Tak terasa tinggal menghitung hari pernikahan antara Gus Ilham dan Ning Aisyah. Persiapan pernikahan antara keduanya sudah di siapkan jauh-jauh hari oleh Umi Khadijah. Bahkan saat Ning Aisyah masih berada di Mesir. Umi Khadijah memang terlihat begitu antusias untuk merancang pesta pernikahan anaknya.
Hampir setiap harinya Gus Ilham melaksanakan Shalat istikharah. Ternyata wanita bercadar dalam mimpinya yang biasanya ia hanya melihat dari samping, semalam ia kembali bermimpi dan wanita itu memperlihatkan wajahnya dengan jelas. Ia adalah Ning Aisyah bukan Arsyila. Selama ini Gus Ilham sudah salah mengira jika wanita dalam mimpinya itu Arsyila. Tetapi perasaannya kepada Arsyila memang benar perasaan cinta. Namun, sekarang ia sadar jika mereka tak berjodoh.
Gus Ilham sengaja meminta Arsyila untuk menemuinya di ruangannya di kampus. Ada hal yang ingin ia sampaikan secara langsung. Kini Arsyila sudah datang bersama dengan Fatimah.
''Cila, maafkan saya yang sudah berdusta. Bukannya saya sengaja menyakiti hatimu, tetapi saya tidak bisa untuk menolak permintaan orang tua,'' ucap Gus Ilham.
''Tidak apa-apa, Gus. Mungkin kita memang tidak berjodoh. Semoga pernikahan Gus Ilham nanti lancar,'' ucap Arsyila.
''Amin. Oh iya saya juga minta maaf karena baru mengatakannya sekarang. Saya sempat malu karena sudah memberikan harapan palsu kepadamu.''
''Insya'allah saya sudah ikhlas, Gus.'' Arsyila mencoba tersenyum walaupun sebenarnya masih ada rasa yang mengganjal di dalam hatinya.
''Sekarang saya merasa lega. Terima kasih atas kelapangan hatimu, Cila. Kamu wanita yang baik, pasti nanti di pertemukan juga dengan lelaki yang baik,'' ucap Gus Ilham.
''Semoga saja, Gus.''
Hanya sebentar mereka mengobrol, karena tak baik jika berlama-lama lawan jenis berada di dalam satu ruangan yang sama.
Sekarang Arsyila sudah terlihat tegar dari sebelumnya. Sepanjang jalan ia memperlihatkan senyumnya sambil mengobrol dengan Fatimah. Itu sudah menunjukkan bahwa ia sudah baik-baik saja. Fatimah pun merasa senang melihat sahabatnya yang terlihat bahagia tanpa beban. Namun, ia tahu jika di dalam hatinya mungkin saja masih saja ada rasa yang mengganjal.
''Cil, bagaimana jika besok kita pergi ke pasar?'' ajak Fatimah.
''Ngga mau ah, takutnya nanti ketemu preman lagi,'' tolak Arsyila.
''Minta di kawal sama Adam saja,'' ujar Fatimah memberikan saran.
''Tidak usah halu deh, lagian mana boleh santri putri pergi bersama santri putra.''
''Ya diem-diem perginya, Cil.''
''Kamu sendiri saja sana.'' Arsyila mempercepat langkahnya sehingga Fatimah tertinggal di belakang.
''Eh tungguin! Aku kan cuma mau ajak kamu jalan-jalan biar kamu bisa move on,'' ujar Fatimah dan kini ia sudah kembali sejajar dengan Arsyila.
''Move on apaan? Aku udah move on kali,'' ucap Arsyila.
''Baiklah baiklah, ya ya aku percaya.''
....
....
Besok merupakan hari pernikahan Gus Ilham dan Ning Aisyah. Hari ini semua santri putri ikut bantu-bantu membuat hidangan untuk para tamu. Tentu Arsyila juga ikut serta. Tak jarang ia mendengar pujian-pujian untuk Ning Aisyah dari para santri putri. Arsyila sedikit pun tak merasa iri. Lagian antara ia dan Ning Aisyah memang sangat jauh berbeda, bagaikan langit dan bumi. Arsyila pun sadar diri. Sekarang ia tak mau lagi asal merespon perasaan laki-laki. Ia ingin fokus belajar terlebih dahulu.
''Cila, ini sudah selesai. Tolong kamu bawa ke dapur ya,'' pinta salah satu santri putri kepada Arsyila. Memang saat ini mereka berada di belakang rumah Umi Khadijah. Jika semuanya berada di dapur, tempatnya tidak akan muat.
''Baik,'' ucap Arsyila. Lalu ia bergegas pergi.
Sesampainya di dapur, Arsyila melihat Umi Khadijah yang sedang mengobrol dengan Ustadzah Hilya. Mereka mengobrol sambil mengerjakan pekerjaannya.
''Hilya senang deh akhirnya Gus Ilham sama Kak Aisyah menikah juga,'' ucap Hilya kepada Umi nya.
''Iya, Nak. Umi juga sangat senang. Setelah Aisyah menikah, giliran kamu yang menikah, Nak. Kamu sudah ada calon belum?'' tanya Umi Khadijah kepada Hilya yang merupakan anak angkatnya.
''Belum Umi, nanti juga di pertemukan jika sudah saatnya,'' jawabnya.
''Bagaimana dengan Adam?'' tanya Umi Khadijah.
''Adam keponakannya Gus Ilham? Em dia tampan juga sih, tapi sepertinya lebih muda dari Hilya,'' jawabnya
Arsyila yang akan keluar dari dapur, seketika menghentikan langkahnya saat mendengar obrolan mereka. Ia berpikir mungkin selanjutnya Adam yang akan di jodohkan. Mengingat Umi Khadijah yang terlihat antusias.
'Mungkin semua lelaki yang awalnya naksir kepadaku di takdirkan untuk orang lain,' batin Arsyila lalu melanjutkan langkahnya.
Arsyila sudah merasa mantap untuk tak memikirkan percintaan dulu. Ia tak mau kecewa untuk yang kedua kalinya. Biarlah semuanya mengalir apa adanya tanpa harus dekat atau menjalin hubungan dengan lelaki. Ia yakin, rezeki memang sudah ada yang mengatur, begitu pun dengan jodohnya. Jadi, tak usah risau dan jangan terlalu memikirkannya.
Menjelang dzuhur, semua santri putri menghentikan pekerjaannya. Mereka memilih untuk kembali ke asrama karena sebentar lagi adzan dzuhur.
"Cil, nanti kamu mau ikut bantu-bantu lagi tidak?" tanya Fatimah saat keduanya sudah berada di kamar.
"Sepertinya tidak deh, karena pekerjaanku yang tadi sudah selesai. Kalau pindah bantu di dapur, aku tak enak," ucap Arsyila.
"Kalau begitu aku juga nggak mau bantu lagi deh."
"Kok kamu ikut-ikutan sih?"
"Ya kan nggak betah kalau nggak ada kamu, Cil."
"Udah ah ngobrolnya! Ayo kita wudhu dulu keburu adzan," ajak Arsyila.
"Yuk!" Fatimah menggandeng tangan Arsyila lalu keluar dari kamar.
Sesuai niatnya tadi, setelah Shalat dzuhur Arsyila dan Fatimah tak lagi membantu masak-masak. Mereka memilih untuk istirahat setelah mengambil jatah makan siang mereka. Kebetulan hari ini free, tidak mengaji. Jadi, mereka bisa bersantai.
"Ah kenyangnya," gumam Fatimah sambil mengusap perutnya.
"Kamu kekenyangan, Fa. Nggak baik loh makan sampai kenyang begitu. Apalagi makan hasil bohong," ujar Arsyila.
"Hihi nggak apa-apa lah sesekali bohong," ucap Fatimah.
Fatimah memang mengambil jatah makan untuk dua orang. Ia bilangnya yang satunya itu jatah makan milik Salma. Pengurus pun percaya saja dengan apa yang Fatimah katakan.
Disela-sela obrolan mereka, datanglah Salma dengan wajah yang sedikit di tekuk. Ia menghampiri kedua sahabatnya yang baru selesai makan.
"Fa, kamu yang ambil jatahku? Mana sekarang? Aku lapar nih," kata Salma.
"Kata siapa aku mengambil jatah makan milikmu?"
"Kata emak dapur yang membagi makan, maka dari itu aku tidak dapat jatah karena sudah kamu ambil."
Fatimah menepuk keningnya penuh penyesalan. Ia kira Salma akan mendapatkan jatah lagi.
"Maaf, Sal, tapi makanannya sudah habis."
"Astagfirullah'aladzim." Salma menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tok tok
Mereka menatap ke arah pintu kamar. Salma keluar untuk melihat siapa yang datang. Ternyata itu salah satu santri putri dari kamar sebelah.
"Sal, ini ada titipan bingkisan untuk Asryila," ucapnya sambil memberikan bingkisan itu kepada Salma.
"Terima kasih ya. Nanti aku sampaikan sama Cila," ucap Salma lalu kembali masuk ke kamar.
Salma memberikan bingkisan itu kepada Arsyila. Arsyila langsung mengecek isinya. Ternyata itu adalah kue brownis. Di dalamnya juga ada suratnya. Arsyila membuka surat itu yang ternyata dari Adam.
"Cie cie yang dapat bingkisan. Minta dong!" Fatimah hendak memegang bingkisan itu tetapi Arsyila mencegahnya.
"Jangan! Kamu kan masih kekenyangan," ujar Arsyila mengingatkan.
Arsyila memotong kue itu menjadi dua bagian. Lalu memberikan setengah bagiannya kepada Salma.
"Sal, ini untuk kamu. Anggap saja sebagai ganti jatah makan yang tadi di ambil Fatimah," ucapnya.
"Terima kasih, Cil." Salma terlihat senang.
"Untuk aku mana?" Fatimah meminta jatahnya.
"Nanti saja kamu makan berdua sama aku. Lagian kita sudah makan kan tadi," ucap Arsyila.
....
....
Plis banyakin komen dong , biar aku semangat up nya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Muti
makin seru Thor ceritanya tetap semngt ya ku tunggu di part slnjutnya
2023-11-03
0
Dek Raraaa
kemane aje see thorr .
kok lama ga ada kabar . 😁
2023-11-02
0