Hari-hari berlanjut seperti biasa, Ran pun sudah sembuh seperti sedia kala. Sampai saat ini Rania belum menjalankan rencananya kembali, dia menunggu sampai waktu yang tepat.
Saat ini dia tengah mengendarai sepedanya untuk pulang sambil bersenandung kecil, setelah kejadian tempo hari, Juno dan kawan-kawannya sudah tak nampak batang hidungnya lagi, desas-desus beredar mereka pindah kota dan di pekerjakan oleh orang kaya, tapi entahlah berita itu benar atau tidak. Namun yang pasti, Rania sangat senang karena mulai hari ini setidaknya dia tidak perlu merasa ketakutan lagi saat pulang malam.
"Aku sudah mendapatkan gaji pertamaku, aku akan membeli bahan makanan dan membuatkan makanan untuk bocah itu, dia pasti senang," gumamnya sambil tersenyum.
Rania singgah di salah satu mini market untuk membeli bahan makanan. Setelah selesai, dia pun keluar. Saat hendak menaiki sepedanya kembali, di sebrang jalan tampak mobil berhenti, seorang Pria dan seorang wanita turun dari dalam sana.
Ternyata itu Arkan dan Gwen, "hmph mereka lagi," ujar Rania malas, namun tetap merasa dongkol, kesal karena mantan suaminya itu masih bermain dengan selingkuhannya. Namun, terselip rasa penasaran yang menggelitik hatinya, membuat Rania tetap bertahan di tempat.
Huek...Arkan muntah di pinggir trotoar dan Gwen tampak membantunya.
"Kak, kau baik-baik saja?" Tanyanya, dengan tubuh sedikit membungkuk dan tangan menyentuh pundak Arkan.
"Jangan sentuh aku!" Bentaknya masih berjongkok di tempat yang sama.
Rania sedikit terkejut, seharusnya sikap Arkan tidak begitu kan?
"Kak, aku hanya ingin membantu," imbuhnya, wajahnya terlihat sedih.
Arkan mengangkat telapak tangannya tanpa menoleh, "cukup, aku tidak ingin bantuanmu," tolaknya keras.
Arkan bangkit, dia berjalan sempoyongan. Tangannya bertumpu pada mobil yang selalu setia menanti sang pemilik mengemudikannya.
Gwen tetap bersikeras ingin membantu, walau Arkan terus menolak. "Sudah ku bilang, jauhi aku. Jangan pernah menyentuhku." Tangannya menepis kasar tangan Gwen.
Rania mengalihkannya pandangannya, perasaan bercampur aduk, antara kesal dan marah namun dia juga senang karena Arkan membenci wanita penggoda itu. Dia selalu mendekati Arkan dengan berbagai alasan.
Arkan menoleh, dia baru sadar di sebrang jalan ada Rania yang tengah melihat pertengkarannya dengan Gwen, "hey kau, kemari," panggilnya, tangannya melambai.
Rania menoleh ke sekeliling, mencari orang yang Arkan panggil, takutnya panggilan itu bukan untuknya. "Ya, kamu." Arkan memperjelas ucapnya.
'Sial, seharusnya aku pergi dari tadi,' keluh Rania dalam hati.
Dengan perasaan terpaksa Rania pun berjalan mendekat, dia berhenti di jarak beberapa langkah, namun Arkan menariknya hingga jarak mereka cukup dekat, "antar aku pulang," lirihnya, suaranya terdengar parau di ikuti bau alkohol yang menyengat.
"Kenapa kau lebih percaya wanita ini di banding aku, Kak?! Aku ini adik sepupumu, juga temanmu?!" Gwen menatap tak percaya.
"Karena, Allea tidak percaya padamu."
Deg...Deg... Rania terpaku di tempat, jawaban Arkan sungguh amat mengejutkan, ternyata dia masih ingat pada Allea yang sudah lama tiada.
"Allea lagi, Allea lagi. Dia sudah mati Kak, kenapa kamu masih ingat wanita itu, lihat aku. Aku juga selalu berada disini untukmu." Ujar Gwen, dengan intonasi suara sedikit meninggi.
'Cih, sekarang dia sudah tidak ingin berpura-pura lagi ternyata, dasar ******!' rutuk Rania dalam hati, namun sorot matanya tak dapat menyembunyikan kebenciannya terhadap Gwen, dia lekas memalingkan muka, takut jika salah satu dari mereka menyadari ekspresi wajahnya.
"Jangan pernah katakan itu lagi. Atau, aku akan melupakan hubungan kita, dulu atau pun sekarang. Ayo, antar aku pulang," dia kembali menarik tangan Rania dan memaksanya masuk kedalam mobil.
"Hey tunggu! Sepeda dan belanjaanku bagaimana?" Pekik Rania, dia meronta hendak keluar kembali.
"Diam, tetap duduk disana!" Bentak Akan.
"Hey Pak, tolong bawakan belanjaan yang ada di sepeda itu," perintah Arkan pada seorang Pria pegawai dari mini market tersebut yang kebetulan keluar untuk membuang sampah.
"Baik Tuan, tunggu sebentar," pria paruh baya itu meletakan tong sampah yang di bawanya di ganti dengan kantong keresek putih milik Rania, "ini Tuan."
"Terimakasih Pak, maaf sudah merepotkan. Saya titip sepedanya disini, besok akan ada ambil," ujar Arkan sambil meraih kantong tersebut dari tangan si bapak.
"Hey, itu sepedaku kenapa kamu yang ngatur," ucap Rania tak terima.
"Baik Tuan," jawab si bapak sambil melirik pada Rania dan Gwen silih berganti.
"Ini sedikit kompensasi, untuk keributan yang saya timbulkan, maaf sebelumnya." Dia menyerahkan beberapa lembar uang kertas pada si bapak tersebut. Ternyata dalam keadaan mabuk, Arkan masih tetap sadar dan bersikap sebagaimana mestinya.
Si bapak tak lantas menerima, lalu dia berkata, "tidak perlu, itu hal yang wajar untuk pasangan muda, kami memakluminya," si bapak tersenyum simpul.
'Hah, maksudnya?' kening Rania mengkerut.
"Tidak papa, anggap saja untuk biaya penitipan sepedanya." Arkan tetap memaksa dan menjejalkan uang itu ke telapak tangan si bapak.
"Baiklah kalau begitu, terimakasih Tuan." Si bapak tampak senang, sedang Arkan berjalan mengitari mobilnya sempoyongan, dia hanya mengangkat telapak tangannya sebagai jawaban.
"Kak, masa aku di tinggal sendirian disini?" Gwen kembali bereaksi, setelah beberapa saat dia diam saja.
"Ada banyak taksi yang lewat, kamu pulang sendiri." Tegasnya, tak dapat di bantah.
Dia hendak masuk kedalam pintu mobil yang sebelah, namun entah mengapa dia mengurungkannya dan malah berjalan kembali ke tempat semula, dia membuka pintu mobil yang Rania duduki.
"Hey, kenapa malah duduk disini?" Tanya Rania, dia terpaksa menggeser tempat duduknya karena Arkan memaksa duduk di sampingnya. Dia tak lantas menjawab, dia melempar barang belanjaan Rania ke kursi belakang terlebih dahulu.
"Ini kan mobilku, aku duduk dimana saja itu hakku," jawabnya.
"Bukan itu maksudku, kalau kamu duduk disini yang nyetir siapa?"
"Kamu."
"Aku? Kenapa harus aku?"
"Karena aku sedang mabuk. Mana mungkin orang mabuk bisa nyetir mobil, kecuali kalau kamu sudah bosan hidup, aku dengan senang hati membawamu bersamaku untuk mengunjungi akhirat," ucapnya dengan tenang, tangannya ia lipat di dada.
Rania berdecak kesal, dengan terpaksa dia berpindah tempat duduk ke balik kemudi, 'aku sudah lama tidak menyetir mobil sendiri, apa aku masih bisa?' batin Rania, pikirannya sedikit was-was, namun dia tetap mencobanya.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang, walau masih kaku namun Rania tetap bisa mengemudikannya dengan lancar. Arkan terlihat memejamkan mata, namun Rania yakin dia sama sekali tidak tidur.
"Tuan, apa Tuan tidak khawatir meninggalkan pacar Tuan sendirian di jalanan?" Rania buka suara, dia ingin tahu seperti apa perasaan yang Arkan miliki untuk Gwen.
"Dia bukan pacarku." Jawab Arkan masih dalam posisi yang sama dengan mata terpejam.
"Bukan pacar, benarkah?" Rania sedikit mencibir, bagaimana tidak bisa disebut pacar, beberapa kali Rania pernah memergoki mereka bersama, berpelukan dan saling menghibur satu sama lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments