"Pertama-tama adalah memperhatikan penampilan."
Lea memperhatikan penampilannya di depan cermin. Menurut kiat-kiat yang ia baca lewat artikel di internet, hal pertama yang harus ia lakukan adalah memperhatikan penampilannya apakah menarik atau tidak. Namun sama sekali tidak ada yang berubah dari refleksi dirinya di cermin selain ia merasa wajahnya terlihat menor setelah ia mengenakan make up yang tidak biasa ia kenakan di wajahnya.
"Oh my God, ini gue justru terlihat seperti tante-tante!" pekik Lea kemudian ia membersihkan make up yang sudah melekat di wajahnya. "Tch, gue ini udah cantik alami, tanpa polesan make up pun udah cantik. Gue hanya kurang percaya diri. Ya, gue kurang percaya diri dan itu yang harus gue bangun lebih dulu. Gue cantik gue aman," lanjutnya.
Sambil bersungut-sungut Lea membersihkan wajahnya yang seakan dijadikan sebuah kanvas dengan coretan warna-warni yang nampak berantakan.
Bibirnya menyunggingkan senyuman ketika seluruh warna di wajahnya itu menghilang dan tampaklah rona asli wajahnya yang cantik dan imut. Ia lebih senang melihat wajahnya tanpa polesan, yang terpenting adalah kepercayaan diri.
"Duh, gini amat ya ngejar lelaki impian. Perasaan kemarin-kemarin gue nggak ada deh jatuh cinta walau cowok itu tampan banget dan tajir melintir. Tetapi ... begitu Om Leon datang, gue langsung tersengat aliran listrik cintanya. Gue kalau detak dia rasanya kayak nyetrum-nyetrum gitu. Aaahhh ...!"
Gadis itu jingkrak-jingkrak kesenangan dan juga merasa gemas dengan dirinya yang kini akhirnya merasakan jatuh cinta. Untuk pertama kalinya dan pada pria yang sepantasnya ia sebut Om atau ayah sebab usianya sepantaran papinya. Tetapi bukankah cinta tidak memandang usia?
Vano dan Vino menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar dari balik pintu sang kakak tengah berteriak-teriak dan juga tertawa tidak jelas.
"Kakak kayaknya udah gila deh," ucap Vano dan Vino hanya menganggukkan kepala. Remaja yang sikapnya begitu dingin persis seperti sikap Frey itu langsung mengajak Vano turun dan sarapan bersama. Ia membiarkan kakaknya yang menurutnya sedang kesurupan itu di dalam kamar. Nanti juga akan datang dengan sendirinya.
Di meja makan sudah ada Aluna dan Frey serta kakek Kriss yang sedang menunggu kedatangan anak-anak untuk ikut sarapan. Tidak ada Leon di sana sebab Leon pun memiliki rumah sendiri dan tidak mungkin menginap atau numpang makan di rumah orang setiap hari. Mulai sekarang Leon hanya akan datang saat Lea hendak pergi ke sekolah.
Leon mengantisipasi terkena karma setiap kali berucap di rumah ini, seakan di tempat ini sudah terpasang sensor apa yang ia ucapkan akan langsung terbaca dan terdeteksi.
"Kak Lea dimana?" tanya Kriss.
"Masih di kamar Kek," jawab Vano.
"Lagi kesurupan!" jawab Vino yang wajahnya terlihat begitu datar, ia langsung mengambil tempat tanpa mempedulikan raut wajah setiap orang yang saat ini sedang menatapnya. Lagi pula ia bicara sesuai pemikirannya tentang apa yang dilakukan kakaknya di kamar.
Ingin bertanya lebih lanjut tapi orang yang mereka hendak ghibahkan itu sudah menuruni anak tangga sambil bersenandung.
Tumben!
Tidak biasanya seperti ini karena Lea paling malas bernyanyi walaupun sebenarnya ia memiliki suara emas dan itu diakui di sekolahnya sebab ia sering mewakili sekolah saat pentas seni dan juga perlombaan musical antar sekolah.
"Kan benar, Kak Lea sedang kesurupan," celetuk Vino yang diangguki secara tidak sadar oleh yang lainnya.
Lea yang tadinya begitu bersemangat mendadak memanyunkan bibirnya saat tidak menemukan keberadaan mood boosternya di meja makan. Ia celingak-celinguk mencari sosok itu tetapi tidak ia temukan. Dengan malas Lea duduk di kursinya dan mulai menikmati sarapannya. Tidak ada lagi gaya putri keraton saat menyantap makanan, ia kembali seperti biasanya.
Frey dan Aluna saling menatap dengan tatapan penuh makna. Keduanya tentu tahu apa yang ada di pikiran putri mereka. Namun untuk saat ini mereka masih memantaunya, jika memang terbukti perasaan Lea bukan hanya sekadar suka tetapi sudah lebih dalam lagi, mereka akan mengambil tindakan.
Sudah mereka bicarakan, Aluna sebenarnya ingin antisipasi dengan meminta Leon dan Lea dijauhkan, tetapi Frey masih membutuhkan Leon untuk Lea. Aluna hanya bisa mengiyakan saja, namun dalam hati ia meragu. Jika tidak dicegah sejak dini, ia khawatir Lea akan semakin dalam menyukai Leon dan akan sangat sulit untuk membuat anak mereka mengerti dan melepas perasaannya nanti.
Selepas sarapan, Lea dan kedua adiknya keluar bersama dan di sana Lea langsung berbinar-binar sebab sang pujaan hati ternyata sedang duduk di teras sambil bermain ponsel dan itu terlihat keren di mata Lea.
'Udah tampan, keren, wangi, dewasa, ihh pokoknya idaman banget dah. Sayangnya bangkrut. Eh tapi nggak apa, warisan gue banyak. Dari keluarga Prayoga, Emrick, sama Griffin, warisan gue banyak. Belum lagi kalau gue nuntut sama grandpa Brian Smith, udah lah kaya gue dan gue bakalan jadi sugar mommy Om Leon ....'
Vano dan Vino kembali geleng-geleng kepala melihat reaksi Lea. Mereka memilih untuk masuk di mobil yang khusus untuk mengantar mereka ke sekolah dibandingkan harus melihat kelakuan kakaknya.
Menyadari kehadiran seseorang di dekatnya, Leon langsung menyimpan ponselnya dan menatap heran pada Lea yang sedang menatapnya tanpa berkedip.
'Duh, ni bocah pasti lagi mikir yang enggak-enggak. Bisa gawat kalau Frey sampai tahu, bisa-bisa aku lagi yang disalahin. Emang sih, pesona pria tampan itu tidak bisa diragukan lagi. Sekelas bocah 17 tahun seperti Eleanor pun jatuh cinta padaku. Tapi aku enggak!' gumam Leon dalam hati.
Leon menjentikkan jarinya dan menyadarkan Lea yang tengah melamun. "Awas ilernya udah netes," ejek Leon dan dengan cepat Lea mengelap wajahnya dan ternyata ia hanya dikelabui oleh Leon.
Gadis itu mendengus kemudian ia segera masuk ke dalam mobil meninggalkan Leon yang sedang menertawainya.
"Untung dia ketawa terlihat tampan. Kalau seandainya dia jelek terus ngetawain gue, bakalan gue serang pakai jurus Taju Mokuton Bunshin No Jutsu!" sungut Lea.
Tak lama kemudian Leon sudah duduk di balik kemudi dan ia langsung membawa mobil tersebut tanpa banyak bicara. Melihat Leon yang nampak diam, Lea mulai gelisah. Masalahnya, di artikel tersebut tertulis bahwa cara kedua adalah dengan menjadi pendengar yang baik.
Bagaimana Lea akan menjadi pendengar yang baik jika crushnya diam seperti ini. Ingin mengajak bicara pun ia kembali teringat ucapan grandma Evelyn semalam.
"Jika dia sangat cuek dan terkesan tidak menyukaimu, maka kamu harus memasang tampang sama. Tunjukkan padanya kalau kamu sebenarnya tidak tertarik dan berikan penolakan hingga membuat dia sadar kalau menolakmu adalah sebuah kebodohan besar!"
Lea duduk gelisah, rasanya semua ini terlalu berat dan ia tidak akan sanggup menghadapi pria sedingin Leonardo Shan, tetapi ia sudah terlanjur ingin maju, ia harus menenangkan pilkada kali ini. Eh memenangkan hati Om tampan maksudnya.
"Kenapa kamu? Berpikiran mesum lagi? Memikirkan cara untuk bisa memeluk atau mencium saya lagi?" tanya Leon yang sebenarnya merasa sunyi sebab Lea yang ia ketahui adalah gadis berisik.
Lea menatap Leon dengan kesal. "Dijaga ya Om ucapannya. Emang Lea gadis apaan! Lagi pula bukannya semalam Om Leon udah cium Lea? Kita udah berciuman," ucap Lea menyeringai.
Leon tertawa sarkas. "Apakah kamu terlalu menginginkan saya sampai bermimpi berciuman dengan saya?" ejek Leon.
Lea tersenyum sinis dan itu membuat Leon merasa aneh pada hatinya. "Oh apakah Om Leon lupa semalam Om itu minum di gelas bekas Lea? Bukankah itu artinya kita sudah berciuman secara tidak langsung? Bagaimana rasanya Om?"
Uhukk ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments