Trouble

Stasiun Tugu.

Aku menyeret koper besarku dengan tangan kiri. Tangan kananku menenteng travel bag. Dan di punggungku menggantung sebuah backpack kecil.

Uh...baru terasa rempongnya sekarang. Kenapa aku harus membawa barang sebanyak ini. Aku merasa menjadi Hulk sekarang.

Keadaan Nuri pun tak jauh berbeda denganku. Hanya saja, kopernya sedikit lebih kecil di bandingkan punyaku. Dia juga tidak membawa travel bag. Hanya saja, sebuah ransel yang cukup besar bertengger di punggungnya.

Begitu masuk di dalam stasiun, aku dan Nuri segera mencari Counter Kereta Argo Wilis untuk check in, seperti arahan Mas Mirza tadi.

Aku dan Nuri menyusuri ruangan sambil celingak-celinguk membaca setiap tulisan yang tertera di papan petunjuk.

Tapi ternyata, aku cukup kebingungan, karena banyaknya loket di dalam stasiun.

Di Jogjakarta ini sebenarnya ada dua stasiun besar. Yaitu Stasiun Lempuyangan, dan Stasiun Tugu.

Stasiun Lempuyangan khusus hanya melayani kereta api kelas ekonomi dan kereta api lokal/ komuter.

Sedangkan Stasiun Tugu, merupakan stasiun kereta api kelas besar tipe A, atau bisa di katakan sebagai stasiun utama kota Jogjakarta.

Sebenarnya ini juga bukan kali pertama aku ke Stasiun Tugu, karena setiap kali akan ke kampung nenek di Surabaya, kami selalu naik kereta melalui Stasiun Tugu ini.

Tapi ini adalah pertama kalinya aku naik kereta sendiri. Dan mengurus semuanya sendiri.

Biasanya, saat mau naik kereta, aku cukup menunggu dan duduk manis di kursi dengan ibu, lalu ayah atau Mas Mirza yang mengurus semuanya.

"Duh, Nuri. Ini yang mana ya loketnya Kereta Argo Wilis?"

"Ayo tanya sama petugas saja. Kita ke loket informasi saja."

Nuri pun sama kebingungannya denganku.

Mondar-mandir dengan kedua tangan membawa beban berat, membuatku merasa kelelahan.

"Kita istirahat dulu lah, tanganku pegel nentengin tas."

Aku mencari kursi tunggu yang terlihat kosong. Lalu menghempaskan diri di tempat duduk.

Nuri mengikutiku, dan melakukan hal serupa.

"Loket Informasi juga ngantre tuh."

Ucapku sambil menunjuk ke arah loket informasi. Seorang petugas customer services terlihat cukup sibuk melayani orang-orang yang datang untuk bertanya atau memperoleh informasi.

"Kita check in mandiri saja lah. Nanti kita tanya-tanya sama orang yang lagi check in mandiri juga."

Tak jauh dari tempatku duduk, ada seorang cowok berkacamata terlihat asyik membaca buku sambil berdiri. Dia menyandarkan punggungnya di sebuah tiang pancang. Sebuah ransel besar tergeletak di dekat kakinya.

"Detective Conan." Aku membaca sampul buku yang di pegangnya. Ternyata ia sedang asyik membaca buku komik.

Tiba-tiba cowok itu menutup buku komiknya, dan memasukkanya ke dalam saku jaketnya.

Ia terlihat celingukan melihat kesana-kemari. Kemudian dia menatap ke arahku.

Cowok itu mengangkat ranselnya ke punggungnya. Kemudian berjalan ke arahku.

Dia menjatuhkan ranselnya ke atas kursi kosong, lalu duduk di kursi sebelahnya. Tak jauh dari tempat aku duduk. Hanya selisih dua kursi kosong denganku.

Dia menoleh ke arahku sambil tersenyum ramah.

"Mau kemana Mbak?" Sapanya ramah.

"Mau ke Jakarta Mas."

"Oh,. sama. Saya juga mau ke Jakarta."

"Naik kereta apa Mbak?"

"Kereta Argo Wilis, Mas."

"Loh,. Sama." Ucap cowok berkacamata itu sambil tertawa.

"Sudah beres boarding passnya Mbak?"

"Belum Mas,... Ini baru mau check in. Counternya Argo Wilis yang mana yo Mas?"

"Baru pertama kali jalan sendiri?"

Cowok itu seperti bisa menebak diriku.

Aku mengangguk sambil tersenyum nyengir.

"Iyoee Mas, ini tadi bingung muter - muter." Nuri ikut menimpali percakapan kami.

"Lha da lah,... Ayo Mbak, ta antarkan. Nanti check in mandiri saja, lebih cepat."

"Oh iyo. Mator suwon Mas,..." Aku tersenyum sumringah.

Cowok berkacamata itu benar-benar membantu Aku dan Nuri. Membantu check in mandiri lewat mesin. Juga membatu membawakan barang bawaanku. Tas travelku kini berpindah di tangannya.

Alhamdulillah,.. serasa menemukan dewa penolong. Lenganku tak harus sakit lagi karena harus menenteng beban berat.

Setelah check in dan urusan boarding pass selesai, kami bertiga kembali ruang tunggu, untuk menanti jadwal keberangkatan kereta.

Kami sengaja mencari kursi tunggu yang dekat dengan peron kereta.

"Oh iya Mbak, kenalan dulu, saya Tirto." Tirto mengangsurkan tanganya untuk berjabat tangan.

Aku tersenyum sambil menganggukkan kepala.

Tirto buru-buru menurunkan tangannya. Sepertinya dia langsung faham bahwa aku tidak mau berjabat tangan.

"Saya Tirto, dari Kotagede." Ucap Tirto mengulangi memperkenalkan dirinya.

"Saya Aisyah, dari Tegalrejo."

"Saya Nuri."

"Kalian ke Jakarta, mau kuliah?"

"Iya."

"Di mana?"

"Di UIN."

"Ha ha ha...."

Tirto tertawa terbahak-bahak.

"Alangkah sempitnya dunia. Aku juga kuliah di UIN. Semester dua, jurnalistik."

"Oh...kebetulan banget ya mas. Eh, Tirto." Ucap Nuri.

"Aku masuk di Fakultas Ekobis, ambil jurusan Akuntansi." lanjut Nuri.

"Aisyah juga sama?" Tanya Tirto kepadaku.

"Iya, aku juga di Fakultas Ekobis, tapi ambil jurusan Manajemen." Sahutku.

Jadwal kereta kami masih satu jam lebih lagi. Kami bertiga menunggu sambil berbincang-bincang.

Tirto banyak menjelaskan tentang seluk-beluk kampus UIN. Mulai dari kantin dengan makanan terenak, kantin dengan harga menu termurah, sampai dengan tempat-tempat tongkrongan yang asyik di dekat kampus.

"Perhatian-perhatian. Di tujukan kepada seluruh penumpang Kereta Argo Wilis tujuan Jakarta. Agar mendatangi Customer Service kami."

Tiba-tiba terdengar suara pengumuman dari speaker stasiun.

"Loh,. ada apa ini?"

Tirto berdiri dari tempat duduknya.

"Kalian tunggu saja di sini. Aku ta cari informasi dulu ke sana"

Tirto memberi arahan, kemudian dia berjalan ke arah Counter Argo Wilis.

Beberapa menit kemudian, Tirto kembali.

"Ada Trouble. Kereta Argo Wilis katanya mengalami kerusakan, dan sedang dalam perbaikan."

Tirto langsung memberikan informasi kepada kami.

"Jadi gimana, solusinya katanya?" Aku sedikit panik.

"Jadwalnya berubah. Delay dua jam dari sekarang."

"Waduuh berarti jam dua siang baru berangkat." Ucap Nuri.

Jadwal kereta kami pukul 12.15.

Jika delay 2 jam, artinya pukul 14.15 kami baru berangkat.

"Iya, begitu sepertinya." Ucap Tirto.

Yah,... sepertinya kami memang harus menunggu kereta lebih lama.

***

Jam 12 siang.

Kami bertiga bergantian sholat di musholla stasiun.

Tirto duluan yang sholat. Setelah dia selesai, gantian aku dan Nuri yang sholat. Tirto yang giliran menjaga barang-barang kami di ruang tunggu.

Akhirnya kami semua selesai menunaikan kewajiban sebagai orang Islam.

"Ini masih ada waktu untuk makan siang." Ucap Tirto sambil menatap jam tangannya.

"Iya. Ayo kita cari tempat makan dulu." Sahutku secepat kilat.

Perutku memang sudah sangat keroncongan. Dari pagi baru kemasukan satu lembar roti plus telur ceplok. Dan sekarang sudah hampir jam satu siang. Aku benar-benar kelaparan.

"Jadi mau makan dimana nih?" Tanya Tirto.

"Disitu sajalah, yang dekat-dekat." Nuri menunjuk gerai ayam siap saji, yang berada tak jauh dari ruang tunggu kami.

"Oke,. Ayoook!"

Kami bertiga pun masuk dan memesan makanan.

Tirto memesan satu paket burger king, 1 ayam, nasi + Segelas besar pepsi.

Nuri memesan 1 ayam, nasi, segelas mocca + ice cream.

Aku memesan 1 rice box yakiniku + segelas besar mango float.

Kami duduk satu meja, dan mulai menikmati makanan dengan lahap.

Di seberang meja kami, tepatnya sejejer dengan posisi tempat dudukku, terdengar beberapa orang tengah bercakap-cekap dengan bahasa Inggris.

Aku melirik dengan ekor mataku ke arah mereka.

Tiga pria bule. Dua orang berambut pirang, memakai kaos oblong bertuliskan DJOGJA. Sedang satu orang lagi berambut hitam dengan potongan cepak, memakai kaos oblong warna putih polos.

Sepertinya mereka sudah selesai dengan makanannya, tapi mereka masih asyik ngobrol.

Dua bule berambut pirang lebih banyak bertanya, sedangkan si bule berkaos oblong putih terlihat lebih sering menjawab pertanyaan mereka.

Sesekali bule berkaos oblong putih itu, tampak memencet-mencet kamera nixxon di depannya. Mungkin dia sedang melihat-lihat hasil potretnya.

Dari percakapan mereka yang terdengar, sepertinya mereka sangat terkesan dengan Kota Jogjakarta. Mereka mengungkapkan kekaguman atas keindahan Keraton Jogja, Candi Prambanan yang sangat exotic, dan betapa asyiknya menyusuri jalanan Malioboro.

Tiba-tiba pria bule berkaos oblong putih itu menoleh dan melihat ke arahku. Seolah-olah tahu bahwa Ia sedang di perhatikan.

Aku buru-buru mengalihkan pandangan. Dan kembali serius menikmati makananku.

Selesai makan, kami kembali ke ruang tunggu.

Tapi,.belum lama kami duduk,. tiba-tiba terdengar pengumuman lagi untuk penumpang Kereta Argo Wilis.

Lagi-lagi, Tirto dengan sigap mencari informasi.

Begitu ia datang,

"Trouble lagi,... " Ucap Tirto dengan senyum meringis.

"Kenapa lagi,..??"

"Kereta Argo Wilis gak bisa berangkat."

"Haaah ??!!"

_____________Bersambung____________

.

.

.

.

.

.

.

.

Terimakasih sudah mampir membaca Novel Ayat Cinta Aisyah.

Ini adalah karya pertama saya,.

Baruu belajar nulis

Beri dukungannya dengan cara

LIKE dan VOTE ya,..

Tinggalkan salam juga di kolom komentar.

 

❤️Rohana Kadirman❤️

Terpopuler

Comments

Zia Azizah

Zia Azizah

mampir kermhku ae mbk Aisyah 😁😁

2020-11-01

0

Baranzha_Putri

Baranzha_Putri

aku mampir kak

2020-10-02

1

Puan Harahap

Puan Harahap

lanjut

2020-09-25

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 68 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!