"Allea!!"
Jeritan Arkan terdengar keras, tubuh Allea melayang dan menghantam jalanan beraspal.
Bruk...!! Rasa sakit menjalar di seluruh tubuhnya, tulang-tulangnya mungkin sudah remuk karena kerasnya hantaman kendaraan besar beroda empat tersebut.
"A-Allea sayang, tolong tolong!" Lolongan Arkan terdengar pilu, dia tampak panik, tangannya merengkuh membawa kepala Allea kedalam pelukannya.
'A-arkan...," Lirih Allea, namun suaranya tak dapat keluar, hanya gerak mulut lemah yang terlihat.
Uhuk...uhuk... Darah segar meleleh dari mulut Allea, belum lagi di seluruh tubuhnya hingga warna baju putih yang Ia kenakan kini berubah warna menjadi merah karena darah.
'Sebetulnya, aku tak rela mati dengan cara begini, kamu pasti bahagia kan Arkan? Kini kau dan wanita sialan itu akan bisa bersatu.' Batin Allea, bisa-bisanya dalam keadaan sekarat semacam ini pun pikiran itu masih belum hilang dalam benak Allea.
Detik berikutnya, pendengaran Allea pun mulai hilang, dan pandangannya pun menggelap.
***
'Kenapa ini sangat silau? Ini di surga, atau neraka?' mata Allea mengerjap perlahan. Tirai putih dan sebuah jendela kaca yang pertama Ia lihat saat matanya terbuka.
'Ternyata di akhirat pun sama seperti di dunia,' Allea menghela napas ringan.
Ceklek... Pintu pun terbuka, seketika mata Allea menatap ingin tahu siapa yang masuk, orang atau malaikat, pikirnya.
Dia ternyata seorang Pria, dia tersenyum sambil mendekat.
"Kamu sudah bangun, lihat Kakak bawakan kamu makanan, ayo makan dulu," ujarnya sembari menaruh nampan berisi mangkuk bubur dan segelas air putih di atas nakas.
"Hah, kenapa di akhirat juga ada bubur?" Gumam Allea pelan.
"Ada apa? Kenapa kamu diam saja, apa masih ada yang sakit?" Tanyanya tampak cemas, agaknya dia tak mendengar gumaman Allea tadi.
'Tunggu, aku bisa merasakan tubuhku, apa aku masih hidup? Tapi dimana Arkan?'
"Siapa kau, dimana Arkan?" Kata-kata itu yang justru keluar dari mulut Allea.
"Arkan?" Pria itu berbalik dengan alis berkerut.
"I-iya." Jawab Allea, entah mengapa dia jadi gugup.
"Apa kau lupa siapa aku?"
Allea mengangguk pelan masih dengan wajah bingung, "sepertinya kepalamu terbentur saat terjatuh semalam," gumam Pria itu, dia membungkuk mensejajarkan wajahnya dengan wajah Allea.
Pria ini cukup tampan, usianya mungkin sekitar dua puluhan, "tapi kau bisa ingat Pria itu, tapi kau tidak ingat pada Kakakmu sendiri, kau sangat kejam, Rania," ucapnya sambil kembali berdiri tegak, "tapi ya sudahlah, asal kau baik-baik saja.
"Tunggu, siapa namaku tadi kau bilang?" Mata Allea melebar sempurna.
"Rania dan aku Randy, Kakakmu."
'Itu berarti, a-aku... Hidup kembali dalam tubuh orang lain?! Tapi apa itu mungkin? Selama ini aku hanya tahu cerita itu di dalam buku dan komik saja, tapi kini aku mengalaminya sendiri, sungguh sebuah keajaiban.' Batin Allea.
"Rania, kau baik-baik saja? Aku akan panggil dokter dulu." Ucap Ran tampak cemas.
"Tidak usah, aku baik-baik saja," cegah Allea.
"Tapi kau hilang ingatan, bagaimana kau bilang baik-baik saja. Tunggu, Kakak akan panggilkan dokter untuk memastikan," ujarnya bersikukuh.
"Kalau begitu terserahlah," gumam Allea, "aku ingin melihat wajahku yang sekarang, dimana cermin?" Allea mengedarkan pandangannya sembarang arah, namun dia tak menemukan benda tersebut, lantas ia pun turun menuju toilet yang ada di ruangan itu pula, Allea pun masuk dan benda yang tertempel di dinding ruangan itu yang menarik perhatiannya.
Deg...Deg...
"Ini aku yang sekarang?" Allea menatap tak percaya, wajah imut dan cantik dengan tubuh mungil, tapi sayang wajahnya tampak pucat mungkin karena sedang sakit.
"Rania! Dimana kamu?!" Suara Ran memanggil.
"Aku di kamar mandi," sahut Allea, lantas dia pun keluar. Tampak Randy sudah datang dengan seorang dokter Pria di sampingnya.
"Kau bilang adikmu sakit lagi, tapi aku lihat adikmu baik-baik saja," cibir sang dokter sambil menyilangkan tangan di dada.
"Benar dok, tadi Rania bahkan sempat lupa siapa aku, tolong periksa dia sekali lagi, aku takut dia gegar otak atau bahkan sampai amnesia." Ucapnya terlihat dramatis.
Dokter itu berdecak kesal, "adikmu hanya anemia dan kelelahan, selebihnya kondisinya baik-baik saja, cukup istirahat dan makan secara teratur, dia akan pulih seperti biasa, bahkan mungkin dia akan bisa mengangkat beban seberat 100 kilogram," ucap sang dokter.
"Hah, apa benar begitu dok? Tapi ayolah, periksa Rania sekali lagi untuk memastikan kondisinya, aku benar-benar khawatir," Ran bersikukuh dengan keinginannya.
"Anak ini," Dokter itu menggetok kepala Ran pelan, namun Pria itu hanya nyengir kuda.
Dokter Pria kisaran usia lima puluh tahunan dengan tinggi badan tidak lebih dari seratus lima puluh cm itu pun dengan terpaksa memeriksa keadaan Rania, "sudah," ucapnya, "tak ada hal serius yang terjadi pada adikmu, dia sehat." Ucapnya sambil menyimpan kembali stetoskop nya kedalam saku jas putih yang Ia kenakan.
"Aku akan menuliskan resep obat, kau tebuslah, jika kau tidak punya uang, kau bisa mengatakan kalau kau keponakanku," tambahnya, dia menyerahkan secarik kertas tersebut pada Ran.
"Tidak perlu, aku masih punya uang, aku tidak akan merepotkan Dokter," ujarnya seraya berlalu.
Rania hanya diam sambil duduk di pembaringan, ternyata Ran dan Dokter itu saling mengenal, pantaslah sikapnya pada Ran begitu tadi, jujur Allea atau Rania sangat terkejut tadi.
"Apa yang kau rasakan?" Tanya Dokter itu setelah Ran berlalu.
"Hanya sedikit pusing dan ada rasa nyeri di dadaku," jawab Rania jujur, memang itu yang saat ini ia rasakan.
Dokter itu kembali memeriksa keadaan Rania, "apa ada yang lain? Seperti sesak napas atau mual?"
"Tidak ada," Rania menggeleng pelan.
"Baguslah kalau begitu, seperti yang aku katakan tadi, kondisimu baik-baik saja, kau tidak perlu khawatir. Apa kau ingat siapa aku?" Pertanyaan terakhir ini yang membuat Allea sulit menjawab, dia benar-benar tak tahu apa pun, dia tak memiliki ingatan apa pun tentang Rania dan keluarganya.
"Ma-maaf, sepertinya aku melupakan beberapa hal, termasuk Dokter," jawab Rania, dia mengalihkan pandangannya kearah lain.
"Baiklah tidak papa, perlahan kau pasti akan ingat semuanya, aku pergi dulu makanlah dengan teratur agar kau cepat pulih, atau Kakakmu akan terus menerorku untuk menanyakan kondisimu." Ujarnya sembari berlalu, namun langkahnya terhenti saat Rania buka suara.
"Sebenarnya aku sakit apa? Tidak mungkin hanya karena Anemia Ran, err... Kakak sampai terlihat panik begitu."
"Dulu kamu punya penyakit jantung, namun itu sudah sembuh, mungkin Ran takut sakitmu akan kembali kambuh, tapi aku lihat kini kau sangat sehat, jadi kau bisa tenang." Jelasnya, kemudian pergi.
'Jadi karena itu Rania meninggal, jika Ran tahu kalau adiknya memang sudah meninggal apa yang akan dia lakukan? Sepertinya dia sangat menyayangi adiknya ini.' Allea menghela napas dan membaringkan diri kembali di atas ranjang.
'Aku ingin tahu, bagaimana keadaan di rumah, apa Arkan sedih dengan kematianku, atau justru dia bahagia?'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments