Asong melihat pemandangan yang sangat memuakan, saat itu Sam tengah mengungkung seorang gadis.
Namun, Asong terkesima, ketika melihat gadis tersebut, pasalnya ia tak asing dengan pemilik wajah manis itu.
"Lusi," serunya, beruntung, Asong datang tepat pada waktunya.
Dengan cepat, Lusi merapihkan pakaian yang sudah sedikit terbuka itu, ia langsung berlari kearah Asong.
Kini fokus Asong kembali pada Sam, ia membelalakan kedua matanya dengan tatapan bringas, laiknya seekor singa yang telah menemukan mangsanya.
"Apa yang telah kau berbuat padanya, Sam?!" Asong berteriak dengan amarah, Sam berdiri dengan tegak meski hanya bertelan-jang dada.
"Kakak, tolong bawa aku keluar dari sini!" rintih Lusi, ia merasakan syok yang luar biasa, dan Asong menganggukinya.
"Oh, ternyata kau masih hidup, ya?" Sam tertawa miring, ia sama sekali tak gentar menerima ancaman dari Asong.
Mereka saling melayangkan tatapan tajam penuh arti persaingan.
Dengan cepat, Asong melancarkan serangan berupa tendangan dan pukulan kearah Sam, membuat Sam tersulut emosi, dengan cepat, ia berupaya membalas pukulan ke arah Asong.
Pertarungan antara Asong dan Sam kian memanas. Mereka berduel dengan pukulan dan tendangan yang sama-sama kuat, menghancurkan sebagian besar perabotan kamar.
Lusi bergeming diantara ketegangan yang luar biasa, ia berharap Asong memenangkan pertarungan ini dan bisa membawanya pergi dari tempat tersebut.
Meski luka di tubuh Asong belum sepenuhnya pulih, tetapi tekad dan keberanian mampu menguatkannya.
Mengingat Sam sudah mencelakai dirinya, amarahnya semakin memuncak, dengan tendangan kuat mencapai dada Sam, pria itu berhasil di lumpuhkan hingga darah keluar dari mulutnya.
Asong menginjak dadanya sekuat tenaga, ketidak berdayaan terpancar dari wajah Sam saat ini, tetapi Asong tak menaruh iba sedikitpun meski Sam sudah menyerah seraya mengangkat kedua tangannya keatas.
"Aku akui, aku sudah bersalah, maafkan aku!" ungkapnya dengan terpaksa, ia tak ingin mati begitu saja di tangan Asong.
Dengan amarah, Asong mengarahkan senjata api yang di genggamnya tepat ke dahi Sam.
"Asong, ampuni aku, tolong jangan bunuh aku!" Sam bersimpuh di hadapannya dengan sejuta permohonan meski ungkapan itu tak berasal dari hati.
Asong seakan tak menggubrisnya, tetapi ketika Asong hendak menembaknya, terjadi kendala.
"Sialan!" Asong melempar pistolnya kesembarang arah, karena pistol tersebut sudah kehabisan peluru, membuat Sam bisa bernapas degan lega karena dewi fortuna masih berada di pihaknya.
"Sam, kali ini kau beruntung! kalau saja pistol itu masih berisi peluru, mungkin saat ini kau sudah berada di neraka!" Asong masih melayangkan tatapan tajam penuh arti peringatan kepada Sam.
Ia membiarkan Sam untuk tetap hidup meski sudah tak berdaya, tetapi ia puas sudah memberikannya hukuman.
Sementara itu, Lusi merasakan lemah dan lemas di sekujur tubuh, ia tak dapat lagi menyeimbangkan posisinya.
"Lusi, apa yang terjadi denganmu? kenapa kau bisa berada disini?" tanya Asong dengan nada khawatir, Lusi hanya bisa merintih merasakan ketidak berdayaan pada dirinya sendiri.
"Kak, bawa aku pergi dari sini, nanti aku ceritakan padamu!" jawab Lusi dengan gemetar.
Asong langsung memangku tubuhnya, lalu membawanya keluar dari tempat tersebut.
Ruangan yang semula ramai, kini terlihat sepi dan mencekam dengan beberapa tubuh korban yang tergeletak di atas sofa dan lantai, beserta noda darah bercucuran yang terasa lengket ketika mengenai sepatu Asong saat ia melangkah.
Lusi menangis dalam pangkuan Asong, lalu Asong menaikan tubuh Lusi ke atas motornya.
"Kau pegangan yang kencang, ya!" teriak Asong memberikan intruksi pada Lusi.
Lusi langsung memeluk pinggang Asong dari belakang, dan menempelkan tubuhnya.
Asong memastikan jika Lusi berpegangan dengan kencang ketika hendak melaju.
Asong memacu motornya dengan kecepatan penuh membuat Lusi semakin kencang memeluknya.
Rambut panjangnya berkibar ke belakang, karena Lusi tak mengenakan helm.
"Kakak, jangan kencang-kencang, aku takut!" kata Lusi, tetapi Asong yang ingin segera tiba di mansion nya enggan mendengar peringatan Lusi.
Tak beberapa lama, mereka sampai di halaman mansion megah milik Asong, ia langsung memarkir motornya, lalu menurunkan tubuh Lusi dengan sangat hati-hati, setelah itu, ia kembali memangkunya.
Beberapa anak buahnya tertegun melihat Asong membawa seorang gadis cantik ke kediamannya, pasalnya Asong belum pernah membawa seorang wanita.
Kini mereka harus menyaksikan pemandangan langka tepat di depan mata.
"Tuan, itu siapa?" tanya Lu Han saat berpapasan dengan Asong.
"Kau tak usah banyak tanya, minggir!" Asong enggan menjawab, ia langsung membawa Lusi menuju lift, dan tubuh Lusi masih dalam pangkuannya.
Gadis cantik itu melingkarkan lengan di leher Asong, perasaan gugup kerap menguasainya, terlebih pengaruh obat yang di berikan Sam masih terasa.
Asong membawa Lusi ke dalam suatu kamar, kamar yang memang di peruntukan untuk para tamu istimewa.
Lusi menatap kekaguman di sekelilingnya, ia tak pernah melihat ruangan semewah ini.
Asong menghempaskan tubuh Lusi keatas tempat tidur tersebut.
Lusi tersenyum sambil memandangi wajah Asong dengan seksama.
"Dia begitu tampan," batin Lusi, ia merasakan ada getaran lain di hatinya, begitu juga dengan Asong, ia menatap Lusi dengan beribu kekaguman karena pesona keanggunan dan kecantikannya.
"Kakak," seru Lusi, ia hendak berbicara pada Asong, tetapi Asong harus menemui anak buahnya di ruang utama mansion.
"Lusi, maaf, ceritanya lain kali saja, aku sekarang harus menemui mereka dulu!" pamitnya, dengan cepat Lusi menarik lengan Asong, hingga wajah mereka semakin dekat.
"Kakak, aku mohon jangan pergi dulu, aku takut!" kata Lusi, Asong mengerti dan tersenyum.
"Kau tenang saja Lusi, kau akan aman berada disini, kami bukan orang jahat," balas Asong sambil mengusap kasar rambut panjangnya.
"Tapi, Kak..." Lusi langsung melingkarkan kedua lengannya di pinggang Asong, membuat lelaki itu tak tega untuk meninggalkannya seorang diri, karena ia tahu, Lusi masih mengalami terauma atas peristiwa yang menimpanya.
"Lusi, kau tenang ya," bisik Asong, Lusi semakin mempererat pelukan, hingga kedua benda berharga miliknya menempel dengan tubuh Asong.
Tak dapat di pungkiri, sebagai pria normal, Asong sedikit tergoda dan berhasrat.
"Lusi." Asong berusaha melepas pelukan, tetapi Lusi seakan enggan.
"Kak, tolong aku, Kak!" kata Lusi, Asong mengangguk.
"Ya, apa yang harus aku lakukan untuk menolong mu?" tanya Asong menawarkan bantuan untuk Lusi.
"Aku semakin tak tahan, Kak!" rintih Lusi, membuat Asong bingung akan maksud perkataanya.
"Ya, kau kenapa?"
Lusi langsung meraih lengan Asong, lalu menuntunnya, dan mengusapkan lengan Asong ke permukaan pa-hanya, dengan cepat Asong menarik lengannya dari genggaman Lusi.
"Lusi, apa-apaan kau ini?!" Asong merasa tindakan tersebut tak patut, ia tak ingin berbuat kurang ajar pada Lusi.
"Kak, aku mohon, hanya kau yang bisa membantuku, aku semakin tersiksa!" kata Lusi, kini ia berani melorotkan tali dress yang di kenakannya, dengan cepat Asong membalikan tubuh seakan enggan untuk melihat.
"Kak..." panggil Lusi, Asong merasa ada yang tak beres dengan gadis itu.
"Lusi, apa yang terjadi denganmu?! Kenapa kau berani seperti itu di hadapanku?" tanya Asong yang masih membelakangi Lusi.
Sementara, Lusi sudah melepas dress nya, hingga menyisakan dua buah pengaman benda berharganya.
Lusi beranjak dari tempat tidur, lalu memeluknya dari belakang.
"Kak, aku tak tahu apa yang terjadi denganku, aku hanya ingin kau menyentuhku!" kata Lusi yang semakin tak tahan dan tersiksa akibat pengaruh obat tersebut.
Asong berusaha melepas dekapannya, lalu berbalik, ia tak kuasa menatap kemolekan tubuh Lusi di balik 2 kain pengaman yang menutupi atas dan bawah tubuhnya.
Asong tertegun beberapa saat sambil menelan salivanya dengan susah payah.
"Astaga!" Asong mencoba tersadar dari pengaruh negatif yang menguasai pikirannya.
"Kak..." rengek Lusi, kali ini ia hendak membuka pengaman gunung kembarnya, dengan cepat Asong menahannya untuk tak membuka benda tersebut karena akan sangat berbahaya, ia sudah kesulitan mengontrol nafsunya.
"Lusi, jangan lakukan!" cegah Asong, tetapi Lusi tak mengindahkan ucapannya.
Ia benar-benar membuka pengaman gunung kembarnya, hingga menampilkan 2 gundukan indah yang menggoda tepat di hadapan Asong saat ini.
"Oh, ya Tuhan!" Asong menepuk keningnya sendiri, lalu mengusap kasar wajahnya karena Lusi berhasil memancing bira-hinya.
"Lusi, sebenarnya kau ini kenapa?" tanya Asong, Lusi langsung menceritakan apa yang terjadi padanya hingga ia merasakan ketidak nyamanan di sekujur tubuhnya akibat pengaruh obat laknat itu.
"Kakak aku mohon, sentuh aku, aku tak akan meminta pertanggung jawaban darimu!" Lusi terus memohon pada Asong. Namun, Asong tak sampai hati untuk meno-dai kesuciannya.
"Aku tidak bisa, Lusi!" tolak Asong, tetapi Lusi merasa semakin tersiksa, ia merasakan panas yang luar biasa hingga kulitnya memerah, cara satu-satunya adalah dengan menyalurkan has-ratnya maka ia bisa sembuh.
Asong akhirnya menyerah, iapun sudah tak kuasa menahan tubuhnya untuk tak menyentuh Lusi.
Asong mendorong tubuh Lusi, hingga gadis itu terhempas keatas tempat tidur.
Kini kedua mata itu saling bersambut, dengan deru napas yang terasa hangat dan menggelitik membuat bulu kuduk meremang, ketika Asong membungkam mulut Lusi dengan mulutnya.
Kedua mata Lusi terpejam ketika jari jemari Asong menggelitik dan mengelus permukaan pa-hanya.
Kecupan itu semakin turun mencapai kedua gunung kembar Lusi yang begitu menggiurkan, membuat gadis cantik itu tak bisa mengontrol tubuhnya sendiri saat merasakan sensasi luar biasa yang di berikan Asong padanya.
...
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments