Pagi masih berkabut, tapi halaman kampus UIN Jakarta sudah ramai dipenuhi mahasiswa-mahasiswi di segala penjurunya.
Hari ini adalah hari pertama pelaksanaan masa Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (OSPEK) di kampus UIN Jakarta.
Para mahasiswa dan mahasiswi itu terlihat memakai kostum dengan dua warna yang berbeda. Yaitu warna hitam-putih, dan warna biru tua.
Yang memakai kostum hitam-putih adalah para mahasiswa baru (MABA), dan yang memakai atasan biru tua tentu saja adalah para kating, alias kakak tingkat mereka. Biru tua adalah warna jas almamater UIN Jakarta.
Aku berdebar-debar memasuki barisan. Tentu saja. Meskipun kemarin aku sudah melihat banyak video dan ulasan tentang proses OSPEK MABA di UIN yang berbeda dengan OSPEK seperti biasanya di kampus lainnya, tetap saja hari pertama membuatku gugup dan deg-degan.
Apa yang akan ku lalui hari ini ?
Aku melirik Nuri yang berada di barisan lain, tak jauh dari barisanku. Nuri pun sepertinya sama denganku, wajahnya terlihat cukup tegang.
Kegiatan OSPEK memang belum di mulai, tapi kami para MABA sudah berkumpul di barisan masing-masing, sesuai jurusan akademiknya.
Aku membenarkan kalung namaku yang miring. Kami para MABA memang di haruskan memakai name tag yang di kalungkan ke leher. Name tag itu berisi identitas masing-masing MABA. Nama, kelompok, dan jurusan akademiknya.
"Hai,.." Seseorang menyenggol bahu ku dari samping.
Aku menoleh. Sesorang mahasiswi yang duduk di sebelahku, tersenyum padaku.
"Kenalin, aku Rara" Ucapanya sambil mengulurkan tangan.
"Aku Aisyah" Sahutku sambil menyambut uluran tangannya.
"Aku,. boleh minta tolong gak ? Aku butuh bantuan" Rara tersenyum meringis. Ada sirat kecemasan di wajahnya.
"Kamu kenapa Ra ? Kamu sakit ?" Aku berusaha menerka-nerka. Karena memang wajah Rara terlihat sedikit pucat.
"Aku sepertinya tiba-tiba dapet mens" Rara berbisik pelan di dekat telingaku.
"Waduuh,.. trus gimana? kamu bawa pembalut gak?" Ucapku ikut mencemaskan situasi yang tengah di alami Rara. Kebayang kan,.. gimana rasanya saat mens hari pertama.
"Aku gak bawa. Kamu bawa gak Aisyah ?" Ucap Rara sambil menggigit ujung bibir bawahnya. Rara terlihat cemas.
"Aku juga gak bawa. Biasanya aku bawa, kalo pas deket-deket tanggal mens. Untuk persiapan"
Aku menengok kiri-kanan. Mencari-cari kantin atau lapak penjual terdekat. Aku ingat, Tirto pernah mengatakan, bahwa di areal kampus ada toko koperasi, yang di kelola oleh para mahasiswa.
"Aisyah,.. kayaknya aku deres banget nih. Aku biasanya emang gitu. Hari pertama sampai ketiga tuh biasanya deres banget, banjir." Rara terlihat makin khawatir.
"Ya udah, kamu buruan ke toilet. Aku carikan kamu pembalut, nanti aku susul kamu ke toilet" Ucapku menenangkan Rara.
Rara segera berdiri dan berbalik arah menuju toilet, yang letaknya memang di belakang, tak jauh dari lapangan tempat kami berkumpul.
Baru selangkah Rara berjalan, aku segera menyadari sesuatu,...
"Ra,..! Tunggu !" Aku memanggil Rara, dan cepat-cepat menusul di belakangnya. Kemudian aku berdiri tepat di belakang Rara.
"Ra,. kamu bocor. Kamu nembus"
Sepertinya menstruasi Rara benar-benar deras. Bercak merah menembus roknya, lalu merembes di ujung bawah kemeja putihnya. Meskipun roknya warna hitam, sehingga bercak itu tersamarkan, tapi warna merah di ujung kemeja putihnya, benar-benar terlihat sangat mencolok.
Rara melongok ke arah belakang pakaiannya. Segera wajahnya berubah panik.
"Aduh gimana nih ?? " Rara menutupi ujung kemejanya dengan kedua telapak tangannya.
"Udah cepetan sana ke toilet. Gulung aja dikit bajunya" Aku memberi saran.
Rara menggulung ujung kemejanya, lalu ia menggenggam gulungan itu dengan satu tangannya. Kemudian ia berlari ke arah toilet.
"Hufft,.. Rara,... Rara,.." Aku bergumam pelan.
Aku kemudian bergegas juga pergi membelikan pembalut untuk Rara, tentu dengan langkah cepat juga.
Baru beberapa langkah aku jalan,..
"Tuuuuiiiiit. Nguuiiiiiiing....! " Suara pengeras suara di nyalakan.
"Perhatian untuk para MABA, segera membentuk barisan sesuai bendera masing-masing !"
Terdengar panitia OSPEK memberi aba-aba. Yang di maksud bendera masing-masing, adalah berbaris sesuai jurusan masing-masing.
"Aduh gimana nih"
"Kalau aku tetap pergi, pasti aku terlambat masuk di barisan, dan pasti aku akan dapat hukuman. Tapi kalo aku urungkan untuk pergi, bagaimana dengan Rara ??"
Aku bimbang sesaat. Namun secepat kilat aku memutuskan. Membantu Rara saat ini adalah hal yang sangat urgent. Dia tidak akan keluar dari kamar mandi sebelum aku datang membawakan pembalut yang di butuhkannya.
Beruntung toko koperasi itu letaknya tak begitu jauh. Dengan setengah berlari, 3 menit kemudian aku sampai. Aku membeli pembalut, lalu secepat mungkin berlari kembali menuju lapangan.
Aku melipir di belakang lautan mahasiswa-mahasiswi yang tengah berbaris.
Aku bergegas menuju ke arah toilet. Kasihan, pasti Rara sudah menunggu. Dan dia pun pasti sama cemasnya denganku.
Namun naas, ternyata kakak tingkat yang tengah memberikan komando melalui pengeras suara itu melihatku. Karena dia berdiri di atas sebuah panggung kecil, sehingga posisinya lebih tinggi, dan tentu saja dari sana dia bisa melihatku yang tengah berlari-lari di belakang barisan.
"Hei,...! Kamu yang lari-lari di belakang barisan !" Serunya dengan lantang melalui pengeras suara.
Aku menghentikan langkah.
Semua yang tengah berada di lapangan, hampir serempak menoleh ke belakang.
"KAMU ! MAJU KE DEPAN SEKARANG !"
Suara lantang kembali terdengar dari pengeras suara.
Ya Robb,... Aku pasrah. Di hari pertamaku di kampus, sepertinya aku sudah mendapat masalah.
Aku melangkah gontai menuju ke depan.
"JANGAN MELANGKAH SANTAI ! LARI !"
Kembali terdengar aba-aba dari pengeras suara. Jelas itu adalah perintah yang di tujukan untukku.
Aku segera berlari, menerobos di sela-sela barisan MABA.
Aku sampai di depan panggung. Nafasku terengah-engah.
"NAIK !"
Aku melangkah, menaiki panggung.
Sekarang aku berdiri di hadapan si pemegang pengeras suara. Cowok berambut jabrik dengan tatapan dingin itu menatap tajam ke arahku.
"Siapa nama kamu ?!"
"Aisyah, Kak" Jawabku lirih dengan suara gemetar.
"Yang keras ! Supaya kita semua di sini dengar." Perintahnya.
Kemudian Ia menyodorkan mic ke bawah dagu ku.
"AISYAH !" Ucapku.
"Nama lengkap !"
"AISYAH HURIYYA ATMAJA"
"Woow,.. Namamu sangat indah Aisyah"
"Kamu tahu apa kesalahanmu ?"
"Tahu Kak. Saya terlambat masuk barisan" Ucapku dengan suara tercekat.
Rasanya benar-benar ingin menangis. Ini hari pertamaku di kampus, dan aku harus berdiri di atas panggung di hadapan seluruh mahasiswa.
"Bagus ! Kamu tahu kesalahanmu. Sekarang kamu tahu hukuman apa yang akan di berikan untukmu ?"
Aku menggeleng lemah. Pasrah jika harus menerima hukuman.
"Tapi,... Tunggu dulu. Sebelum mendapat hukuman, aku ingin tahu. Apa yang kamu lakukan berlarian di belakang sana ?"
"Saya,... Dari koperasi Kak"
"Ngapain ?? Pagi-pagi sudah belanja ! Ini belum waktunya istirahat."
"Saya,.. Dari membeli sesuatu Kak"
"Beli apa ?? Emangnya gak bisa di tunda belinya !!"
" Urgent Kak. Saya beli untuk teman saya"
"Apa yang kamu beli ??"
"Enggg,.. Sesuatu Kak" Aku tak berani menyebutkan apa yang aku beli. Tentu saja, malu.
"Oh,.. Jadi kamu terlambat masuk di barisan karena membelikan 'sesuatu' untuk temanmu ya." Cowok di depanku itu manggut-manggut.
"Beli apa HAH ?!! Sesuatu sesuatu. Sudah jadi mahasiswa tapi ngomong saja belum jelas !" Bentaknya semakin membuat nyaliku menciut.
Aku diam. mematung. Air mataku mulai menetes.
"Eeeh,.. Di tanya gak mau jawab. Malah sekarang nangis lagi" Ucap cowok itu. Nada bicaranya terdengar sedikit merendah. Mungkin dia terkejut melihatku menangis, atau merasa kasihan.
"Emangnya kamu beli apa? " Tanya nya kemudian dengan nada datar.
Aku ragu menjawabnya. Tidak mungkin aku menyebutkan pembalut di depan pengeras suara.
"Beli ini Kak" Aku menyodorkan kantung plastik hitam yang sedari tadi ku pegang erat di belakang punggungku.
Cowok itu mengambilnya, lalu membuka kantung plastik hitam itu tanpa mengeluarkan isinya.
Begitu melihat isinya, dia terkejut, dan sedikit tersipu.
"Ini, cepat sana pergi !"
Ia menyerahkan kembali kantong hitam itu kepadaku.
"Setelah urusan 'sesuatu' itu selesai. Segera kembali ke barisan" Perintahnya. Kali ini Ia berbicara tanpa memakai loud speaker.
Aku mengambil lagi kantung itu dari tangannya. Lalu bergegas turun dari panggung. Dan melangkah cepat, menuju toilet. Kasihan Rara,.. Dia sudah lama menunggu.
Begitu sampai di toilet, aku segera mencari pintu yang terkunci. Dan ternyata hanya ada satu pintu toilet yang terkunci, pasti Rara di dalamnya.
"Tok tok tok" Aku mengetuk pintunya.
"Ra,.. Rara. Ini aku Aisyah"
"Kreek" Rara membuka sedikit pintu toilet. Ia melongok keluar.
"Ini pembalutnya" Aku menyodorkan kantung hitam padanya.
Rara mengambilnya, lalu kembali menutup pintu.
Aku mencuci tangan di westafel dan berwudhu, lalu menunggu Rara di luar.
Tak berapa lama, Rara keluar dari toilet.
"Aisyah,.. makasih ya,..." Ucap Rara.
"Iya,.. sama - sama. Teman harus saling bantu kan,..."
"Nanti aku gantikan uangmu ya,.."
"Udah,.. Jangan pikirkan itu. Sekarang ayo cepat kita kembali ke barisan"
"Aisyah,.. Sepertinya kegiatan sudah di mulai deh. Kita terlambat !" Ucap Rara dengan nada cemas.
"Emang udah mulai dari tadi Ra,... Dan kita memang sudah terlambat. Nanti aku ceritakan semuanya. Ayo sekarang cepetan" Ucapku pada Rara. Tak ada waktu menjelaskan semuanya sekarang pada Rara.
Aku dan Rara berlari-lari ke lapangan, dan kembali masuk ke barisan.
Fiuuuh,..Lega rasanya. Alhamdulillah.
Terlihat, di atas panggung berdiri beberapa orang kakak tingkat. Tapi yang memegang pengeras suara masih orang yang sama, si cowok berambut jabrik tadi.
"Baiklah,. Sekarang mari kita dengarkan orasi dari presiden mahasiswa kita. Presiden BEM UIN Jakarta yang gagah perkasa. TIRTO SUJATMIKO !"
Seorang cowok berkacamata maju ke depan panggung, dan menerima mic + loud speakernya dari si cowok jabrik itu.
"ASSALAMUALAIKUM WAROHMATULLOH WABAROKATUH !"
"WALAIKUMSALAM WAROHMATULLOH WABAROKATUH !"
Suara salam bergema memenuhi seluruh penjuru kampus UIN Jakrata.
Aku menatap ke depan, melihat sang presiden BEM yang tengah berorasi di atas panggung.
Eh,..Preseiden BEM itu,... Cowok berkacamata yang tengah berdiri di atas panggung itu,... Sepertinya aku pernah melihatnya.
Yah,.. Aku mengenalnya. Tidak salah lagi. Itu adalah Tirto ! Teman seperjalananku dari Jogja ke Jakarta.
Tirto yang begitu banyak membantu aku dan Nuri selama di perjalanan.
Tidak menyangka,.. ternyata Tirto adalah sang presiden BEM UIN Jakarta. Tentu saja, aku merasa bangga, karena kami sama-sama dari Jogjakarta.
______________Bersambung_____________
.
.
.
.
.
.
.
.
Terimakasih sudah mampir membaca Novel Ayat Cinta Aisyah.
Ini adalah karya pertama saya,.
Baruu belajar nulis
Beri dukungannya dengan cara
LIKE dan VOTE ya,..
Tinggalkan salam juga di kolom komentar.
❤️Rohana Kadirman❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
🐰F͢ɪ͋ᴄ͠ᴀ᪶ ࿐
mas Tirto aku padamu 😘
2020-10-02
0
Puan Harahap
lanjut Thor,bagus ceritanya
2020-09-29
1
fitry s.amiruddin
waaaahhh mas tirto pasti idola kampus nihh
2020-09-23
1