohkan dengan anaknya, Siti Aisyah. Perjodohan ini sudah di sepakati oleh kedua keluarga. Hanya saja baik Gus Ilham ataupun Aisyah belum mengetahuinya. Abah Ahmad meminta untuk menyembunyikannya sampai anaknya lulus kuliah di Mesir.

‘’Sebaiknya Abah bicarakan dulu saja dengan Kyai Irsyad. Abah tidak ingin menentang jika memang Gus Ilham berjodoh dengan Arsyila. Itu adalah pilihannya sendiri,” ucap Abah Ahmad.

“Tapi bagaimana dengan anak kita, Abah?” Umi Khadijah terlihat gusar.

“Jodoh itu sudah ada yang mengatur. Bukankah kita sebagai manusia tidak boleh meragukan kuasa Allah SWT? Lantas, mengapa Umi terlihat gusar? Aisyah pasti akan mendapatkan jodohnya. Kita sebagai orang tua sebaiknya mendoakan saja yang terbaik untuk anak kita,” ujar Abah Ahmad.

“Astaghfirullah’aladzim. Maafkan Umi, Abah.”

Abah Ahmad langsung menghubungi Kyai Irsyad dan memberitahukan jika Gus Ilham memiliki wanita idaman di pesantrennya. Kyai Irsyad tetap akan melanjutkan perjodohan itu. Abah Ahmad pun menerima keputusan itu karena memang sebelumnya mereka sudah merencanakan yang terbaik untuk anak-anaknya.

“Bagaimana Abah?” tanya Umi Khadijah saat melihat suaminya sudah selesai berteleponan.

“Kyai Irsyad menginginkan perjodohan ini tetap berlanjut,” ucap Abah Ahmad.

“Sebaiknya kita kasih tahu Aisyah saja, Abah. Lagian satu tahun lagi Aisyah lulus kuliahnya dan akan langsung pulang,” ujar Umi Khadijah.

“Baiklah, nanti kita sampaikan kepada Aisyah. Dan untuk Nak Ilham nanti biar Kyai Irsyad sendiri yang memberitahu,” ucap Abah Ahmad.

“Baik, Abah.” Kini Umi Khadijah sudah merasa lega.

....

....

Arsyila sudah lima kali mendapat kiriman surat dari Gus Ilham. Kali ini ia berencana untuk membalasnya. Namun, Arsyila ragu, apakah keputusannya ini sudah benar atau tidak.

Fatimah menghampiri Arsyila yang sedang melipat kertas dengan bentuk hati. Ia duduk di sampingnya lalu menggodanya.

“Cie cie yang mau jadi istri Gus Ilham,” goda Fatimah.

“Stt jangan keras-keras! Nanti ada yang dengar.” Arsyila menatap ke sekitarnya, takut jika ada yang mendengar pembicaraan mereka.

“Ups maaf, lagian nggak ada yang dengar tuh,” ucap Fatimah sambil menengok kanan kirinya.

“Aku mau memberikan sendiri surat ini,” ucap Arsyila.

“Biar aku temani.” Fatimah beranjak dari duduknya lalu berjalan berdampingan bersama Asryila keluar kelas. Mereka akan langsung pergi ke ruangan Gus Ilham.

Gus Ilham terlihat senang karena Arsyila menerima ajakan taarufnya. Bahkan ia sampai membaca berulang-ulang surat dari Arsyila. Tiba-tiba Gus Ilham mendengar ketukan pintu dari luar. Ia buru-buru menyimpan surat itu lalu bergegas membukakan pintu.

“Assalamu’allaikum,” ucap Kyai Irsyad yang baru datang.

Gus Ilham terkejut melihat kedatangan ayahnya. “Waalaikum’sallam, Abi.” Gus Ilham bersalaman dengan ayahnya. “Mari masuk!”

Kini mereka berdua duduk berhadapan. Kyai Irsyad langsung mengatakan niat kedatangannya. Ini sudah tidak bisa ditunda dan dirahasiakan lagi.

“Ilham, ada yang ingin Abi bicarakan sama kamu. Sebenarnya kamu sudah di jodohkan dengan Ning Aisyah dan kalian akan menikah setelah Ning Aisyah pulang lulus kuliah,” ucap Kyai Irsyad.

“Apa?” Gus Ilham begitu terkejut.

“Abi sudah tahu kalau kamu menyukai santriwati disini. Sebaiknya kamu menurut saja dengan Abi. Perjodohan ini sudah di rencanakan sejak kamu kecil. Hanya saja Abi atau pun Abah Ahmad merahasiakannya dari kalian,” jelas Kyai Irsyad.

“Tapi Ilham yakin jika jodoh Ilham itu Arsyila. Beberapa kali Ilham shalat istikharah dan melihat perempuan bercadar dalam mimpi Ilham,” ucap Ilham.

“Apa kamu sudah sangat yakin? Bisa saja yang kamu lihat itu salah, Nak. Wanita bercadar bukan hanya perempuan itu saja. Lagian kamu tidak bisa menolak perjodohan ini. Kalian akan tetap menikah,” ucap Kyai Irsyad seolah tanpa penolakan.

Gus Ilham terlihat lesu. Ia tahu bagaimana watak ayahnya. Apa yang sudah di putuskan tidak bisa jika dibatalkan. Apalagi ini menyangkut hubungan dua keluarga yang sudah dekat sejak dahulu.

‘Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana dengan perasaanku dan Arsyila?’ batin Gus Ilham.

Disaat ia bahagia dengan jawaban yang Arsyila berikan, kini dibuat galau dengan perjodohan yang dilakukan orang tuanya. Jujur saja Gus Ilham ingin menolak. Namun, ia tak mungkin menentang keputusan ayahnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!