...Happy Reading! ✨️...
Kita tiba di rumah Arfan. Arfan memberitahukan kalau di dalam lemari banyak pakaian milik Adinda, dia memintaku untuk memakainya karena aku pasti kegerahan memakai gaun seharian. Sedangkan Arfan pergi ke kamarnya yang berada di lantai atas.
Aku masuk ke kamar dan membuka lemari pakaian, ada begitu banyak pakaian Adinda yang terlihat bagus, bahkan beberapa masih ada label yang belum di lepas. Aku memilih baju-baju yang tergantung, tetapi, semuanya dress berukuran pendek. Aku tidak mungkin memakainya setelah seharian memakai gaun. Aku lalu mencari celana di rak sebelahnya, berharap menemukan celana panjang, tetapi, harapanku sia-sia. Hanya ada hotpants yang memenuhi rak tersebut. Lalu aku harus pakai apa kalau semua pakaiannya seperti ini?
Terdengar suara ketukan pintu dari Arfan yang memberitahukan untuk ke ruang keluarga setelah aku selesai berganti pakaian. Aku menjawab iya padanya lalu kembali melihat pakaian Adinda.
Setelah berganti pakaian, aku lalu keluar mendatangi Arfan yang sudah mengganti pakaiannya sedang duduk menonton tv. Arfan melihat ku yang berdiri di dekat sofa, tatapannya tertuju pada pakaian yang ku kenakan. Setelah itu Arfan kembali mengarahkan pandangannya ke arah tv. Aku jadi merasa aneh, aku memang tidak secantik Adinda yang bisa cocok memakai pakaian apa pun, tetapi, aku tidak punya pilihan lain selain memilih antara memakai dress berukuran pendek atau hotpants.
"Kamu nggak mau duduk?" Tanyanya tanpa melihatku. "Ini teh nya di minum," Sambungnya.
Aku kemudian duduk di sebelah Arfan dan meminum teh hangat yang berada di atas meja. Aku ingin menanyakan tentang kejadian di hotel tadi, tetapi, apakah Arfan mau membahasnya. Mengapa dia sampai memasang wajah seperti itu? Kalau tidak salah ingat mempelai wanita itu bernama Iesha.
Arfan sama sekali tidak menoleh ke arah ku meski pun tayangan di tv sedang iklan. Aku mencoba untuk mengajaknya berbicara, dia merespon perkataan ku, tetapi, tetap tidak melihat ke arah ku.
Aku mulai kesal karena sikapnya yang setengah cuek padaku, aku mengambil remote yang berada di atas meja untuk mematikan tv tersebut. Arfan meminta remote nya menggunakan isyarat tangannya. Namun, aku tidak memberikannya.
Aku memintanya memberitahuku mengapa dia bersikap setengah cuek. Arfan menganggap dirinya tidak setengah cuek, dia masih merespon apa pun yang ku katakan.
"Lalu kenapa Bapak nggak melihat ke arah ku saat menjawab?" Gerutu ku melihat Arfan yang menundukkan kepalanya.
Arfan meminta kembali remote nya. Namun, aku masih tidak memberikannya. Bermodalkan melihat bayangan tanganku yang memegang remote, Arfan dengan cepat mengambil remote tersebut dari tangan ku. Aku terkejut dan tanpa sengaja terjatuh dengan posisi tertidur di sofa, sementara Arfan menahan tubuhku dengan satu tangannya.
Tatapan Arfan sangat dekat dengan ku hingga aku bisa mendengar suara detak jantungnya.
"Kamu mau tau kenapa saya tidak melihat ke arahmu sejak tadi?"
Aku tidak menjawab pertanyaan nya dan hanya menatapnya. Arfan mengatakan bahwa jika dia menatap ku, maka akan timbul hal-hal yang dia inginkan. Aku terkejut mendengar jawaban nya, aku berusaha untuk bangkit dengan cara mendorong Arfan menggunakan kedua tanganku, tetapi, Arfan menahan tubuhnya supaya tidak terdorong.
"Jangan memancing saya kalau tidak mau saya memulai nya," Ucap nya masih terus menatapku.
Arfan lalu memejamkan matanya dan menciumku. Detak jantung ku mulai tak beraturan, perasaanku juga mulai tak menentu. Aku bisa merasakan dada Arfan yang bidang karena kedua tanganku masih berada di dadanya. Suhu tubuhnya yang hangat serta aroma wangi tubuh nya membuatku terbawa suasana. Aku memejamkan kedua mataku, sementara kedua tanganku mulai mencengkram kaos yang Arfan kenakan.
Dengan perlahan Arfan melepaskan ciumannya. Aku membuka mataku dan melihat Arfan yang masih berada tepat di hadapanku.
"Mau sampai kapan pegangin baju saya terus? Kamu mau saya melakukan hal lain?" Celetuknya menggodaku.
Aku melepas cengkraman ku dari kaosnya lalu mendorongnya menjauh. Aku kemudian bangkit dan beranjak dari sofa tempatku duduk. Arfan memegang tanganku meminta ku untuk kembali duduk. Dia terkesan sudah melakukan hal buruk jika aku langsung pergi begitu saja.
Aku ingin menjawab iya, tetapi aku juga terbawa suasana. Aku kembali duduk di sebelahnya dan Arfan menghidupkan kembali siaran tv nya.
Aku tidak pernah membayangkan hal seperti ini akan terjadi. Apa yang Arfan pikirkan ya setelah mencium ku, apa dia berpikiran aneh-aneh tentang aku. Apa dia berpikiran bahwa aku perempuan yang mudah untuk di cium oleh pria. Duh, April, sadar dong. Walau pun secara ikatan dia tunangan mu, dia memakai cincin pertunangan, tetapi, bukan berarti dia tunanganmu yang sesungguhnya.
Aku berkata pada Arfan ingin berganti pakaian lalu pulang. Arfan melihatku bangkit dari sofa tanpa mengatakan apa pun. Setelah berganti pakaian, Arfan mengambil kunci mobilnya kemudian mengantarkan ku pulang.
Sesampainya di rumah, Arfan langsung berpamitan kepada Ayah dan Ibu ku. Bahkan, dia menolak ajakan Ibu ku untuk makan malam bersama. Aku masuk ke dalam kamar ku berganti pakaian lalu merebahkan tubuh ku di atas tempat tidur.
Aku mengingat kembali kejadian tadi, Arfan tidak membicarakan tentang ciuman tadi selama di perjalanan pulang. Mengapa dia tiba-tiba mencium ku? Dia tidak mungkin jatuh cinta padaku kan? Kepalaku penuh dengan berbagai macam pertanyaan.
***
Pelajaran hari ini adalah Bahasa Inggris. Meski pun aku punya banyak pertanyaan yang belum terjawab, tetapi, aku merasa malu untuk menatap wajah Arfan, di tambah lagi aku ikut terbawa suasana saat itu. Namun, sepertinya tidak untuk Arfan, dia masih bisa bersikap seperti biasa beberapa hari ini seolah tak terjadi apa pun.
Semenjak kejadian itu, aku jadi menghindari Arfan. Aku selalu beralasan setiap kali Arfan meminta ku untuk belajar private di rumah nya.
Kalau kamu nggak datang ke rumah saya hari ini, saya akan menelepon Ayah mu dan berkata jujur padanya bahwa kamu bolos belajar private.
Isi chat dari Arfan membuat ku pergi ke rumahnya dengan terpaksa. Aku sengaja melambatkan sepeda motor ku supaya tidak sampai di rumah nya tepat waktu. Bagaimana caraku menatap wajahnya, aku terlalu malu untuk memandang nya. Aku memberanikan diri memencet bel, Arfan membuka pintu rumahnya dan merasa bingung melihat ku yang masih berdiri di depan pintu, karena biasanya aku selalu masuk ke dalam rumahnya tanpa dia suruh.
Aku kemudian masuk dan melihat sofa yang berada di ruang keluarga. Aku seketika teringat kembali dengan ciuman itu. Arfan memintaku untuk mengeluarkan buku bahasa inggris. Dia tampak bingung melihat ku duduk sedikit menjauh darinya.
Aku berusaha untuk fokus ketika Arfan mengajari ku. Aku merasakan bahwa Arfan sedang memperhatikan ku ketika aku mengerjakan soal. Bahkan saat aku selesai mengerjakan nya, Arfan masih terus memperhatikan ku. Aku meminta Arfan untuk memeriksa jawaban ku supaya pandangan nya teralihkan.
"Kamu menghindari saya, kan?"
Aku menggelengkan kepala dan menjawab tidak padanya.
"Lalu kenapa kamu menjauh? Kalau memang nggak menghindari saya, sini duduk dekat saya," Gerutu Arfan yang memintaku untuk mendekat.
Duh, bagaimana ini? Duduk di sebelah Arfan membuatku takut terjadi hal-hal lainnya. Aku memintanya untuk memeriksa jawaban ku dahulu. Namun, Arfan baru akan memeriksa jawabanku jika aku berpindah duduk di dekatnya.
Aku tak punya pilihan lain selain berpamitan kepada nya supaya tidak duduk di dekatnya.
"Apa karena ciuman beberapa hari yang lalu? Kamu marah sama saya hanya karena saya mencium mu?" Tanya Arfan penasaran.
Hanya? Apa maksudnya dengan hanya? Apakah dia sudah terbiasa mencium perempuan jadi dia bisa berkata hanya. Aku telah salah menilai nya beberapa hari ini.
Aku membereskan buku bahasa inggris ku ke dalam tas dan bangkit dari duduk ku untuk pergi. Arfan mendekati ku, dia meminta jawaban dari pertanyaan nya. Aku melewatinya tanpa memberikan jawaban.
"Jadi benar kamu marah karena ciuman itu,"
Aku tidak menghiraukan perkataan nya dan terus berjalan ke arah pintu.
"Jangan bilang, kamu baru pertama kali ciuman?" Perkataan Arfan membuatku menghentikan langkah kaki ku.
Arfan menghampiri ku, dia melihat raut wajah ku yang kesal. Dia kembali bertanya padaku mengapa aku begitu marah karena dia mencium ku, bukan kah aku juga menikmati nya. Dia bahkan melihat ku menutup mata dan mencengkram kaos nya dengan erat.
"Saya kira Daniel ciuman pertamamu, ternyata saya," Terang nya seraya melipat kedua tangannya di dada.
Tanpa melihat ke arah Arfan, aku lalu pergi meninggalkan rumah nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments