Bab 4 - Aku itu dia

"Eeh, gak perlu Dik, kaki Kakak kotor," dia malah menyembunyikan kakiknya ke belakang.

Rania melotot tajam, dia kesal dengan sikap Ran yang lebih terlihat seperti pelayan di banding seorang Kakak, "kalau begitu terserah Kakak saja, aku hanya ingin membantu kalau bahkan bantuanku pun tidak di harapkan aku juga tidak akan memaksa." Jelasnya, dia bangkit dan hendak berlalu, namun tangannya di cekal Ran membuat langkah Rania kembali terhenti.

"Bukan begitu Dik, Kakak hanya--," Ran menunduk.

"Apa pun alasannya, aku ini adikmu Kak, apa tidak boleh aku mengobati lukamu?" Rania menatap tak mengerti.

"Aku hanya tidak ingin terlihat lemah di depan adik." Ujarnya, sungguh pemikiran yang tak bisa dimengerti, Rania menggeleng pelan.

"Menunjukkan luka bukan berarti menunjukkan kelemahan, kita saudara, rasa sakit, kesulitan atau masalah apa pun kita harus hadapi bersama." Rania meyakinkan, dia berjongkok di hadapan Ran, kemudian melihat kaki Ran yang nampak lecet.

"Lihat, Kakak terluka, jika dibiarkan begitu saja mungkin akan infeksi dan yang paling parahnya mungkin Kakak tidak akan bisa merasakan kaki Kakak lagi."

"A-apa begitu?" Ran tampak ketakutan, itulah dia Pria polos yang mudah di bohongi, "benar, jika tidak segera di obati, mungkin juga kaki Kakak harus di amputasi." Dia mengatakan itu dengan ekspresi wajah serius, membuat Ran langsung mempercayainya.

"Tidak! Kakak tidak mau kehilangan kaki, kalau begitu Adik tolong bantu obati ya." Pintanya.

'Heh dasar, kenapa Rania bisa punya Kakak yang bodoh begini. Entah bagaimana cara dia hidup selama ini, dengan sifatnya yang seperti ini, kemungkinan untuk di manfaatkan orang lain sangat besar.' Rania menggeleng pelan.

Ran akhirnya membiarkan Rania mengobati kakinya yang lecet akibat bergesekan dengan sepatu.

"Sudah, hati-hati jangan biarkan tekena air dulu, atau obatnya tidak akan bekerja." Ucap Rania, sambil menaruh kotak P3k yang sebelumnya Ia pakai.

"Terimakasih Adik." Ran tersenyum senang.

"Kalau begitu aku istirahat dulu, Kakak juga." Rania pun bangkit dan berjalan sembarang arah.

"Adik, itu bukan jalan ke kamarmu, itu dapur." Tegur Ran, saat melihat Rania berjalan kearah yang salah.

"Ah, maaf aku lupa." Jawab Rania kikuk, dia beralih ke arah lain, namun juga salah.

'Sial, dimana kamar Rania sebenarnya,' keluh Allea dalam hati.

"Tidak papa, ayo biar Kakak tunjukan kamarmu." Ran memimpin jalan, dia berjalan masuk ke arah dalam, disana terdapat dua pintu yang saling berdampingan.

"Ini kamar kamu, dan yang ini kamar Kakak." Tunjuknya.

"Terimakasih Kak," ucapnya lantas dia pun masuk.

"Iya, selamat beristirahat." Dan Ran pun pergi.

Plak...

Suara saklar lampu yang di tekan Rania, alangkah terkejutnya Ia saat melihat di salah satu dinding kamarnya di penuhi dengan foto-foto Arkan yang tertempel dalam berbagai pose.

"What?! Apa-apaan ini?!" Pekiknya karena terkejut, dia berangsur mendekat untuk melihat lebih jelas foto-foto tersebut.

"Gila nih si Rania, bisa-bisanya dia nyolong foto suami orang secara diam-diam gini," gerutu Allea dengan nada kesal.

Jelas foto tersebut diambil secara diam-diam, karena melihat posisi Arkan yang nampak tak menyadari adanya kamera, "kalau di laporin ke polisi udah masuk melanggar privasi ini."

"Anak ini bener-bener parah ini." Allea menghela nafas ringan, kemudian menghempaskan diri di atas ranjang. Matanya menatap kosong langit-langit kamar.

Kamar berukuran 3×3 meter persegi ini hanya ada sebuah ranjang berukuran kecil, satu rak pakaian dan satu rak buku berukuran kecil juga meja berikut kursi belajar, tak ada yang istimewa di dalam kamar ini, kecuali keberadaan deretan foto Arkan.

"Ran bilang Arkan adalah Kakak senior Rania, tapi aku tidak ingat ada adik kelas bernama Rania, apa lagi kalau dilihat anak ini masih muda usianya pasti cukup jauh dari aku dan Arkan," Gumam Allea pelan, "pasti anak ini nipu Kakaknya lagi, ck dasar."

Allea dan Arkan memang teman sekelas waktu SMA, dan sejak itulah mereka memutuskan untuk pacaran hingga menikah. Arkan adalah cinta pertama sekaligus pacar pertama Allea juga, tak pernah ada laki-laki lain masuk dalam hidup Allea, atau lebih tepatnya Arkan tak pernah memberikan kesempatan itu.

***

"Kakak, Kakak." Panggilan itu mengusik tidur Allea.

"Siapa?!" Tanyanya masih dengan mata terpejam.

"Ini aku, Rania." Mendengar nama itu, seketika membuat Allea terbangun, refleks dia pun langsung duduk, tampak seorang gadis berbaju putih duduk di hadapannya, dia tersenyum manis.

"Kamu Rania?" Tanya Allea, dia menilik tampilannya dari atas hingga bawah.

"Iya, aku Rania," dia pun mengakuinya.

"Oh jadi kamu, ngomong-ngomong ngapain kamu pasang foto Arkan di dinding kamar kamu, mana banyak lagi?" Tanya Allea sembari melipat tangan di dada.

"Hehe, aku hanya mengaguminya saja Kakak, semacam mengagumi artis Idola," ucapnya membela diri, namun tampak gugup.

"Tapi Arkan bukanlah seorang artis, mana boleh kamu mengambil fotonya sembarangan begini," tegur Allea dengan nada kesal.

"Iya Kak, maaf aku memang salah." Dia menundukkan kepalanya tampak merasa bersalah.

"Ahh, ya sudahlah. Ngomong-ngomong apa ini mimpi?" Tanya Allea, dia mengedarkan pandangannya sembarang arah, untuk memastikan keberadaannya.

"Benar, ini dunia mimpi atau lebih tepatnya alam bawah sadar Kakak. Aku ingin memberitahu Kakak bahwa aku sudah tak dapat kembali lagi, aku menyerahkan tubuh dan juga kehidupanku pada Kakak, aku ingin minta tolong jagalah Kak Ran untukku, dia terlalu polos dan baik hati jadi sering ditindas oleh orang lain. Dan juga satu hal lagi, Kakak harus percaya bahwa Kak Arkan tidak mungkin selingkuh, dia sangat mencintai Kakak aku yakin itu."

Allea mengernyitkan dahinya, "darimana kamu tahu soal ini?"

"Aku ada disana saat Kakak dan Kak Arkan bertengkar. Dan aku menyaksikan segalanya, namun aku yakin Pria seperti Kak Arkan tidak akan mungkin mengkhianati Kakak, percayalah padaku." Ucapnya penuh keyakinan.

"Cih, sepertinya kamu sangat mengerti dia, lebih dari aku yang istrinya sendiri," cibir Allea kesal.

"Ish, pokonya aku yakin Kak Arkan gak mungkin selingkuh." Ucap Rania setengah berteriak.

"Ya ya baiklah, lagi pula untuk apa aku marah pada kamu yang sekarang hanya seorang hantu gentayangan. Dan lagi, kamu juga membiarkan aku menempati tubuhmu, terimakasih banyak."

"Sama-sama Kak, aku memang sudah sepenuhnya tak bisa kembali lagi ke dunia, masa hidupku sudah habis, aku serahkan segala yang aku punya pada Kakak, tolong jaga baik-baik, dan cari kebenaran tentang apa yang terjadi pada Kakak sebelumnya. Sudah saatnya aku pergi, selamat tinggal." Perlahan tubuh Rania memudar dan di detik kemudian dia sudah menghilang dari pandangan.

"Eeh tunggu, masih ada yang ingin aku tanyakan!" Namun kata-kata itu sudah terlambat, Rania yang asli sudah lenyap dari pandangan "ish, setidaknya berikan aku petunjuk tentang kehidupanmu sebelumnya, atau hanya beberapa ingatan juga boleh. Kalau begini terus, lama-lama Ran akan curiga." Keluh Allea.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!