Asong memberikan ketenangan kepada istrinya, Lusi.
Hingga Lusi mengangguk sambil mengangkat wajahnya, ia menatap kedua sorot mata Asong yang penuh dengan ketulusan.
"Percayalah sayang, semua akan baik-baik saja. Aku pastikan kau akan aman berada disisiku," kata Asong lirih, Lusi mengangguk perlahan dan memberikan seulas senyuman tipis pada suaminya.
Mereka kembali melanjutkan perjalanan sambil bercanda riang gembira di sepanjang jalan desa yang mereka lalui.
Kemudian langkah Asong terhenti tepat di sebuah pintu gerbang yang sedikit terbuka, ia mengintip aktifitas orang-orang yang sedang melatih ilmu bela diri.
Asong menyaksikan dengan satu mata mengintip di celah gerbang yang terbuat dari besi tersebut.
Orang-orang dengan gerakan kompak membentuk barisan saling berjarak satu sama lain.
Asong merasa amat tertantang, dengan berani ia membuka gerbang tersebut meski awalnya sedikit kesulitan.
Serentak orang-orang itu melirik kearah belakang, dan Asong dengan lancang berjalan kedalamnya.
"Wah, wah, wah, luar biasa." Asong bertepuk tangan.
"Hei, siapa kau? berani-beraninya kau masuk tanpa permisi!" seorang pemuda berkepala pelontos berjalan mendekatinya dengan nada ancaman.
"Memangnya salah kalau aku ingin melihat kalian berlatih dari dekat?" tanya Asong dengan santai, pemuda yang bernama Ahuat itu tak terima.
Dengan cepat Ahuat melancarkan serangan kearah Asong, hingga terjadilah pertempuran yang tak terduga sebelumnya.
Beberapa pemuda lain bersedia mengadang Asong dari arah lainnya.
Sementara Lusi masih berdiri di balik gerbang dengan rasa was-was. "Kenapa dia berani sekali?" gumam Lusi yang menyayangkan tindakan Asong karena sudah tidak sopan masuk kedalam Sasana perguruan beladiri 'Pusaka Chi.'
Dengan jurus kekuatannya, Asong berhasil melumpuhkan para pemuda itu, dan ia berdiri dengan angkuh merasa dirinya paling hebat di antara mereka.
"Dasar payah!" ledek Asong meremehkan, Ahuat dan kawan-kawan lainnya memegangi perut serta pelipis karena kesakitan akibat serangan yang di berikan Asong pada mereka.
Tak sampai disitu, Asong kian menantang mereka.
"Siapa lagi yang berani melawanku?" Asong menatap mereka satu per satu. Namun, tiada yang mampu bangkit dan menjawab.
"Mana guru kalian? suruh dia menghadapku! kita adu kekuatan!" teriak Asong dengan lantang, sombong, dan berani.
Tiba-tiba seseorang yang paling tua diantara para pemuda itu datang dari arah lain.
"Siapa yang berani menantangku, hah?" tanya pria berkepala pelontos dengan kepangan panjang di belakangnya.
"Oh, jadi kau guru pelatih mereka?" Asong berjalan dengan gestur menantang.
"Kau lancang sekali masuk kedalam sasanaku!" ucap Guru Fang, dan Asong langsung memicingkan kedua mata dengan seringai tipis kearahnya.
"Orang sepertimu tak pantas di sebut guru pelatih! Bahkan ilmu yang kau miliki tak sampai seujung kuku!" ledek Asong tanpa berperasaan, tetapi Guru Fang menyikapinya dengan bijak.
"Percuma saja kau hebat, memiliki ilmu tinggi tapi sikapmu angkuh dan sombong, serta merasa tinggi!" kata Guru Fang, tatapan kedua matanya terlihat teduh tak seperti Asong yang penuh amarah dan tantangan.
"Tak usah banyak bicara! kalau kau berani lawan aku!" tantang Asong, dan lelaki paruh baya itu hanya tersenyum tipis.
"Maaf, aku tidak ada minat untuk melawanmu! Kau menantangku karena kesombongan, dan aku tak akan meladenimu!" tolak Guru Fang dengan lembut, Asong melempar seringainya.
Ketika pria itu berbalik, dengan cepat, Asong berlari dan meloncat kearahnya, ia hendak menyerang Guru Fang.
Namun, dengan gerak reflek, pria itu membalikan tubuhnya dan menangkis serangan Asong.
Hingga keduanya berduel saling adu kekuatan satu sama lain.
Sementara itu, Lusi masih bergeming sambil menyaksikan keduanya bertarung.
Asong terus berduel dengan Guru Fang dalam sebuah pertarungan yang penuh semangat. Meskipun Asong awalnya meremehkan Guru Fang, pertarungan tersebut segera menunjukkan bahwa Guru Fang adalah seorang yang sangat terampil.
Guru Fang yang awalnya menolak tantangan Asong untuk berduel karena tidak ingin memenuhi kesombongan Asong.
Namun, ketika Asong menyerang, Guru Fang dengan tenang akhirnya melawan serangannya. Mereka mulai saling adu kekuatan dan kemampuan bela diri mereka.
Pada akhirnya, Guru Fang berhasil memenangkan pertarungan, sehingga tubuh Asong mengalami cedera di beberapa titik.
Guru Fang dengan kerendahan hatinya membantu Asong untuk bangkit.
"Bangunlah." Guru Fang mengulurkan tangannya.
Awalnya Asong ragu dan merasa malu, tetapi ia menerima uluran tangan sang Guru tersebut.
"Aku minta maaf." Asong merendah sambil memberikan salam hormat dengan cara membungkuk.
Guru Fang menepuk lembut punggungnya sambil tersenyum. Ia memahami perubahan dalam sikap Asong. "Tidak perlu minta maaf padaku, kau harus banyak belajar tentang pentingnya kesopanan dan rendah hati. Semua orang bisa belajar."
Asong menerima pelajaran berharga ini dengan kerendahan hati. "Terima kasih, Guru, aku akui kehebatanmu," kata Asong dengan sikap merendah.
"Selamat datang di sasana perguruan beladiri Pusaka Chi," ucap Guru Fang dengan lembut, Asong tersenyum dan merasa bangga mendengar nama itu.
Kemudian Lusi hadir di antara mereka, lalu memberi salam hormat pada Guru Fang, karena sang Guru amat sangat di segani oleh masyarakat di desa tersebut. "Guru, maafkan atas kelancangan kami," ujar Lusi sambil mencubit pelan lengan Asong karena sudah bertindak tak sopan mengganggu suasana latihan di tempat tersebut.
"Tidak apa-apa," balas Guru Fang dengan senyuman.
"Guru, aku sangat tertarik sekali dengan perguruanmu, aku ingin belajar banyak darimu," ungkap Asong dengan antusias, ia berminat untuk menjadi salah satu murid Guru Fang.
Guru Fang yang menyadari bahwa Asong ingin menguasai teknik bela diri untuk melakukan tindakan kekerasan diluar batas, ia dengan berat hati menolak.
"Maaf, aku tidak bisa mengajarimu, karena jiwamu masih kotor!" ujarnya, Asong yang merasa ucapannya benar ia hanya bisa terdiam sambil merenungi semua perbuatannya selama ini.
"Kau tidak bisa menyerang orang secara serampangan, terkecuali jika kau berada dalam bahaya yang mengancam!" ucapnya dengan tegas.
Guru Fang dengan tegas menyampaikan bahwa kekuatan dan keterampilan dalam bela diri harus digunakan dengan bijaksana dan untuk melindungi, bukan untuk menyerang tanpa alasan. Ia ingin Asong memahami nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan pertimbangan yang lebih tinggi dalam menggunakan keterampilan bela diri.
"Maaf, tapi aku belum bisa, karena aku punya misi di balik itu semua. Aku harus melawan ketidak adilan di negri ini, aku tidak bisa diam saja! Aku harus menghabisi orang-orang yang tamak akan kekuasaan!" Asong berbicara dengan ambisi, ia tak akan berhenti sebelum orang-orang itu taubat.
Guru Fang mengangguk dan tersenyum. "Ya aku tahu, niatmu baik, tetapi kekerasan tetaplah kekerasan, dan itu sama sekali tidak di benarkan. Biarlah orang-orang jahat menerima karma atas perbuatannya suatu saat nanti, dan kau jangan mengotori tanganmu untuk menghabisi mereka!" kata Guru Fang, Asong sama sekali tak mengindahkan ucapannya ia tetap dengan tekad dan ambisinya.
Seusai perdebatan panjang antara Asong dan Guru Fang.
Akhirnya, Asong dan Lusi di persilahkan menyaksikan orang-orang yang sedang berlatih ilmu bela diri sesuai tingkatan mereka masing-masing.
Saat pertama tadi, Asong menyaksikan para pemuda di tingkat dasar sehingga kekuatan mereka belum mupuni.
Asong dan Lusi memasuki gerbang berikutnya, mereka melihat orang-orang dengan ambisi tinggi, dan lanjut ke tingkat berikutnya, Asong dan Lusi melihat orang-orang berlatih menggunakan alat, begitu seterusnya.
Hingga mereka bertemu dengan 3 orang yang memiliki gelar master.
Ketiga master ini memiliki tingkat keahlian yang sangat tinggi. Mereka bergerak dengan kecepatan dan kekuatan luar biasa, menguasai teknik-teknik bela diri yang halus dan mematikan.
Asong dan Lusi terkagum-kagum melihat pertunjukan yang luar biasa ini. Mereka merasa kecil di hadapan keahlian para master tersebut, tetapi juga termotivasi untuk terus belajar dan meningkatkan kemampuan yang ada pada diri Asong.
"Aku baru menyadari, ternyata ilmu bela diri yang aku kuasai tidak sehebat mereka. Di langit masih ada langit," gumam Asong, meski begitu ia terus bertekad dan berambisi untuk memberantas orang-orang jahat.
Guru Fang berada di belakang Asong. "mereka tak pernah menggunakan kekuatan untuk menantang orang terlebih dulu, mereka pergunakan ilmu bela diri jika mendapat serangan dan terancam," ucapnya, Asong berbalik dan menunduk hormat.
"Aku akui, Guru dan anak didikmu memang hebat," puji Asong.
Guru Fang tersenyum, "Kau pun bisa menjadi hebat jika kau berlatih dengan tekun, anak muda. Dan yang lebih penting lagi, gunakan kekuatanmu untuk hal yang baik dan menjaga keseimbangan."
Asong dan Lusi merasa semakin termotivasi untuk belajar sikap dari Guru Fang dan para master di sana. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka untuk menjadi lebih kuat dan bijaksana telah dimulai, dan mereka siap menghadapi semua tantangan yang ada di depan.
...
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments