Setelah 8 jam lamanya perjalanan di atas kereta, akhirnya kami sampai di Jakarta.
Kereta berhenti di Stasiun Gambir.
Dari Stasiun Gambir, kami berjalan menuju halte Busway Transjakarta. Transportasi berikutnya yang akan kami naiki.
"Alhamdulillah." Aku merentangkan kedua lenganku untuk mengusir kepenatan.
Aku melirik jam tanganku. Pukul 00.45.
Benar-benar tengah malam.
Tirto sibuk mondar-mandir. Dia mengecek jadwal busway.
Nuri duduk di kursi, dan terlihat menguap beberapa kali.
Aku mengeratkan jaketku. Udara dingin terasa menusuk kulit, karena ini tengah malam.
Tirto berjalan menghampiri kami.
"Jadwal bus masih setengah jam lagi."
"Kalian belum punya kartu bushway kan ?"
Aku dan Nuri serempak menggelengkan kepala.
"Oke. Sekarang kalian harus bikin kartu E-Money dulu."
Tirto memberikan instruksi kepada kami.
*Tirto (ilustrasi visual)
Setelah selesai membuat kartu E-Money di loket busway, kami kembali duduk menunggu di halte.
"Kalian minum kopi gak?" Tirto bertanya kepada kami.
"Aku mau." Tukas Nuri cepat.
"Hmmm,.. boleh deh. Buat ngilangin rasa kantuk." Ucapku.
"Oke."
Tirto berjalan menuju food court untuk memesan kopi.
Aku segera mengikuti Tirto. Tak akan ku biarkan Tirto membayarkan kopi. Dia sudah cukup banyak membantuku dan Nuri selama di perjalanan ini.
"Aku pesan kopi mocca. Nuri juga sama."
Ucapku segera setelah berada di dekat Tirto.
"Oh,. Oke." Tirto menolah, tak menyadari aku sudah berdiri di sampingnya.
Begitu pesanan selesai, aku segera membayarnya.
"Eh,. kog kamu yang bayar sih? Gak usah, aku aja." Ucap Tirto.
"Gak apa-apa, aku yang bayar." Secepat kilat ku berikan uang kepada pelayan, kemudian berlalu dengan membawa 2 cup kopi mocca pesananku.
Tirto mengambil kopi miliknya, lalu berjalan menyusulku.
"Nih,. kopimu." Aku memberikan satu cup kopi kepada Nuri.
Kami bertiga menikmati kopi sambil menunggu kedatangan busway.
Lumayan, cukup menghangatkan dan sedikit menghilangkan rasa kantuk.
Menghirup aroma kopi yang khas, tiba-tiba mengingatkanku pada ayah.
Ayah yang begitu menyukai kopi.
Ah,.. Ayah tentu sekarang sedang terlelap dalam tidurnya.
"Itu Busnya sudah datang."
Tirto menunjuk ke arah sebuah bus yang malaju ke arah halte tempat kami menunggu.
Kami bertiga bersiap-bersiap.
Beberapa penumpang turun dari bus. Kemudian kami naik.
Perjalanan masih lumayan lama. Kami harus pindah busway sebanyak tiga kali.
Dari halte Transjakarta Gambir, kami turun di halte Transjakarta Harmoni Central, Kalideres.
Kemudian kami naik Busway rute Stasiun Kota - Blok M, dan turun di halte Transjakarta Masjid Agung.
Dari Masjid Agung, kemudian naik busway rute Tosari - Ciputat, lalu turun di halte UIN.
Alhamdulillah,.. sampailah di tempat tujuan kami.
Tirto benar-benar sangat membantu kami. Dia juga yang membantu mencarikan kosan untuk Aku dan Nuri.
***
Asrama Nadira.
Sebuah kosan khusus putri. Bangunannya berlantai dua, dengan pintu gerbang, dan lengkap dengan security pos di depan.
Aku dan Nuri menempati kamar di lantai atas. Kamar khusus yang bisa di tempati dua orang, dengan ukuran yang cukup luas.
Kamar kami masih kosong, belum ada perabotannya apa pun.
Rasa penat dan ngantuk benar-benar menyerangku. Begitu sampai di dalam kamar, aku membersihkan badan dan langsung tidur.
Aku dan Nuri tidur meringkuk di lantai, dengan beralaskan selimut yang kami bawa dari rumah masing-masing.
***
05.15 pagi.
Selesai Sholat Subuh.
Nuri memilih untuk kembali tidur.
Aku membuka jendela kamar.
Kamar-kamar kost di lantai atas memang memiliki jendela yang posisinya cukup rendah, dan ukurannya cukup lebar, sehingga bisa di lewati.
Di depan jendela ada mini balkon.
Aku keluar ke mini balkon.
Aku menatap ke bawah. Halaman kost ini cukup luas. Di depan, di dalam pos security, terlihat pak satpam sudah duduk sembari menikmati secangkir kopi, atau teh, mungkin. Di tangan kananya terselip sebatang rokok. sesekali ia menyeruput cangkirnya, di susul menyedot puntung rokok di tangannya.
Aku menatap ke kiri dan kanan balkon. Ke arah kamar-kamar tetangga kost ku.
Sebagian masih tertutup jendelanya, sebagian juga sudah terbuka.
Ada juga yang sedang keluar balkon sepertiku. Sepertinya sedang menjemur pakaian.
Yah,.. sepertinya,. mini balkon di depan jendela kamar kost ini memang di alih fungsikan penghuninya sebagai tempat menjemur pakaian.
Aku kembali ke dalam.
Nuri masih terlelap. Sepertinya ia benar-benar kelelahan.
Aku melangkah, menuju pintu. Keluar kamar.
Semalam aku belum sempat melihat-lihat kondisi sekeliling kamarku.
"Kreek."
Pintu kamar sebelahku terbuka. Seorang gadis belia berseragam SMA, berkulit putih bersih dengan rambut sebahu keluar dari dalam. Begitu melihatku, dia tersenyum ramah. Terlihat giginya yang gingsul. Dia terlihat sangat manis. Sekilas, gadis remaja di dapanku ini mengingatkanku kepada Kinal, member Girls Band JKT48.
"Penghuni baru ya Teh...?" Sapanya ramah.
"Iya." Aku menganggukkan kepala dan membalas senyumnya.
"Kenalin teh,... saya Ica." Ica mengulurkan tangannya ke arahku.
"Saya Aisyah." Aku menjabat tangan Ica.
"Mau keluar beli sarapan juga teh?"
"Enggak, ini tadi cuman mau keluar lihat-lihat aja."
"Emangnya Ica mau pergi beli sarapan ? di mana ?" Tanyaku kepada Ica.
"Iya teh, mau beli nasi bungkus. Di depan gerbang, dekat dari pos jaga kog."
"Oh, gitu ya. Tunggu, aku ikut deh,..."
"Mari atuh teh,.. sama-sama Ica."
"Tunggu bentar ya."
Aku bergegas masuk kamar, untuk mengambil dompet. Lalu menyusul Ica.
Kami berjalan melewati barisan kamar-kamar, lalu menuruni tangga dan berjalan keluar gerbang.
"Mau beli sarapan ya neng Ica ?"
Pak satpam menyapa Ica.
"Iya Pak Dudung." Sahut Ica.
Sepertinya mereka sudah saling mengenal. Mungkin Ica sudah lama tinggal disini.
"Mari Pak." Aku juga ikut meyapa Pak Dudung. Satpam kami.
"Iya,. Silahkan Neng,..."
Benar saja, tak jauh dari pos satpam, ada lapak penjual makanan.
"Bu Titin, nasi gorengnya dua ya, seperti biasa. Satu pakai telor ceplok + mie, satunya tahu-tempe + oseng buncis." Ucap Ica.
"Baik neng Ica." Sahut Bu Titin.
Aku melihat-lihat isi bakulan Bu Titin.
Ada nasi kuning, nasi uduk, nasi goreng, dan nasi putih biasa. Lauknya pun beraneka macam, ada ikan, tahu, tempe, telur, ayam, mie goreng, dan beraneka macam olahan sayuran.
"Neng nya mau pesen apa?" Tanya Bu Titin kepadaku.
"Eenggg, saya nasi goreng juga deh Bu. Pakai telor ceplok, dan tumis buncis. Kasih sambel dikit."
"Oke Neng."
"Dua bungkus juga ya Bu."
"Oh,. iya Neng. Siap."
"Penghuni baru ya Neng ?" Tanya Bu Titin sembari tangannya cekatan membungkus pesanan.
"Iya Bu. Baru semalam saya datang." Jawabku.
"Oh,. pantasan, Saya barusan lihat Neng"
"Ini pesanan Neng Ica." Bu titin menyerahkan kantong berisi dua bungkus makanan pesanan Ica.
Ica mengeluarkan uang pecahan sepuluh ribuan dari saku bajunya, kemudian menyerahkannya kepada Bu Titin.
"Teh Aisyah, saya duluan ya. Soalnya mau berangkat sekolah." Ucap Ica
"Oh, iya. Ica duluan aja." Sahutku.
"Neng Ica itu kasian ya,..." Ucap Bu Titin setelah Ica pergi.
"Kasihan kenapa Bu ?"
"Ya,... kasihan aja. Dia itu kan di sini sama kakaknya. Neng Mia. Bapaknya sudah meninggal, dan ibunya jadi TKW. Neng Ica itu dari Bandung loh Neng...."
"Oh,.... mereka dari Bandung? "
"Iya Neng, mereka dari Bandung. Dulu Neng Mia sendiri yang ke Jakarta. Dapat Beasiswa kuliah di UIN. Dia kuliah sambil kerja juga,. di toko percetakan milik Ibu Nadira, pemilik kosan ini. Toko percetakannya dekat-dekat kampus sana."
"Oh,.. Hebat ya Mia...."
" Iya Neng. Dulu sebenarnya Neng Mia bukan nge kost disini. Trus waktu neneknya Neng Mia di kampung meninggal, Neng Ica kan jadi sendirian di kampung, karena kakeknya juga sudah meninggal. Jadinya, sama Neng Mia, di ajakin sekalian kesini. Ikut kerja Neng Mia di percetakan. Karena merasa kasihan, sama Bu Nadira mereka di suruh tinggal disini. Di kasih satu kamar gratis. Trus Neng Ica nya juga di sekolahkan lagi sama Bu Nadira. Pulang sekolah, barulah Neng Ica bantu-bantu di percetakan."
Bu Titin bercerita panjang lebar tentang Ica dan kakaknya. Aku hanya manggut-manggut saja mendengarkan. Karena tak tahu harus menanggapi bagaimana. Rasanya jadi ikutan sedih.
Sungguh luar biasa perjalanan hidup Ica, gadis remaja kelas 1 SMA itu.
Dan dari cerita Bu Titin, sekarang aku jadi tahu, ternyata ibu kost ku, Ibu Nadira, orangnya sangat baik.
"Neng, ini pesanannya. Sudah selesai." Bu Titin memberikan pesanan nasi gorengku.
"Berapa semuanya Bu ?" Aku bertanya.
"Sepuluh ribu neng. Jualan ibu harga nya rata, harga anak kost, lima ribu/ bungkus."
"Oh,.. iya Bu." Aku tersenyum. Lalu membayar nasi bungkusku.
_____________Bersambung____________
.
.
.
.
.
.
.
.
Terimakasih sudah mampir membaca Novel Ayat Cinta Aisyah.
Ini adalah karya pertama saya saya,.
Baruu belajar nulis
Beri dukungannya dengan cara
LIKE dan VOTE ya,..
Tinggalkan salam juga di kolom komentar.
❤️Rohana Kadirman❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
siti rukmini
aaaaaahhhhh...... keren thor👍👍👍
visualnya indonisia semua laudia sintia bella = aisyah, irwansya = mirza, tirto= nicki tirta, klo nuri itu siapa ya thor? 😊dan cowok satunya q g tau? hehehe
2020-11-02
0
BELVA
kaka aku dtang kembsli buat nyicil jempolku nih
2020-10-06
0
🐰F͢ɪ͋ᴄ͠ᴀ᪶ ࿐
smngt KK hana
2020-10-02
0