Menantu Idaman

Lega rasanya setelah menyelesaikan ujian praktek Bahasa Arab. Buatku Bahasa Arab memang cukup sulit. Berbeda dengan Nuri, dia paling jago dalam Bahasa Arab. Setiap kali ada perlombaan Bahasa Arab, Nuri pasti selalu ikut. Bahkan Nuri pernah juara satu lomba Debat Bahasa Arab tingkat provinsi.

Tapi saat ujian praktek tadi, yang lebih menegangkan untukku sebenarnya adalah, ketika harus berhadapan dengan sang guru penguji, Mas Hamzah.

Aku melangkah gontai keluar kelas.

" Aishy,.. kita ke Malioboro yuk sebentar sore" Nuri menyusulku dari belakang.

"Males ah,... Besok-besok aja. Aku janji sama ibu mau bantu bikin kue sore ini."

" Halaah,. gayamu mau bantu. Bantu makan toh? Palingan juga Mbok Minah yang sibuk ngerjain. Ndoro Ayu mah tinggal duduk

manis."

" Eh,. beneran. Ibu mau bikin kue banyak. Mau di bawa ke rumah pakde ku. Kamu ingat Winda toh? Anaknya pakdeku yang dari Sleman itu. Dia mau Lamaran."

"Winda...?" Nuri berusaha mengingat-ingat.

"Itu loh, Winda, sepupuku yang waktu itu pernah datang kerumahku, pas kita berdua lagi kerjakan tugas bikin prakarya di kamarku. Kamu kan ketemu sama Winda, dia masuk ke kamarku. Mosok kamu gak ingat ?"

" Oh iya iya. Aku ingat. Loh, bukannya dia baru lulus sekolah juga sama kayak kita ?"

"Enggak lah. Winda sudah lulus tahun lalu. Sekarang lagi kuliah semester 2 di UGM."

"Cepet temen mau nikah ya,..."

"Di jodohkan dia."

"Oh, gitu. Kog mau ya,... Winda di jodohkan. Padahal Winda itu kan cuantiiik ya,..."

"Perjodohan di kalangan ningrat itu sudah hal yang biasa Nur. Kadang untuk mempertahankan gelar kebangsaan biar gak hilang, jadi di aturlah sebuah perjodohan. Ya meskipun gak semuanya juga, tapi kebanyakan keluarga ningrat memang begitu. Terutama kalo perempuan, pasti sering banget di jodohkan. Soalnya kalau perempuan ningrat, terus nikah sama laki-laki yang bukan ningrat, nanti anaknya gak dapat gelar ningrat lagi. Beda kalo laki-laki ningrat, meskipun nikah sama perempuan yang bukan ningrat, anaknya nanti masih tetap dapat gelar ningrat."

"Jangan-jangan kamu nanti juga di jodohkan Aishy !"

"Aku gak mauu,..! Ayahku juga pernah bilang, gak bakal menjodoh-jodohkan aku."

"Tapi kalau misalnya nanti kamu nikah sama orang biasa, yang bukan keturunan ningrat juga, berarti anakmu nanti gak termasuk ningrat lagi. Hilang dong, darah biru nya."

"Ibuku juga bukan keturunan ningrat Nur, trus ada bedanya gitu aku sama ibuku? Apa derajatku jadi lebih tinggi dari ibuku? Karena aku mewarisi darah ningrat dari ayah, sementara ibuku tidak memilikinya ?"

"Ya,... bukan gitu juga sih Aishy,..."

"Terus,..??"

"Ya sayang aja kalau anakmu nanti gak ada gelar bangsawannya kayak kamu. Rugii, he he he."

"Yang sayang itu, kalau anak kita gak ngerti agama. Itu baru rugiii...!"

"Ah, kamu mah gitu Aishy,..! Kalau aku ya,... Andaikan ada pangeran keturunan kerajaan yang meminangku, pasti aku terima. Maka jadilah aku Putri Cinderella !"

Ucap Nuri sembari mengangkat keatas sedikit roknya, dan berjalan jinjit lalu berputar seperti ala-ala Putri Cinderella.

"Dasar kamu kebanyakan nonton film fairy tale. Dongeng anak kecil itu Nur,..Nur. Ha ha ha."

Aku menertawakan tingkah Nuri yang terlihat sangat lucu.

"Eh tapi, kalau cuman pengen nikah sama keturunan kerajaan, kamu nanti nikah saja sama Mas Mirza. Meskipun bukan pangeran sih, tapi kan tetap keturunan kerajaan, jadi masih ada bau-bau pangerannya sedikit. Bau keringetnya. Ha ha ha."

"Apa,...?? Nikah sama Mas Mirza,..?? Emoooooh aku !"

"Kenapa emooh ?? Kakakku kan ganteng. Keturunan ningrat lagi. Sesuai dengan kriteria suami idamanmu."

"Pokoknya emooh kalau sama masmu. Tukang jail !" Ucap Nuri sambil memanyunkan sedikit mulutnya.

Rumahku dengan rumah Nuri memang berdekatan. Sejak kecil kami sering main bersama. Hampir setiap hari Nuri main kerumahku, atau aku yang main kerumahnya. Jadi, Mas Mirza pun sudah akrab dengan Nuri sejak kecil. Menganggap Nuri seperti adik sendiri. Makanya tidak jarang, Mas Mirza pun sering menjahili Nuri. Dan Mas Mirza, dulu waktu kecil memang nakal.

Aku masih ingat sekali, dulu Nuri pernah dibuat menangis histeris sampai menjerit-jerit, gara-gara boneka barbie milik Nuri di ambil sama Mas Mirza, terus rambut bonekanya di gunting habis dan mukanya di gambari kumis serta jenggot, sehingga boneka Nuri berubah menjadi boneka laki-laki. Kalau mengingatnya sekarang jadi ingin tertawa, lucu.

"Eee,.. jangan gitu Nur. Kualat nanti kamu. Sekarang bilang emooh, eh ternyata nanti jadi jodoh, ha ha ha." Aku meledek Nuri.

"Pokoknya emoooh kalau sama kakakmu itu. Carikan saja aku keluargamu yang lain. Yang cakep-cakep dan baik hati." Seloroh Nuri.

Asyik ngobrol sambil jalan tanpa terasa sudah tiba di depan rumahku. Jarak antara rumahku ke sekolah memang tidak terlalu jauh, hanya sekitar 10 menit berjalan kaki.

"Nur,. mampir dulu rumahku yuuk."

"Males ah, aku ngantuk. Nyampe rumah aku mau tidur."

"Kalau gitu nanti sore kerumahku ya,.. bantu bikin kue. Kamu juga sudah lama gak kerumah, di tanyain tuh sama ibu."

Memang sejak persiapan mau ujian sekolah, Baik Nuri maupun aku, jadi jarang bertemu kecuali di sekolah. Karena sibuk belajar masing-masing.

" Oke deh, Insya Allah ya."

Nuri melambaikan tangannya dan berjalan menuju rumahnya yang hanya berjarak beberapa meter saja dari rumahku.

Aku membuka pintu pagar dan masuk ke halaman rumah. Bunga-bunga melati milik ibu terlihat layu dan menguncup karena tertimpa terik matahari. Sebagian juga berguguran ke tanah.

Hmm,..Tumben ibu belum memanennya.

"Assalamualaikum." Aku bersalam sembari duduk di kursi teras dekat pintu.

"Walaikumsalam" Mbok Minah membukakan pintu, dan tergesa berjalan menghampiriku.

"Eee, Non Ayu sudah pulang. Capek ya Non,..? Sini Mbok Nah bawakan tasnya kedalam."

"Gak usah lah mbok, aku bisa bawa sendiri kog."

"Ya udah. Atau mau di bikinkan minuman? Non Aisyah mau minum apa? Tadi Den Mirza dari kota, pulang bawa banyak buah-buahan loh Non. Ada anggur, jeruk, apel, sama alpukat. Mau di bikinkan jus Non ?"

"Hemm,... Boleh deh mbok. Bikinkan jus jeruk saja. Seger kayaknya panas-panas gini "

" Baik Non, Mbok Nah bikinkan yang sueegeeeer pokoknya." Mbok Minah masuk kembali ke dalam rumah.

"Eh, mbok, gak usah di bawakan ke kamar ya jusnya.Taruh saja di kulkas. Nanti aku ambil sendiri." Ucapku setengah berteriak.

"Oke non, Siap !" Sahut Mbok Minah dari dalam rumah.

Mbok Minah adalah pembantu di rumahku. Beliau seorang janda, dulu suaminya meninggal karena kecelakaan saat bekerja di pabrik. Mbok Minah sudah puluhan tahun bekerja di rumahku, sejak aku kelas tiga SD. Jadi kami sudah menganggap Mbok Minah seperti keluarga sendiri.

Mbok Minah mempunyai 2 orang anak laki-laki, Parto dan Paijo namanya. Parto seumuran dengan Mas Mirza, sementara Paijo dua tahun lebih muda. Ayah juga yang membiayai sekolah Parto dan Paijo sampai mereka tamat SMK. Saat mereka lulus,. sebenarnya dulu di suruh kuliah juga sama ayah. Ayah yang akan membiayai semuanya, tapi mereka tidak mau, dan merasa sudah cukup berterimakasih karena di sekolahkan sampai tamat SMK. Mereka memilih bekerja setelah tamat sekolah. Sekarang mereka berdua juga yang membantu usaha bengkel mobil milik Mas Mirza.

 

***

 

Aku masuk ke dapur, dan langsung membuka kulkas, mengambil jus jeruk yang tadi di buatkan Mbok Minah. Ibu dan Mbok Minah terlihat sibuk mempersiapkan alat-alat untuk membuat kue nanti sore.

Mas Mirza duduk santai di depan meja makan sambil menikmati sepiring potongan buah di depannya.

Aku menghampiri dan menarik sebuah kursi di dekat Mas Mirza. Lalu duduk menikmati jus jeruk ku.

"Woooh.... Masya Allah, jus buatan Mbok Nah memang segeeer."

"Mosok toh? coba dikit Aishy !"

Mas Mirza mengulurkan tangan berniat meraih gelas jus ku. Aku buru-buru mengangkat gelas jus ku dan menjauhkannya dari jangkauan tangan Mas Mirza.

"Enak aja, gak boleh. Aku masih haus tahu mas."

"Den Bagus mau juga?? Di kulkas masih ada Den, tadi sengaja bikin agak banyak. Mau mbok ambilkan Den ?"

Mbok Minah yang melihat tingkah kami berdua berusaha melerai.

"Oh, masih ada toh mbok. Gak usah, biar aku ambil sendiri."

Mas Mirza beranjak dari kursi, mengambil gelas dan menuang jus jeruk dari dalam kulkas, lalu kembali duduk.

"Mas, ada salam dari Mas Hamzah. Katanya kamu di suruh main ke pondok."

"Hamzah,... Hamzahnya Pak Kyai ?"

"Iya, mas Hamzah anaknya Pak Kyai. memangnya ada Hamzah yang lain? Wong temanmu yang namanya Hamzah cuman satu itu."

"Weh, sudah pulang toh dia dari Mesir? Kapan dia datang ?"

"Gak tau kapan datangnya. Mas tanya sendiri saja nanti sama orangnya kalau ketemu."

"Lha kamu ketemu Hamzah dimana? Dia nyariin kamu kah di sekolah ?"

"Enggak.... Tadi Mas Hamzah yang jadi guru penguji saat ujian praktek Bahasa Arab di kelasku."

Aku tak berani jujur sama Mas Mirza perihal kejadian di sekolah tadi pagi. Bisa-bisa habis aku di ledekin sama dia.

"Nanti malam lah aku ta main ke pondok. Kangen ee sama Hamzah. Terakhir dia pulang kan pas aku masih SMP. Eh, bukan bukan ding,... Pas aku kelas 2 SMK kayaknya." Ucap Mas Mirza, seolah berbicara untuk dirinya sendiri.

Aku diam saja, malas menanggapinya.

Atau lebih tepatnya aku sibuk dengan pikiranku sendiri.

 

****

 

Sore ini,. Nuri beneran datang ke rumahku. Kami berempat, aku, Nuri, ibu, dan Mbok Minah, sibuk di dapur untuk membuat kue.

"Lamanya Nur, kog baru kelihatan." Ibu menyapa Nuri.

"Inggeh Bu.... Sibuk belajar, gak sempat buat main."

"Piye kabare ibumu ?"

"Alhamdulillah, ibu sehat. Tadi pas aku kesini, ibu lagi bikin rendang."

"Kalau gitu mana rendangnya? Mosok aku gak di bawakan Nur ?" Ucapku bercanda.

Ibunya Nuri memang jago bikin rendang. Dulu semasa gadis, katanya pernah lama kerja di rumah makan padang. Jadi sampai-sampai dia pun mahir memasak rendang. Ketika warga sekitar sini ada yang lagi hajatan, ibunya Nuri seringkali di minta bantuan untuk menjadi juru masak khusus daging rendang.

"Yo belum mateng toh Aishy, wong baru di masak. Rendang itu kan lama di masaknya. Kalau sudah masak nanti malam ta anterin."

"He he he,... Asyiiik, nanti malam makan rendang. Rendang buatan ibumu tuh memang paling ueenaak. Kalah loh rasa rendangnya rumah makan padang yang di perempatan jalan itu."

"Halah kamu ini Aishy, kalo tinggal makan ya senang. Coba, sekalian belajar bikin rendang sama ibunya Nuri. Supaya kamu juga pinter masak kayak Nuri." Ucap ibu sambil tangannya sibuk mengadon tepung.

"Ini tolong ceplokin telurnya di loyang, trus di mixer campur mentega dan gula dua gelas. Satu adonan telurnya delapan biji." Ibu memberi instruksi padaku.

"Oke bu...!"

Segera ku ambil loyang, lalu ku masukkan mentega, gula, dan mulai memecahkan telur di atasnya.

"Loh Aishy ! Telurnya jangan langsung di pecahin di atasnya adonan gitu. Nanti kalau ada telur yang busuk ___ "

"PLOOK !!"

Belum selesai Nuri bicara, tiba-tiba telur ke-lima yang ku pecahkan meletus di tanganku. Cairan berwarna hitam meleleh keluar dari cangkang telur yang masih kupegang. Bau busuk menyebar.

"__ Adonan kuenya rusak semua." Nuri menyelesaikan kalimatnya.

"Astaghfirullah,.. telurnya busuk bu." Ucapku sembari manyun menatap ibu.

Ibu hanya menggeleng-menggelengkan kepalanya.

"Harusnya Aishy, mecahin telornya jangan langsung di atas adonan. Pecahin di atas mangkok kecil dulu, baru masukkan di adonan satu persatu. Jadi misalkan ada yg busuk telurnya, ya cuman satu biji itu aja di atas mangkok. Adonannya gak jadi korban semua." Nuri lanjut menjelaskan panjang lebar.

"He he he,... Maaf gak tau." Aku cengengesan sendiri. Lalu berdiri dan mengangkat loyang berisi adonan untuk ku buang.

"Sini Bu, biar aku saja yang mixer adonan kue nya."

Nuri mengambil loyang baru dan menggantikan tugasku untuk bikin adonan kue. Aku sibuk mencuci tanganku yang belepotan dan bau telur busuk.

"Kamu itu Nur,.. memang calon mantu idamaaan. Sudah cantik, pinter, rajin di dapur juga." Ibu memuji Nuri.

"Kalau Nuri mantu idaman ibu, ya jodohkan saja sama Mas Mirza Bu...." Ucapku sambil mengedipkan sebelah mata kearah Nuri.

"Wah, betul itu Non. Den Bagus kalau sama Mbak Nuri serasi. Ganteng & ayuu, sudah akrab juga sejak kecil. Jadi mereka berdua pasti cocok."

Mbok Minah yang sejak tadi fokus di depan oven memanggang kue, jadi ikut-ikutan memberikan pendapat.

"Ho oh,. gelem piye Nur? Jadi mantuku? mosok Mirza kurang ganteng untukmu ?" Ibu menggoda Nuri.

Nuri yang di goda pura-pura tidak mendengar, dan serius dengan mixer di tangannya. Tapi aku tahu, sebenarnya dalam hati dia keki di goda seperti itu.

Akhirnya suasanya dapur jadi seru penuh gelak tawa, gara-gara pembahasan menantu idaman.

*Nuri (ilustrasi visual)

________________Bersambung________________

 

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Terimakasih sudah mampir membaca Novel Ayat Cinta Aisyah.

Ini adalah karya pertama saya,.

Baruu belajar nulis

Beri dukungannya dengan cara

LIKE dan VOTE ya,..

Tinggalkan salam juga di kolom komentar.

 

❤️Rohana Kadirman❤️

Terpopuler

Comments

Dhina ♑

Dhina ♑

manis nya Nuri

eh, kalangan ningrat harus dijodohkan dengan yang ningrat juga, biar ga jatuh cinta sembarangan

2020-12-11

0

feliza keith

feliza keith

👍

2020-11-04

1

Zia Azizah

Zia Azizah

aku Yo seneng Lo mbk mbuat kue , hehehhe 😁

2020-10-31

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 68 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!