Rania menoleh, "kenapa aku? Pekerjaanku sebagai tukang bersih-bersih kan?"
"Apa kau bukan pelayan?"
"Ya, aku memang pelayan. Tapi--,"
"Cepat ambilkan aku makanan," tukasnya memerintah, sambil menunjuk piringnya yang masih kosong.
Rania terpaksa menurut, karena memang dia tak mampu untuk menolak, dia mengisi piring Arkan dengan makanan favoritnya, Rania masih ingat jika Arkan tidak suka daun bawang, jadi dia menyisihkan sayuran tersebut. Mungkin ada koki baru yang tidak tahu soal ini dan menambahkan daun bawang pada masakannya.
"Bagaimana kau tahu kalau aku tidak suka daun bawang?" Arkan menatap keheranan.
"Errr itu...ada pelayan bagian dapur yang memberitahuku," dalihnya memberi alasan.
Arkan memicing curiga, "kau selalu mengejutkanku, apa lagi yang kau tahu tentangku?"
"Tidak ada lagi, Tuan. Cepatlah makanlah Tuan, makanannya nanti keburu dingin," dalih Rania mengalihkan pembicaraan.
"Sedang apa kamu disini?" Teguran dari Bibi Betty membuat Rania merasa terkejut, dia buka mulut hendak menjawab, namun Arkan lekas berkata.
"Aku yang memerintahkan, apa ada masalah?"
"Bu-bukan begitu Tuan, Rania bukan pelayan bagian dapur, jadi mungkin dia tidak tahu apa yang Tuan suka dan tidak," dalih Betty.
"Tidak. Dia tahu semua." Arkan melirik daun bawang yang sudah tersisih di atas piring kecil yang sengaja Rania pisahkan.
"Kau, bagaimana kau bisa tahu?" Betty menatap curiga.
"I-itu bukan masalah besarkan, aku tahu dari pelayan lain. Tuan juga tahu itu," Rania menatap Arkan memohon pertolongan. Arkan tersenyum samar, dia tak menanggapi ucapan Rania atau pun menampiknya, dia malah mulai mengisi mulut dengan makanan.
"Rania, aku tanya sekali lagi. Darimana kamu tahu soal apa yang Tuan suka dan tidak suka?" Desaknya.
Sejak dulu, Betty memang selalu berhati-hati tentang hal pribadi majikannya, dia tak ingin mengambil resiko yang akan membahayakan majikannya itu. Apa lagi memberinya kesempatan untuk bertindak kurang ajar.
Rania berdecak, dia bingung harus memberikan alasan apa lagi pada Betty, rasa curiganya itu memang sulit di lerai. Dia adalah pelayan paling setia, bagi Allea dia sudah seperti keluarganya sendiri, Betty juga yang merawat Allea sejak kecil, jadi Betty sudah seperti ibu sambung baginya.
"Bibi, apa yang gadis ini katakan, benar. Aku juga mendengarnya tadi saat dia tengah bertanya pada pelayan lain," diluar dugaan, Arkan justru membantu Rania. Dia berbohong pada Betty.
Rania menoleh, dia sedikit terkejut karena Arkan tiba-tiba membantunya.
"Syukurlah kalau begitu, Tuan. Saya akan langsung memecatnya jika dia ketahuan membuat Rencana terhadap Tuan." Betty melempar tatapan mengancam terhadap Rania.
"Itu tidak akan pernah terjadi Nyonya, percayalah. Saya bersumpah atas nama Sweety!" Rania mengangkat dua jarinya.
"Apa?!" Pekik Arkan dan Betty bersamaan.
"Eh maksudnya, nama belakang saya kan sama-sama ada kata Sweety nya, Tuan. Jadi saya bersumpah atas nama saya sendiri." Rania membual, dan Arkan tahu itu.
"Tuan gadis ini--,"
Arkan mengangkat telapak tangannya, mengisyaratkan untuk mengakhiri perdebatan ini, "sudah cukup, lupakan saja masalah hari ini. Bukan masalah besar yang membuat dia terlihat bersalah, justru dengan adanya dia aku bisa makan dengan tenang. Mulai hari ini, dia bertugas untuk melayaniku saat aku makan. Dan dia juga akan menjadi pelayan pribadiku."
"A-apa? Se-sepertinya itu tidak perlu, Tuan. Banyak pelayan lain yang lebih baik daripada saya," tolak Rania. Dia sudah dapat menebak, bahwa hidupnya tidak akan lagi aman di rumah ini.
Arkan tak berucap, dia melempar tatapan datar pada Rania, "saya berterimakasih atas nama Rania, Tuan." Bibi Betty menunduk sopan, dia yang menyanggupi perintah Arkan.
"Tu-tunggu Nyonya, aku menolak. Aku tidak mau--,"
Betty melotot tajam, "di rumah ini, keputusan Tuan adalah mutlak. Kamu tidak bisa membantah apalagi menolak." Tegasnya tak ingin di bantah.
Rania menghembuskan nafas kasar, sesuai dengan kata Betty, Rania tidak akan pernah bisa menolak, majikan sama halnya dengan seorang Raja di dalam rumahnya.
"Baik Tuan." Rania menunduk hormat. Walau enggan, dia tetap menerima titah tersebut.
'Setelah ini, pasti akan sangat sulit untuk masuk ke kamarku dulu. Aku akan selalu dalam pengawasannya, tidak bisa bergerak bebas.' Batin Rania bergumam.
Rania berjalan dengan langkah gontai menuju kandang Sweety. Sepanjang perjalanan, banyak pasang mata yang tak henti-hentinya mendelik kearahnya, mereka juga berbisik-bisik saat melihat Rania. Mereka pasti sudah tahu soal Rania yang di angkat menjadi pelayan pribadi Arakan, yang berarti posisinya hampir setara Bibi Betty.
'Sial, mereka pasti mengutukku dalam hatinya. Ini semua gara-gara si Arkan, ngapain coba dia pake angkat aku jadi pelayan pribadi segala,' keluh Rania dalam hati. Kini dia menjadi sasaran kecemburuan semua orang, apa lagi orang yang mendambakan Arkan.
Plak...
Langkah Rania terhenti seketika, saat sebuah kain bertekstur kasar mendarat di wajahnya, "cuih, apa-apaan sih!" Refleks Rania menghempaskan kain tersebut ke lantai, yang ternyata sebuah kain lap. Dia lekas mengelap wajahnya dengan bajunya, takut jika benda kotor itu meninggalkan bekas di wajahnya.
Tampak Siska, sudah berdiri dengan tatapan terhunus tajam pada Rania, dia seakan tengah mengibarkan bendera perang, tangannya terlipat rapi di dada, memblokir jalan. Sudah pasti dia ingin mencari masalah dengan gadis itu. Kabar Rania di angkat menjadi pelayan pribadi oleh Arkan sudah pasti telah sampai di telinganya, jadi dia langsung mencari masalah dengan Rania.
"Minggir, aku mau lewat!" Rania hendak berlalu, dia malas meladeni Siska yang sudah tampak siap ingin bertarung. Namun Siska lagi-lagi menghalangi pergerakannya, dia mencegat langkah Rania dengan kakinya sendiri.
"Kamu diam-diam ternyata sudah satu langkah lebih maju dariku. Apa yang kamu lakukan hingga Tuan Arkan membuatmu menjadi pelayan pribadinya?" Dia mencengkeram lengan bagian atas Rania, membuat gadis itu meringis seketika.
"Kau menggodanya bukan? Apa yang kau lakukan, merayunya atau kau naik ke ranjangnya?"
Mata Rania melotot tajam, dia tidak terima di tuding seperti itu oleh wanita seperti Siska.
Plak...
Satu tamparan mendarat mulus di pipi Siska, membuat wanita itu terbelalak, dia memegang pipinya yang terasa panas akibat tamparan dari Rania. Mungkin dia tidak menyangka Rania cukup berani menampar wajahnya.
"Kamu pikir, semua wanita itu sama rendahnya seperti dirimu. Hingga menghalalkan segala cara hanya untuk mendapatkan seorang Pria. Kau salah. Kau sangat salah, aku bukan wanita seperti itu, aku datang kesini hanya untuk bekerja, tidak lebih!" Tegas Rania, dengan tatapan kesal.
"Cih, kau pikir aku akan percaya? Heh Rania, aku bukan wanita bodoh, lihat saja suatu saat nanti, aku pasti akan membongkar kebusukanmu dihadapan Nyonya Betty." Ancamnya, tatapan kebencian terlihat jelas dari matanya.
"Ayo, lakukan saja. Aku tidak takut!" Tantang Rania, tanpa keraguan sedikitpun, membuat Siska berdecak seraya berlalu pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments