Lusi terhentak mendengar suara teriakan seorang pria yang sangat keras, jantungnya berdegup kencang, ia semakin tak tenang.
Gadis itu berdiri dari posisinya, ia mencoba menangkap suara-suara erangan menyakitkan dari kejauhan itu menggema membuatnya merasa semakin tak aman berada di tempat tersebut.
"Aku harus pergi dari sini!" Lusi mencari celah untuk berlari, ia melangkah menuju jendela dan berusaha untuk membukanya.
"Eugh, kenapa susah sekali!" Lusi mendorong bingkai jendela itu sekuat tenaga. Tapi, usahanya gagal.
Ia tak ingin kehabisan cara, Lusi mencari benda apa saja untuk menghancurkan kaca jendela.
Hingga akhirnya ia menemukan benda yang terbuat dari logam berbentuk memanjang, dengan cepat ia mengarahkan benda tersebut untuk menghancurkan kaca jendela.
Setelah aksinya berhasil, ia naik lalu meloncat, dan tubuhnya mendarat di permukaan rerumputan yang merupakan jalur menuju kebun binatang mini.
Lusi melewati berbagai hewan-hewan mamalia besar yang menyeramkan disana.
Meskipun hewan-hewan itu berada di dalam kandang besar yang terbuat dari besi. Namun, tetap saja tingkah dan suaranya membuat nyali siapapun yang berjalan di dekatnya akan menciut.
Lusi melihat sekor singa yang sedang tidur, tetapi saat menyadari kehadiran seseorang, hewan itu terbangun dan mengaum.
"Aaa..." Lusi ikut berteriak karena kaget, tetapi ia berusaha tenang hingga akhirnya terbiasa dengan tatapan hewan-hewan buas yang menatap tajam kearahnya.
Lusi melangkah secara perlahan dan hati-hati. "maaf-maaf, aku tak bermaksud mengganggu kalian," gumam Lusi sambil merapatkan kedua tangannya seolah mereka paham arti dari gestur itu.
***
Sedangkan eksekusi sedang berlangsung.
Tanpa rasa iba, Asong menendang tubuh Kim hingga terpental, seseorang lain langsung menangkap dan mencengkram tubuhnya.
Asong melangkah kembali mendekati Kim, lalu mengacungkan belati tajam tepat di depan matanya.
"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Kim dengan suara lirihnya.
"Benda ini akan merobek lehermu." Asong tersenyum miring dengan tatapan sinis, dan Kim menggelengkan kepalanya.
"Ja...ja...jangan sakiti aku, aku mohon, Tuan." Kim menatap tajam kearah mata pisau tajam yang sebentar lagi akan menggores kulit lehernya.
"Dasar manusia tamak!" Asong mendekatkan wajahnya dengan wajah Kim yang sudah memucat karena rasa takut yang berlebihan.
"seenaknya kau menggunakan uang Negara untuk berfoya-foya. Harta yang bukan menjadi hak-mu kau pergunakan untuk membiayai wanita simpanan-mu dan juga mengisi perutmu yang buncit ini!" Asong menepuk nepuk kasar perut buncit milik Kim, sementara 2 orang lainnya tertawa terbahak-bahak.
"Ampuni aku, aku mohon, ampuni aku!" teriak Kim memohon dengan suara putus asa.
"Tidak ada ampun bagimu!" kedua anak buah Asong mengikat lengan Kim kebelakang, sementara Asong dengan sadis me-robek tenggorokan Kim hingga cairan berwarna merah pekat mengalir dari lukanya yang menganga.
Suara Kim tertahan, tanpa rasa iba dan jijik, Asong memasukan jemarinya ke dalam luka tenggorokan Kim, lalu menarik lidahnya sampai keluar dari dalam robek-an lehernya.
Kim semakin tersiksa dan tak berdaya, ia mengejang karena kesulitan bernapas.
Sementara, cairan merah itu terus mengalir tanpa henti.
Kim seperti ayam yang baru saja di sembelih, ia meronta-ronta tak beraturan hingga menunggu ajalnya tiba.
Sedangkan Asong dan kedua anak buahnya seperti sedang menyaksikan hiburan tepat di depan mata mereka.
Mereka menertawakan ketidak berdayaan Kim sambil meneguk minuman keras, sisanya ia siram ke tubuh Kim yang sedang sekarat karena kehabisan darah.
Setelah Kim mencapai ajalnya, Asong kembali mengintruksikan kedua anak buahnya untuk menyeret tubuh Kim, dan memasukannya kedalam kuali raksasa di atas tungku api, kuali yang berisi cairan aspal hitam pekat dengan gumpalan gelembung yang memancarkan panas yang luar biasa.
Cairan itu bisa menghancurkan daging dan tulang secara instan.
"Rasakan!" kata Asong setelah puas mengeksekusi targetnya.
Seusai itu, ia dan kedua anak buahnya pergi meninggalkan ruangan tersebut setelah mematikan sakelar lampu.
Kini ia berjalan menuju kebun binatang mini miliknya karena akan memberi makan hewan-hewan peliharaanya disana.
"Leo..." seru Asong pada singa peliharaanya, ia membuka kandang besi itu, dan Leo berlari kecil kearah sang pemiliknya.
Asong mengusap kepala kucing besar itu tanpa rasa takut, dan Leo membalasnya dengan endusan dan juga jilat-an karena Leo sudah jinak pada Asong.
Tetapi, Leo menggeram kearah lain, lalu berlari.
"Hei Leo, kau mau kemana?" teriak Asong mencoba mengejar langkah kucing besar itu, Leo mengendus bau mangsa.
Dengan cepat Asong memeriksa sumber mencurigakan itu, hingga ia menemukan Lusi yang tengah bersembunyi di sela-sela permukaan tembok yang tak bisa terjangkau oleh Leo.
"Lusi, kenapa kau bisa berada disitu?" tanya Asong, ia segera mengamankan Leo dengan cara memasukan kembali ke dalam kandangnya.
Lalu ia mencoba mengeluarkan Lusi dari tempat persembunyiannya.
"Tuan, dia mau coba-coba kabur!" tiba-tiba pelayan Rui hadir diantara mereka, membuat Lusi semakin terjebak dalam situasi yang mendebarkan saat ini.
Lusi melihat pakaian Asong berlumur darah, membuatnya semakin yakin jika Asong bukanlah orang baik-baik.
"Dasar penjahat! Aku kira kau ini baik, ternyata kau ini seorang pem-bu-nuh!" teriak Lusi sedikit mendorong tubuh Asong.
Asong merasa tersinggung dengan ucapannya, ia langsung mencengkram kasar dagu Lusi.
"Apa kau bilang?!" Kini Asong menunjukan ekspresi mengerikan seperti bukan Asong yang Lusi kenal saat pertama kali.
"Rupa-rupanya iblis telah bersemayam dalam tubuhmu," kata Lusi, Asong semakin tak terima, reflek ia menampar wajah Lusi.
"Kau berani menamparku, hah?!" Lusi mengusap wajahnya yang terkena tamparan Asong.
"Jaga ucapanmu!" Asong mengarahkan jari telunjuk tepat ke wajah Lusi yang sudah memerah dan gemetar.
"Aku ingin keluar dari tempat terkutuk ini!" Lusi berusaha berlari tetapi dengan cepat Asong menahannya dengan cengkraman yang sangat kuat.
"Siapapun yang sudah masuk dalam istanaku, maka tidak akan bisa keluar begitu saja tanpa seizinku!" Asong menatap Lusi dengan ancaman.
"Lalu, apa yang kau inginkan dariku? bukankah kita sudah impas, aku menolong mu saat kau celaka, dan kau menolongku saat aku terjebak bersama penjahat itu!" papar Lusi yang semakin ingin melarikan diri.
Mendengar celotehan polosnya, Asong tertawa terbahak.
"Hahaha...tak semudah itu kau bisa melarikan diri dariku! Sekarang kau sudah tahu siapa aku. Jadi, tak ada lagi sandiwara diantara kita!" kata Asong, ucapnya membuat Lusi tak paham.
"Apapun itu, tolong biarkan aku pergi, aku tidak mau berada di tempat mengerikan ini!" Lusi terus memohon, tetapi Asong tak menggubrisnya.
Ia memangku tubuh Lusi dan kembali ke tempat semula Lusi berada.
Asong menghempaskan tubuh Lusi keatas tempat tidur, kemudian mengungkungnya dari atas.
"Kakak, apa yang akan kau lakukan padaku? Tolong jangan sakiti aku, aku mohon, aku ini masih sangat muda, Kak!" Lusi merintih, ia sudah membayangkan hal buruk yang akan di perbuat oleh Asong kali ini terhadapnya.
Asong menatap wajah Lusi dengan senyuman, tampaknya ia membayangkan satu malam panas bersama Lusi saat kemarin.
"Lusi, kau sudah berani menggodaku lebih dulu, jangan salahkan aku jika aku ingin mengulanginya lagi!" kata Asong dengan seringai lebar yang membingkai wajah tampannya.
Tetapi, hal itu tak membuat Lusi tergiur, ia sudah menatap image Asong sebagai penjahat, sehingga Lusi enggan dan terus memberontak berusaha keluar dari situasi yang membuatnya merasa semakin tak nyaman dan tak aman.
"Lepaskan aku!" teriak Lusi.
"Aku tak akan pernah melepaskanmu, Lusi, sekarang juga layani aku seperti malam kemarin!" pinta Asong, Lusi menggelengkan kepala sambil terus memberontak, hingga akhirnya ia lemas dan memilih untuk menyerah.
Tatapan kedua mata Asong kembali merasuk alam bawah sadarnya, ia kembali terbuai dalam pesona ketampanan yang di miliki pria itu.
Tetapi bau anyir darah di baju Asong berhasil membuat perutnya mual.
"Sebaiknya Kakak bersihkan dulu tubuh Kakak, aku tak mungkin melakukannya jika seperti ini." Lusi menutup mulut dan hidungnya bau darah itu semakin membuatnya pening.
"Hmm, baiklah." Asong melepas pakaiannya satu persatu tepat di hadapan Lusi, hingga roti sobek di perutnya terpampang dengan sempurna.
"Tunggu aku, awas kau jangan berani untuk melarikan diri, karena kau tak akan bisa lari dari sini!" Asong melayangkan tatapan penuh ancaman, Lusi hanya mengangguk dengan lemah.
Dengan cepat, Asong membersihkan tubuhnya untuk menghilangkan bau darah, ia semakin tak kuasa menahan has-ratnya jika kembali membayangkan aktifitas semalam bersama Lusi, mungkin akan menjadi candu baginya sebagai seorang pria yang baru pertama kali.
...
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments