"Bagaimana kabar Lexi, Sist?" tanya Leon ketika ia menemui Jihan di rumah sakit sepulang dari mengantar Lea.
Jihan menggeleng, ia menghela napas dengan sedikit kasar, nampak sekali wajahnya begitu lelah dan kurang tidur. Mungkin ia begadang menunggu suaminya bangun dan juga mengurus masalah perusahaan.
Leon duduk di sofa dan Jihan pun beranjak ke sana sebab sejak tadi ia duduk di samping ranjang Lexi.
"Dimana Firman dan Firah?" tanya Leon.
"Di rumah bersama Ayah. Mereka sebaiknya berada di rumah saja dan belajar," jawab Jihan sedikit lesu namun ia tetap mempertahankan senyumannya.
"Bagaimana ini Leon, kasihan Ayah jika perusahaan kita hancur begini. Belum lagi perusahaan milik keluarga Lexi sudah diambil alih oleh adiknya, aku bingung, Bro," ucap Jihan kemudian ia menyandarkan kepalanya di bahu Leon.
Tangan Leon terulur untuk mengusap kepala kakaknya. Ia juga merasa bersalah karena seharusnya tugas mengurus perusahaan itu adalah tanggung jawabnya, ia yang curang karena melarikan diri hingga Lexi mengabaikan perusahaan milik keluarganya dan bersama-sama Jihan mengambil alih tugasnya.
Dalam hati Leon berjanji akan membuat perusahaan itu kembali stabil jikapun nanti penipu itu tidak bisa mengembalikan uang perusahaan. Frey juga berjanji akan memberi investasi begitupun dengan tuan Alvaro Genta Prayoga.
"Frey pasti akan menemukan pelakunya dan semua akan kembali baik-baik saja. Jangan terlalu dipusingkan karena aku pasti akan membantu menyelesaikan masalah ini. Kita akan kembali membangun perusahaan keluarga Shan dan memajukannya seperti dulu," ucap Leon berusaha menenangkan Jihan.
Jihan menarik kepalanya dari bahu Leon, ia tersenyum dan tatapan matanya benar-benar menyiratkan harapan yang besar dari ucapan Leon tersebut.
"Oh ya, bukannya kamu pernah bilang mau nikah? Kenapa sampai sekarang nggak dikenalin langsung si Briella itu?" tanya Jihan yang baru teringat akan cerita Leon beberapa waktu yang lalu sebelum masalah ini terjadi.
Leon memang pernah mengatakan bahwa ia akan menikahi Briella dan Jihan sudah pernah berkenalan dengan wanita itu lewat panggilan telepon. Namun Leon bisa apa, tepat di hari ia ingin memperjelas status hubungan mereka dengan membawanya ke jenjang yang lebih serius, Briella ternyata berkhianat.
"Tidak akan ada pernikahan, Sist. Semuanya berakhir. Aku dan Briella berakhir," jawab Leon sedikit menekan kata-katanya. Ada yang terasa sesak di hati Leon tetapi bukan karena mengingat pengkhianatan Briella melainkan ia yang tiba-tiba teringat percakapan Lea dan teman-temannya yang ingin menjodohkan Lea dengan Mahen.
'Apa yang terjadi dengan perasaanku?'
Jihan tentu terkejut mendengar cerita Leon. Harusnya mereka berangkat ke Australia untuk melamar kekasih Leon itu, namun ternyata hubungan mereka telah berakhir dan ada rasa lega di hati Jihan mengetahuinya.
"Bukankah sudah pernah aku katakan, wanita itu tidak baik untukmu, hanya saja kamu terlalu jatuh cinta padanya. Tetapi dari yang aku lihat, kamu tidak terlihat seperti pria yang baru saja merasakan patah hati. Apakah kamu sudah move on? Secepat itu kah? Wah siapa nih wanita hebat yang mampu membuat seorang Leonardo Shan yang membucin pada Briella mendadak melupakannya begitu saja, hebat sekali dia," ledek Jihan dan wajah Leon seketika memerah ketika ia teringat wajah imut Lea.
Leon segera memalingkan wajahnya ketika Jihan terus menggodanya. Kakaknya itu mendapati wajah Leon yang merona dan ia tidak berhenti menggoda Leon dan yang pasti ia sangat penasaran dengan gadis yang pasti sudah mengisi hari dan hati Leon hingga ia mampu melupakan Briella, wanita yang digadang-gadangkan akan menjadi adik iparnya itu.
"Apa sih, Sist. Nggak ada ya, aku baru putus dari Briella sebelum aku berangkat ke negara ini. Mana mungkin secepat itu menemukan wanita, lagi pula aku tidak sedang berburu wanita di sini," elak Leon namun semakin ia mengelak semakin pula ia merasa kesal saat bayang-bayang Lea menghantui pikirannya.
'Aku pasti sudah gila!'
Jihan tertawa dan ini pertama kalinya ia tertawa lepas setelah kejadian tragis yang menimpa keluarganya. Leon senang melihat sang kakak yang selama ini bekerja keras untuk memenuhi tugasnya itu bisa tertawa lepas sekarang. Leon langsung membawanya ke dalam pelukan.
"Kamu sangat cantik jika sedang tertawa, Sist. Percayalah semua akan baik-baik saja. Badai pasti berlalu dan akan ada pelangi setelah hujan. Berdoalah semoga Lexi segera bangun dan perusahaan kita kembali stabil. Maafkan aku, seharusnya ini adalah tanggung jawabku. Terima kasih karena sudah melakukannya untukku," ucap Leon sedikit lirih.
Jihan membalas pelukan Leon, saudaranya ini memang terlihat arogan tetapi kasih sayangnya terhadap keluarga itu tidak bisa diragukan lagi. Kedua anaknya bahkan meskipun tinggal berjauhan dari Leon tetapi tidak pernah terabaikan oleh pamannya ini. Leon pasti selalu menanyakan kabar mereka dan memberikan mereka uang jajan.
"Aku berharap begitu. Tetapi sekarang aku ingin tahu, wanita mana yang mampu merebut hatimu itu pria arogan?"
Dengan cepat Leon melepaskan pelukannya, pertanyaan Jihan ini entah mengapa langsung menghubungkan pikirannya dengan Lea. Wajah gadis itu langsung terbayang di pikirannya.
"Kamu mau mencoba mengelak? Sayang sekali ekspresi wajahmu mengatakan lain, Bro. Sekarang ayo cerita siapa dia dan kamu mengenalnya sejak kapan? Jika sudah pasti dengannya segera lamar saja, ingat Leon usiamu tidak lagi muda. Kamu harus segera menikah dan memiliki penerus, bisnis kamu itu sudah berkembang pesat Leon, ingat kata-kataku ini. Pastikan dia layak untukmu dan jangan terlalu lama menunda."
Ucapan Jihan begitu 'jleebb' di hati Leon. Masalah usia, memang seharusnya ia sudah menikah sejak lama bahkan. Harusnya ia sudah memiliki anak paling tidak dua anak, tetapi ia yang terlalu workaholic melupakan itu semua dan ketika ia menginginkan hubungan serius justru ia mendapati dirinya dikhianati.
"Aku belum menemukan seseorang, Sist. Belum ada niat mencari, hanya saja ada —"
Belum selesai Leon menceritakan kisahnya, ponselnya berdering dan itu adalah panggilan dari Frey. Ia harus menjawabnya karena ia yakin ini pasti penting. Oh atau mungkin Lea mengadu pada papinya tentang kejadian hari ini, Frey bisa membunuhnya.
"Sebentar ya Sist, Frey menelepon," ucap Leon sambil memperlihatkan layar ponselnya. Jihan mengangguk walaupun ia sangat penasaran dengan kelanjutan cerita Leon.
"Halo ...."
"Apa sudah menemukan sesuatu yang aneh di sekolah Lea?" tanya Frey to the point.
Leon menghela napas lega, ia mengira Frey meneleponnya untuk mengancamnya, ia sudah sempat panik tadi. Tetapi mengingat pertanyaan Frey, Leon langsung teringat akan sosok yang ia duga sebagai misi yang diberikan Frey padanya.
"Ya, apakah bocah itu?" tanya Leon.
Tidak ada sahutan dari Frey, Leon menduga jika ucapannya benar. Ia mulai berpikir mengapa hanya menghadapi bocah seperti itu Frey tidak turun tangan langsung atau menyuruh saja salah satu anak buahnya. Sangat membingungkan.
"Cari tahu tentangnya. Besok sore harus sudah menemukan data detail tentangnya," titah Frey kemudian ia mematikan sambungan teleponnya.
Leon berdecak! Hanya hal sepele seperti ini Frey bahkan melibatkannya. Padahal, Leon tahu jika Frey bisa dalam sekejap mata mendapatkan yang ia inginkan, tetapi Frey malah menyuruhnya.
Sementara itu di tempat berbeda lebih tepatnya di dalam ruang kerjanya, Frey sedang duduk sambil memutar-mutar kursinya. Ia memejamkan matanya dengan beban pikiran yang begitu berat.
"Aku sudah mengantongi semua datanya, tetapi ada yang harus kamu tahu Leon. Tugasmu baru dimulai setelah kamu menemukan data dari anak itu," gumam Frey kemudian ia membuka kedua matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
ari sachio
mahen keponakan leon .dia punya pikiran sesat gara2 cici yg muluty kek kenalpot bocor.
2023-10-14
0
wiemay
keponakan leon
mahen kan anaknya kenan
2023-10-14
0