Brak...!!
Seseorang turun dari mobil yang lampunya bersinar barusan, Juno dan kawan-kawan sontak menoleh kearah orang itu secara bersamaan, pun dengan Rania.
"Ck ck, tikus mana yang berbuat keonaran di jam begini." Ujarnya sembari berjalan perlahan.
'Arkan?' Rania terpaku di tempat.
"Hah, ternyata ada pahlawan kesiangan, ayo hajar dia!" Mereka bertiga menyerang Arkan silih berganti, namun beberapa saat kemudian mereka sudah terkapar di jalanan.
"Kalian masih bisa berdiri? Bangun!" Bentak Arkan.
"Ma-maafkan kami tuan, ka-kami tidak akan melakukannya lagi," ucap Juno wajahnya tampak ketakutan, hampir seluruh bagian wajahnya berubah warna jadi merah kebiruan, matanya bengkak dan sudut bibirnya pecah, pun dengan kedua temannya, salah satu dari mereka mengalami patah tulang di tangan kanannya.
"Bagus kalau kalian sadar, cepat pergi sejauh mungkin, jangan sampai aku bertemu kalian lagi!" Ancam Arkan, Juno dan kedua temannya pun lekas pergi, takut jika Arkan memukuli mereka lagi.
Rania lekas pergi membantu Ran yang masih tergolek lemas tak berdaya di aspal, "Kakak, kamu tidak papa? Apa Kakak bisa bangun?" Tanya Rania dengan wajah cemas.
"Uhuk uhuk, K-kakak tidak papa dik, kamu tidak usah cemas," ucap Ran parau, dia tetap memaksakan diri tersenyum walau sekujur tubuhnya terasa remuk redam.
"Siapa dia?" Bisik Ran, yang belum melihat dengan jelas sosok Arkan sang penolong.
"Di-dia...," Rania tampak gugup, dia tahu benar bahwa Ran tidak menyukai Arkan.
"Kau bisa berdiri?" Tanya Arkan yang tampak sudah berdiri di hadapan Ran dan Rania yang masih terduduk di aspal.
"Bi-bisa," seru Ran lemah, "terimakasih untuk bantuannya Tuan, tapi kami tidak punya apa-apa untuk membalas kebaikanmu," ucap Ran seraya mendongak menatap lawan bicaranya. Matanya melebar sempurna, saat dia melihat jelas wajah orang di hadapannya.
"Sama-sama, kau tidak perlu membalas apa pun, lagi pula sebagai manusia kita harus saling tolong menolong. Terlebih lagi, aku kenal wanita di sampingmu." Tunjuk Arkan.
Rania hanya diam, sedang Ran membuang wajahnya ke samping, tangannya mengepal di atas aspal, "ayo Kak bangun," Rania mengalihkan pembicaraan.
Rania membantu Ran bangkit dan membopongnya agar bisa berdiri, "tuan terimakasih banyak sudah menyelamatkan aku dan Kakakku, tapi seperti Kakakku bilang sebelumnya, kami tak punya apa pun untuk membalas kebaikanmu." Jelas Rania.
"Oh dia Kakakmu, aku pikir kau sedang bermain-main dengan Pria malam-malam begini." Ejek Arkan.
"Jaga bicara Tuan, adikku bukan orang seperti itu," Ran menggeram marah, dia tidak terima dengan tuduhan yang Arkan berikan pada Rania.
"Baik-baik aku minta maaf, itu hanya perkiraanku, bukan kenyataannya. Kalian mau kemana? Biar aku antar." Tawar Arkan, membuat Rania sedikit terkejut, entah sejak kapan Arkan jadi orang yang begitu ramah.
"Tidak usah, kami bisa pulang sendiri," Ran yang menolak, dia langsung menunjukkan sikap tak sukanya, setelah dia tahu identitas sang penyelamat.
"Memangnya kau bisa berjalan terus dengan tubuh seperti itu, apa kau tidak kasihan pada adikmu yang harus menahan tubuhmu yang berat itu?" Ran menoleh pada Rania yang hanya diam saja.
"Kakak--," Rania hendak berbicara, namun Ran lekas memotongnya.
"Baik, terimakasih atas bantuannya." Ujar Ran sembari membuang muka kearah lain, tampak masih menunjukkan raut tak suka, namun juga tak berdaya.
Pada akhirnya, Ran dan Rania di antar pulang oleh Arkan menggunakan mobilnya, sepeda milik Rania pun diikat di atap mobil Arkan.
Sampailah mereka di bawah apartemen kecil tempat Ran dan Rania tinggal, "jadi kalian tinggal disini?" Ucapnya sembari mendongak menatap bangunan di depannya.
"Ya," jawab Rania sembari membuka pintu mobil, kemudian membantu Ran turun.
"Kalian perlu bantuan?" Tambahnya lagi sembari menoleh ke belakang.
"Tidak, terimakasih. Kami tidak akan mampu membalasnya jika Tuan terlalu banyak menolong orang tak punya seperti kami." Kali ini Rania yang menjawab, Ran tampak tersenyum samar, dia senang dengan perkataan yang Rania ucapkan barusan.
"Baiklah kalau begitu, selamat malam." Mobil Arkan pun berlalu, namun setelah menjauh Rania baru sadar kalau sepedanya masih berada di atap mobil Arkan.
"Hey!" Teriaknya sambil melambaikan tangan, namun mobil Arkan sudah berlalu pergi menjauh dan tak mungkin mampu mendengar teriakkan Rania.
"Ada apa Dik?" Tanya Ran.
"Sepedanya Kak." Tunjuk Rania.
"Ya udahlah biarin aja, besok kita ambil lagi, Kakak ingin cepat masuk, badan Kakak sakit semua," keluh Ran sambil meringis.
"Kakak mau ke rumah sakit? Kita periksa keadaan Kakak, aku takut ada luka dalam," ujar Rania terdengar prihatin.
"Tidak usah, Kakak hanya butuh istirahat, ayo." Ajak Ran yang kembali mengalungkan lengan di pundak Rania, Rania pun membantu Ran berjalan dan masuk kedalam rumah.
Ran langsung di antar ke kamarnya dan di baringkan di atas ranjang, wajahnya dipenuhi luka lebam, di sudut bibirnya terdapat sedikit darah yang telah mengering.
"Kak ayo aku bantu ganti baju," ucap Rania yang masih berdiri di tempat yang sama.
"Gak usah, Kakak bisa sendiri ko," tolaknya disertai senyuman, Rania sudah tahu sifat Ran, jika dia tengah menyembunyikan sesuatu senyuman seperti itu yang dia tunjukkan.
"Gak papa, biar aku bantu Kakak." Rania terus memaksa, yang akhirnya Ran pun mengalah.
Ran membalikkan tubuh, punggungnya nampak dipenuhi luka lebam dan kemerahan juga ada beberapa bagian yang bengkak, serta luka gores yang mengeluarkan darah.
"Tetaplah seperti ini, aku akan ambil obat dulu," Rania beranjak pergi, Ran hanya diam saja dia tak berkomentar apa pun.
Setelah beberapa saat Rania sudah kembali dengan kotak P3K di tangannya, dia pun mulai mengobati punggung Ran perlahan.
"Seandainya Kakak lebih kuat, Kakak pasti bisa melindungi Adik," dia menjeda ucapannya, "Jika saja orang itu tidak datang, adik pasti sudah," isaknya pelan, tubuhnya sedikit bergetar.
"Itu tidak akan terjadi, meskipun dia tidak datang, aku yakin aku bisa menjaga diriku sendiri," balas Rania penuh keyakinan.
"Kakak tahu kamu mengatakan itu hanya untuk menenangkan Kakak, Rania mulai sekarang Kakak janji, Kakak akan mulai belajar ilmu bela diri dan menjadi lebih kuat."
"Baik." Ucap Rania datar.
Dan hari pun berlalu, Rania menyuruh Ran untuk tetap di rumah, dia juga meminta cuti sakit pada Bosnya, untuk istirahat di rumah selama beberapa hari.
Rania datang untuk bekerja seperti biasa, dia melihat sepedanya sudah terparkir rapi di tempat biasa Ia menaruhnya. Rania menilik sepedanya, tak ada lecet sedikitpun.
'sepedanya tidak apa-apa, padahal semalam aku melemparnya begitu saja tanpa sadar,' batin Rania sembari memperhatikan sepedanya dengan seksama, 'apa Arkan yang memperbaikinya? Tapi mana mungkin, mungkin memang tidak terjadi apa-apa pada sepedanya,' Rania menepis prasangka di otaknya, kemudian dia pun melanjutkan pekerjaannya.
Dilantai atas, tampak Arkan tengah berdiri memperhatikan gerak-gerik Rania tanpa ekspresi, entah apa yang Pria itu pikikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments