Tidak di kantin, di depan kelas, bahkan hingga ke depan toilet pun Leon terus mengikuti Lea. Ia khawatir pada gadis itu dan ia juga merasa bersalah karena sudah membuat Lea menangis. Ia sendiri pun tidak tahu ada apa dengan perasaannya, apalagi setelah pembicaraan tadi di taman Lea sama sekali tidak mau berbicara dengannya dan bahkan mengabaikan keberadaannya.
Leon merasa tidak tenang.
Ada yang hilang dari hidupnya, ah hatinya juga merasa kesepian tanpa suara berisik Lea yang selalu mengatakan jika ia tampan dan meminta untuk menikahinya. Ocehan Lea yang menurutnya unfaedah tapi mampu membuatnya tertawa walau tertahan dan yang pasti ia tidak suka perubahan Lea seperti ini. Apalagi ketika anak-anak di sekolah bertanya siapa dia, Lea hanya menjawab bahwa Leon adalah bodyguard saja.
Entah mengapa jawaban Lea itu membuat hati Leon kesal. Ia tidak terima tetapi menolak juga fakta itu.
Bel panjang berbunyi, tanda seluruh mata pelajaran hari ini telah berakhir. Leon tersenyum lebar karena sebentar lagi tugasnya hari ini berakhir. Oh bukan, lebih tepatnya ia tersenyum karena sebentar lagi ia akan bertemu dengan Lea dan berdua di dalam mobil.
"Lea, ayo pulang," ajak Leon dengan suara yang begitu ramah dan senyuman manisnya yang selalu membuat Lea halu itu ia lebarkan akan tetapi beberapa detik kemudian wajahnya berubah datar saat Lea sama sekali tidak menanggapinya dan berlalu pergi tanpa sepatah kata pun.
'Tch, dia mengabaikanku.'
Leon berjalan di belakang Lea dan teman-temannya, ia berusaha untuk mendengar apa yang sedang dibahas oleh geng kompor meleduk tersebut dan sepetinya ia mendengar pembicaraan yang tidak menyenangkan hatinya.
"Lea, lu mending jadian aja deh sama Mahen. Dia ganteng dan lu lumayan cantik lah, bakalan cocok banget kalian," ucap Radit sambil merangkul bahu Lea.
Oh apa-apaan ini, mengapa Radit dengan entengnya merangkul Lea dan oh, oh, apa-apaan juga dengan hatinya, mengapa ia tidak terima sedangkan ia bukan siapa-siapa, mengapa harus merasa tidak terima dan ingin protes.
Leon merasa ia mulai kehilangan kesadarannya dan sepertinya ia kekurangan ion untuk tubuhnya. Ia butuh air mineral karena sepertinya ia fokus.
"Sepertinya apa yang lu bilang bisa gue pertimbangkan. Lagi pula dia juga suka banget sama gue. Daripada gue menyukai seseorang yang nggak suka sama gue, mending sama yang udah pasti saja. Iya nggak?" ujar Lea dan ketiga sahabatnya itu langsung berteriak setuju.
Kedua tangan Leon terkepal, percakapan singkat itu membuat dadanya bergemuruh. Dengan cepat ia berjalan dan menarik tangan Lea untuk segera pergi ke parkiran.
"Om apaan sih?!" pekik Lea dan dengan sekuat tenaga ia menghempaskan tangannya dari cengkeraman Leon.
"Masuk Lea!" ucap Leon dengan suara yang begitu dingin dan Lea pertama kalinya mendengar Leon berbicara dengan nada seperti ini. Membuatnya merinding dan seketika ia menurut saja.
Di dalam mobil Leon menyetir ugal-ugalan, Lea bahkan harus terus berpegangan agar tidak terlempar sana-sini. Jujur aja ia sangat takut dengan cara Leon menyetir seperti ini seolah mereka ada di arena balap. Namun karena marah, Lea sama sekali tidak mau berbicara pada Leon, jika harus kecelakaan pun ia tetap akan bersikap dingin dan cuek pada Leon.
"Mengapa masih belum mau bicara, hem?" tanya Leon seraya menatap Lea dengan kesal.
Lea menatap Leon sekilas kemudian ia melirik ke luar jendela. "Apakah itu penting?" tanya Lea dengan suara yang terdengar begitu datar.
Leon berdecak, bukan jawaban seperti itu yang ia inginkan. "Apakah kamu tidak terima karena kucium? Bukankah katamu kita semalam sudah berciuman secara tidak langsung? Lalu apa salahnya jika dilangsungkan? Bukankah kamu juga menginginkannya? Kamu menginginkanku bukan? Mengapa sekarang mendadak sok jual mahal? Kesal karena ditolak?"
Napas Lea memburu, tangannya terkepal kuat, sepertinya keputusannya untuk menyukai pria dewasa ini salah. Pria ini sangat arogan dan selalu menyakitkan hati jika sudah mulai berbicara serius. Apakah dia harus mundur karena ia terus saja tersakiti? Tetapi apakah secepat ini? Ia bahkan baru memulainya.
"Jika di mata dan pikiran Om Leon seperti itu, maka terserah saja. Anggap saja Lea seperti itu, anggap saja Lea adalah gadis yang sangat tergila-gila sama Om Leon dan berharap bisa mendapatkan Om Leon. Tapi ingat Om, yang ada dianggap Om Leon itu cuma halu! Lea udah nggak suka sama Om Leon, Lea nggak suka pria arogan seperti Anda dan ingat batasan Anda terhadap saya, di sini Anda hanya sopir merangkap bodyguard sedangkan saya adalah majikan. Jaga bicara dan jarak dari saya!"
Itu bukan bagian dari sandiwara Lea, ia murni merasa sakit hati dan marah. Ucapan Leon sangat menyakiti hati dan perasaannya. Lea bukanlah gadis yang ambisius, ini pertama kalinya ia terobsesi pada seseorang tetapi menyadari semua itu hanya akan menyakitinya, Lea memilih untuk mundur teratur.
"Tapi ingat sayang, jika usahamu tetap tidak membuahkan hasil, berhentilah! Takdirnya wanita adalah dikejar dan bukan mengejar. Jika dia tidak ingin mengejarmu mengapa kamu harus bersusah payah membuang waktu dan tenaga. Kamu masih sangat muda dan di luar sana pasti banyak yang lebih baik darinya. Jangan memaksakan kehendak jika semuanya diluar harapanmu."
Kembali ucapan grandma Evelyn terngiang di telinga Lea. Ia membenarkan ucapan tersebut, takdirnya memang untuk dikejar seperti Mahen yang mengejarnya dan juga banyak lagi cowok-cowok yang suka padanya serta mengejarnya tetapi terhalang oleh portal yang dibuat oleh papinya.
Jawaban Lea membuat Leon menginjak rem dan perlahan menepikan mobilnya. Sepertinya gadis ini memang sangat marah padanya dan ia tidak rela Lea bersikap dingin, acuh tak acuh padanya sedangkan ia mulai merasa nyaman berbincang dengan gadis ini. Apalagi dengan Lea yang menegaskan tentang status dan posisi mereka, Leon merasa dihinakan oleh gadis ini tetapi ia lebih merasa bahwa semua ini terjadi karenanya. Ia yang salah.
Leon menghela napas kemudian ia menatap Lea. Tangannya hendak terulur untuk menyentuh kepala Lea tetapi ia ingat gadis ini tadi menolak sentuhan fisik darinya.
"Untuk masalah tadi pagi, di taman sekolah dan baru saja, saya minta maaf," ucap Leon, suaranya terdengar merdu tetapi tegas.
Lea meliriknya kemudian mengangguk. "Ya, untuk semua itu lupakan saja dan anggap tidak terjadi apa-apa. Akan lebih baik seperti itu dan mulai sekarang mari kita memposisikan diri kita masing-masing."
Sebenarnya Lea tidak tega harus berbicara seperti itu sebab ia sendiri tidak pernah membedakan siapapun, baginya semua manusia itu sama si mata Sang Pencipta. Namun ia juga ingin membuat dirinya sadar siapa yang sedang ia kejar ini, pria mustahil yang merupakan suatu ketidakmungkinan yang selalu ia semogakan.
'Apa ini? Mengapa aku merasa tidak nyaman dengan ucapan Lea? Sudahkah aku memiliki rasa itu? Ah tidak mungkin!'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
wiemay
akui aja om leon kalo om leon udh ada rasa ma ayang lea....
katakan cepat sblm terlambat....
2023-10-13
0
Lia Widia Astuti Irawan
ayo sadarlah leon,, kamu tuh udah suka sama lea,,
2023-10-13
0