Bab 5 -Kembali ke tempat semula

Taklama setelah itu Allea atau Rania pun terbangun, dia mendapati dirinya di dalam kamar Rania kembali.

"Adik!" Suara ketukan pintu diiringi suara Ran yang memanggil.

"Apa kau sudah tidur? Aku ingat kau belum makan malam." Ucapnya dari balik pintu.

Rania pun turun dari ranjang, kemudian membuka pintu. Tampak Ran, dengan wajah polosnya berdiri menunggu di depan pintu, "ayo, kebetulan aku juga lapar." Ujar Rania.

"Iya, Kakak sudah memasak walau seadanya, tapi Kakak jamin kamu pasti suka." Ucapnya dengan wajah sumringah.

"Apa pun yang Kakak masak, aku pasti suka." Jawab Rania.

"Wah, sejak kapan mulutmu jadi manis begitu," kekeh Ran.

Rania tak menjawab, dia lantas duduk lebih dulu di meja makan tersebut, hanya ada nasi dan dua macam masakan, "maaf, hanya ini yang kita punya." Ujar Ran, kemudian duduk bergabung.

"Tidak papa, ini pun makanan juga. Jangan terus meminta maaf, kalau bukan salahmu." Tegur Rania, dia tidak suka dengan sikap Ran yang terus saja meminta maaf, padahal itu bukan kesalahan dia sama sekali.

"Tentu saja itu kesalahan Kakak, Kakak yang tidak bisa memberikan kehilangan yang layak padamu," Ran menunduk sedih.

Haish. Rania berdecak kesal, "cukup oke, sekarang mari kita makan dulu."

***

Keesokan harinya, Rania tinggal sendiri di rumah karena Ran pergi bekerja, tak ada yang bisa dia lakukan, karena Ran sudah terlebih dulu melakukannya sebelum dia berangkat bekerja, seperti mencuci piring, mengepel lantai dan lain sebagainya.

"Oh astaga, dia benar-benar seperti Ibu rumah tangga, bahkan dia bisa mengerjakan pekerjaan rumah sendirian." Rania melipat tangan di dada sembari melihat sekeliling yang sudah nampak bersih dan rapi.

"Sepertinya aku harus mencari pekerjaan, mana mungkin aku membiarkan anak itu menghidupiku selamanya, apa lagi aku wanita mandiri di kehidupanku sebelumnya." Gumam Rania pelan.

Benar, Allea adalah seorang wanita karir sebelumnya, dia dan Arkan menjalankan perusahaan bersama-sama selama ini.

"Tapi aku harus mencari pekerjaan apa? Dari segi pendidikan, dia hanya Lulusan sekolah menengah atas, sedang Ran sekolah menengah pertama, itu pun gak lulus. Haish, apa yang harus aku lakukan?" Rania mondar-mandir sendiri sembari menggigiti kuku jarinya pelan.

Dia menghempaskan dirinya kembali ke ranjang, saat ini dia masih belum tahu harus mencari pekerjaan macam apa, namun satu hal yang sudah pasti, dia akan mencari pekerjaan dan tak ingin menjadi beban Randy.

"Kalau saja aku tahu, aku akan mati lalu hidup lagi, aku akan menyimpan harta benda yang bisa aku ambil di waktu terdesak seperti ini," gumam Rania pada diri sendiri, "sayangnya, walau di kehidupanku sebelumnya aku termasuk orang yang berkecukupan, aku tidak bisa memiliki semua itu lagi dalam hidupku yang sekarang." Rania menghembuskan nafas kasar.

Dia merasa frustasi, karena tak memiliki uang sepeserpun di tangannya, "hais, sungguh mengesalkan." Decaknya.

"Aku ingat, aku punya tabungan rahasiaku sendiri, tapi itu ada di rumahku dan Arkan, bagaimana cara aku mengambilnya?"

"Aku harus berusaha masuk ke rumah itu lagi, tapi gimana caranya?"

Hari pun berlalu, seperti biasa Rania di tinggal seorang diri di rumah, namun kali ini dia memutuskan untuk melamar pekerjaan sebagai pelayan di rumah dia sendiri, dengan maksud untuk mengambil hartanya sendiri.

Rania berdiri di depan gerbang setinggi dua meter tersebut, tampak rumah mewah di baliknya, yang tentu saja tak asing baginya, yang selama dua tahun terakhir Allea tinggali.

"Maaf Nona, ada perlu apa ya?" Tegur seorang penjaga saat melihat Rania berdiri diam di depan pagar.

"Aku datang kesini untuk melamar pekerjaan sebagai pelayan." Terang Rania, menjelaskan maksud dan tujuannya.

"Maaf, kami sedang tidak ada lowongan," tolak sang penjaga tegas.

"Tolong lah Pak, saya sangat membutuhkan pekerjaan saat ini, Bapak bisa melaporkan dulu pada pemilik rumah ini siapa tahu beliau lagi butuh pekerja," ucap Rania setengah memaksa. Dia benar-benar ingin masuk ke rumah ini bagaimana pun caranya.

"Tuan sedang tidak ingin di ganggu, sebaiknya kamu pergi sekarang juga!" Tegasnya.

"Tolong Pak, saya mohon. Saya tidak akan pergi dari sini sebelum semuanya jelas." Rania bersikukuh.

"Dasar keras kepala! Terserah saja kalau begitu, kamu bisa tinggal disitu sampai kamu puas." Decaknya kesal, cuaca saat ini sangat panas dan di depan gerbang tak ada satu pun pohon atau tanaman yang tumbuh membuat sinar matahari semakin tajam menyoroti ubun-ubun Rania.

"Sial, hari ini benar-benar panas," Keluh Rania, "tapi aku tidak boleh menyerah, apa pun yang terjadi aku harus bisa masuk kembali ke rumah ini, selain uang, ada benda berharga peninggalan Ibuku yang harus aku ambil." Rania bertekad, dia harus bertahan sampai salah satu dari orang di dalam rumah ini memperbolehkannya masuk.

Pukul 13:00 PM, waktu saat ini. Terhitung tiga jam sudah Rania berdiri di bawah terik matahari seorang diri, namun orang di dalam sana tak ada satupun yang sudi menerimanya.

"Nona, sedang apa kamu disini?" Suara seorang wanita yang Rania kenali terdengar menyapa.

Rania mendongak seketika menatap sang pemilik suara, ternyata dia adalah Bibi Betty sang kepala pelayan di rumah ini, pandangan mata Rania melebar, dia tersenyum senang, melihat orang yang dia kenali ada di hadapannya.

'Bibi Betty, aku harus berusaha membuat dia membawaku masuk ke rumah ini,' batin Rania bergumam.

"Hey Nona! Apa kau tuli?!" Tegurnya lagi, karena tak kunjung mendapat Jawaban dari wanita asing di hadapannya.

"Halo Nyonya, nama saya Rania. Saya ingin melamar pekerjaan sebagai pelayan di rumah ini," jelas Rania memperkenalkan diri.

"Kenapa kamu ingin menjadi pelayan? Kamu masih muda dan masih banyak pekerjaan lain diluar sana." Bibi Betty menatap dengan pandangan curiga kearah Rania.

"Pendidikanku tidak terlalu tinggi, meski aku melamar pekerjaan ke perusahaan-perusahaan besar mereka tidak akan menerimaku. Dan lagi, aku melihat papan pengumuman itu disana," tunjuk Rania kearah papan pengumuman yang sudah usang, papan itu bertuliskan.

"Dicari seorang pelayan wanita, kisaran usia 20-40 tahun, latar pendidikan tidak di batasi"

Betty menghela napas pelan, "nona, itu papan pengumuman tahun lalu, kami lupa tidak mencopotnya," ungkap Betty, "dan sekarang pengumuman itu sudah tidak berlaku."

Rania menunduk sedih, "baiklah, padahal aku sangat membutuhkan pekerjaan ini, sekarang aku hanya bisa mengandalkan Kakakku yang sakit-sakitan untuk mencari nafkah, beras di rumah habis pun aku tak bisa berbuat apa-apa, Kakak maafkan aku yang tak berguna ini." Rania pura-pura mengusap air mata yang tak ada sama sekali.

Dia hendak berlalu, namun suara Bibi Betty membuat langkahnya terhenti seketika.

"Tunggu! Aku akan bicara dengan Tuan dulu, siapa tahu beliau mau menerima seorang pelayan lagi."

Rania mengulum senyum, 'Yes! Aku berhasil!'

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!