Bab 13 - Pertarungan

"Adik, kenapa kamu sangat imut?" Racau Ran sambil menggigit Roti yang Rania berikan.

"Mungkin karena aku adikmu, jadi wajahku tampak imut dimatamu," jawab Rania datar sambil mendorong sepeda listrik yang sudah kehabisan baterai. Meski masih bisa berjalan dengan di gayuh manual, dia tetap tak ingin mengendarainya.

"Benarkah?" Dia tampak bodoh.

"Iya, semua Kakak berpikir seperti itu tentang adiknya. Mungkin," Rania menambahkan, nyatanya dia tidak tahu apa yang Ia katakan itu benar atau tidak.

"Ah begitu, pantas saja di mata Kakak kamu selalu terlihat lucu dan imut." Ujarnya sambil tersenyum bodoh

Ish, Rania memutar bola mata malas, jujur sebenarnya dia tidak tahu Ran ini benar-benar bodoh atau hanya pura-pura bodoh, "aku akan segera mengganti uang yang Kakak pakai beli sepeda nanti," ujar Rania.

"Kenapa?"

"Aku tidak ingin Kakak berhutang hanya untuk membelikanku sepeda."

"Kau tahu soal itu?"

"Tentu saja aku tahu, Kakak mana mungkin punya uang sebanyak itu untuk membelikanku sepeda listrik." Jelas Rania.

Ran tersenyum, sembari mengusap kepala Rania penuh rasa sayang, "adik tidak perlu khawatir, Kakak sudah mendapatkan uang untuk membayarnya, kamu juga gak perlu mengganti uangnya, uang Kakak uang kamu juga."

"Tidak bisa begitu, aku--," belum sempat Rania menyelesaikan kata-katanya, Ran menghentikan ucapannya dengan menyumpal mulut Rania dengan roti.

"Sini, biar Kakak yang bawa sepedanya, kamu duduk di belakang." Ran mengambil alih sepeda yang di dorong Rania kemudian menyuruh gadis itu duduk di belakangnya.

Rania hanya menghela napas sambil duduk di belakang, "pegangan dong Dik, nanti kamu jatuh loh," ucap Ran sambil sedikit melirik ke belakang.

"Gak bakalan, Kakak fokus aja liat ke depan." Dalih Rania, tangannya berpegangan pada besi di belakang tempat duduknya.

"Adik gak mau pegangan sama Kakak, apa karena Kakak belum mandi?"

"Apaan sih, enggak gitu."

"Ya udah kalau gitu, peluk Kakak dong," ucap Ran sambil mengulum senyum.

Cekit...

Ran tiba-tiba ngerem mendadak membuat Rania hampir terjatuh, dia pun refleks memeluk pinggang Ran, "Kakak, ada apa?!" Tegur Rania dengan nada kesal.

Namun Ran diam saja, dia terpaku di tempat, "Kak sebenarnya ada apa sih?" Rania hendak turun, namun Ran menahannya.

"Adik, kamu tetap di belakang, jangan turun." Ucapnya dengan nada gugup, karena rasa penasaran Rania pun tetap turun dari sepeda, di depan mereka tampak Juno dan dua temannya sudah berdiri menghadang jalan.

"Hay kalian berdua, lama tidak bertemu," sapanya disertai seringai di bibirnya.

Ran mau pun Rania tetap diam tak membalas sapaannya, "sudah tiga tahun kita tidak bertemu, tapi kamu masih tampak bodoh seperti dulu." Cibirnya, yang di ikuti tawa dari kedua temannya.

"Siapa dia? Pacarmu? Hey Nona, jangan mau padanya dia itu idiot." Dia kembali tertawa, seolah apa yang dia katakan itu adalah sebuah lelucon bukan hinaan.

"Dia bukan pacarnya, Bos. Apa Bos lupa, si Idiot ini kan punya adik perempuan," salah satu dari temannya mengingatkan.

"Ah iya aku lupa, kau si penakut yang biasanya sembunyi di balik punggung Kakakmu itu kan, aku benar-benar lupa soal dia. Tidak ku sangka, kamu tumbuh jadi gadis secantik ini, bahkan auramu terasa berbeda," Juno menilik tubuh Rania dari atas hingga bawah dengan pandangan aneh.

"Jangan coba-coba dekati adikku!" Kali ini Ran bereaksi, dia bisa tahan di hina atau di pukul sekalipun, tapi jika mengenai Rania dia tidak bisa tinggal diam.

"Wah lihat, kucing kecil ini bereaksi," mereka bertiga tergelak melihat Ran yang berusaha melindungi Rania di balik punggungnya.

"Kamu tenang saja, aku tidak akan menyakitinya. Hanya biarkan kami sedikit bermain-main dengannya, itu tidak salah kan."

"Sialan! Jangan mimpi!" Geram Ran, tangannya mengepal kuat gigi-giginya menggertak pelan.

"Tangkap wanita itu." Perintah Juno pada dua anak buahnya, membuat keduanya berjalan mendekat ke arah Ran dan Rania. Ran langsung siaga, dia mundur pun dengan Rania.

"Ayolah Bro, bekerjasamalah dengan baik, serahkan wanita itu, kami janji tidak akan memukulmu sampai parah." Ucapnya diiringi seringai menyebalkan.

"Meskipun aku mati, aku tidak akan menyerahkan adikku pada berandalan seperti kalian semua." Mata Ran tampak beringas, sedang Rania hanya diam dalam perlindungan Ran.

"Benar-benar tidak bisa di ajak kompromi, ayo kita habisi saja dia." Mereka silih berganti melayangkan pukulan ke arah Ran, sedang Ran berusaha melawan namun karena dia tidak pandai berkelahi membuat dia terpojok.

"Adik, cepat lari!" Teriak Ran saat dia sudah terkapar di aspal, aarrghhh... Jeritnya saat kaki kedua orang itu menghantam silih berganti ke tubuhnya yang sudah babak belur.

"Dasar brengsek!" Rania mengangkat sepeda listriknya dan melemparkannya ke arah dua orang itu, namun hanya satu orang yang terkena dan terjengkang ke belakang. Sedang yang satunya lagi menoleh dengan mata beringas, kemudian berangsur mendekat. Mata Rania melebar sempurna, dia mundur perlahan dengan wajah ketakutan.

"A-adik, ce-cepat lari, uhuk...uhuk...," lirih Ran sambil terbatuk-batuk.

"Tidak, aku tidak akan meninggalkan Kakak." Balas Rania, matanya menatap orang itu penuh kewaspadaan.

"Cih, so berani, padahal kakinya gemeteran," dia terkikik geli melihat reaksi Rania, pun dengan Juno, yang juga tengah mengawasi dua anak buahnya sambil menyesap sebatang rokok.

"Jangan mendekat, kau dengar atau aku akan," Rania merogoh saku jaketnya dan meraih benda yang Ia sembunyikan di dalam sana.

"Berisik, Max cepat tangkap dan bawa wanita itu!" Perintah Juno nampak tak sabar.

"Oke Bos!" Dia pun menangkap tangan Rania dan menggenggamnya erat, seketika.

Zzzzz...

Orang yang di panggil Max itu tampak seperti tersengat aliran listrik, tubuhnya terpental ke belakang, "Max, ada apa?!" Pekik Juno nampak terkejut.

"Wanita itu punya alat kejut listrik," ujarnya sambil meringis merasai ada rasa sakit dan perih di tubuhnya.

"Dasar kurang ajar!" Pekik Juno, dia tampak tak terima dengan apa yang Rania lakukan pada salah satu temannya. Dia melempar puntung rokoknya sembarangan dan berjalan cepat ke arah Rania.

"Mundur kau, jangan mendekat!" Rania tampak ketakutan, Ran yang melihat itu berusaha bangkit dan meraih betis Juno berusaha menghalangi pergerakannya.

"A-adik cepat lari, jangan pedulikan Kakak, aarrghhh." Jeritnya saat tubuhnya mendapat tendangan dari temannya Juno.

"Dasar Idiot! Habisi dia!" Perintahnya pada dua orang tersebut, "dan wanita ini, biar aku yang menanganinya." Dia menatap Rania penuh napsu.

"Jangan berani-berani menyentuhnya, kau brengsek!" Jerit Ran, meski tubuhnya sudah di penuhi luka, dia tetap berusaha bangkit hendak melindungi Rania.

Rania menatap nanar Ran yang tengah di pukuli habis-habisan oleh dua orang tersebut, namun sebuah cahaya tiba-tiba menyorot kearah mereka, membuat teman-teman Juno menghentikan aksinya dan sontak menoleh ke asal cahaya itu secara bersamaan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!