Kenangan...

Malam ini rasanya seperti ada sesuatu yang,.. Entahlah, aku sendiri sulit menjabarkannya seperti apa. Ada rasa gamang yang mengusik perasaan.

Malam ini, malam terakhir aku tidur di kamarku, kamar yang sudah 17 tahun ku huni. Setiap sudutnya, setiap centi lantainya, semuanya seakan sudah menyatu dengan diriku.

Ya,.. Malam ini adalah malam terakhirku di rumah. Besok pagi aku akan pergi untuk merajut impian, berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan kuliah di sana.

Pintu lemariku masih ku biarkan terbuka, karena baru saja aku selesai memindahkan sebagian isinya ke dalam koper besar yang sekarang sudah berdiri tegak di sisi ranjang.

Sekali lagi aku mengedarkan pandangan ke arah sesisi kamar, melihat-lihat kalau saja ada sesuatu yang penting harus ku bawa namun terlewatkan.

"Hmm,.. Sepertinya sudah semua." Aku menutup pintu lemari.

" Krinciiiing,.. " Sebuah gantungan kunci berbentuk pyramida yang ku gantungkan di pintu lemari menimbulkan suara gemerincing saat aku menutup pintunya.

Lalu aku beralih mengecek laci-laci. Dan, aku menemukan sesuatu yang menarik perhatianku. Sebuah buku album, berisi foto-foto masa kecilku.

Aku membawanya ke tempat tidur, dan membuka-bukanya sembari rebahan.

Ada fotoku saat masih bayi, fotonya masih berwarna hitam-putih. Fotoku bersama Mas Mirza, fotoku saat di gendong almarhum kakek, fotoku saat menanam bunga dengan ibu, dan ada juga fotoku bersama Nuri sambil memegang boneka.

Sepertinya kami berdua memang BFF. Best Friend Forever.

Aku membuka lembar demi lembarnya. Kebanyakan, foto-fotonya membuatku tertawa. Alangkah lucunya diriku saat masih kecil dulu.

Lalu,.. di lembaran terakhir album foto itu,. ada sebuah foto,.. Oh, bukan foto, tapi lukisan !

Sebuah lukisan Taj Mahal !

Aku takjub menatap lukisan itu. Lukisan sketsa pensil berbentuk gambar Taj Mahal. Di sudut bawah lukisan itu, ada sebuah tulisan, namaku dan nama seseorang. Hamzah & Aisyah.

Aku tersenyum jika mengingat hal itu.

Waktu itu, mungkin umurku sekitar empat tahun, atau lima tahun, entahlah. Tapi aku masih bisa mengingat semuanya, kenangan masa kecilku, tentang lukisan itu. Serta semua peristiwa sesudahnya, setelahnya, setiap detailnya,.....

***

Sore itu, selesai mengaji Iqro dan hafalan surah-surah pendek di pesantren Al-Fallah, aku tak lantas pulang ke rumah.

Aku dan Nuri memilih bermain congklak di depan teras masjid.

Waktu itu aku masih kelas 2 Madrasah Ibtidaiyah atau setingkat SD.

Saat itulah,. kulihat Pak Tarno, sopir keluarga Kyai Ghazali, membawa sebuah koper besar lalu menaikkannya ke bagasi belakang mobil. Mungkin Kyai Ghazali akan pergi keluar kota, pikirku saat itu.

Benar saja, nampak kemudian Kyai Ghazali bersama seorang laki-laki bercambang lebat keluar dari dalam rumah. Seingatku, aku belum pernah melihat orang itu di pesantren Al-Fallah.

Tak lama kemudian,. Ummi Salamah juga keluar dari rumah, di susul Mas Hamzah di belakangnya, kemudian Laila dan Hindun, adik kembar Mas Hamzah, juga ikut menyusul.

Mungkinkah mereka akan pergi liburan sekeluarga ?

"Aisyah,.. Cepetan, sekarang giliranmu."

Nuri menyenggol lenganku, rupanya sudah tiba giliranku untuk memainkan batu congklak.

"Nuri,. lihat itu !"

Aku menunjuk ke arah rumah Kyai Ghazali. Nuri menoleh, mengikuti arah telunjukku.

"Maksudmu, keluarga Pak Kyai ?? Kenapa emangnya?"

Nuri tak faham kenapa aku menunjuk ke arah keluarga Kyai Ghalazi.

"Tadi Pak Tarno bawa koper besaar sekali, di masukkan ke dalam mobil. Sepertinya mereka mau pergi jauh. Mungkin mau pelesiran, mau liburan sekeluarga." Ucapku menerka-nerka.

"Oh,.. aku kira apa. Ayo lah,.. kita main congklak aja. Gak usah liatin mereka." Ajak Nuri.

"Nuri,. coba lihat deh. Orang yang lagi bicara sama Pak Kyai itu siapa ya? itu, orang yang brewokan itu ?"

Aku terus memperhatikan Mas Hamzah dan keluarganya.

"Gak tau. Gak pernah lihat aku. Iya siapa ya ? mungkin keluarganya Pak Kyai."

Nuri akhirnya ikut memperhatikan.

Tak lama kemudian nampak Mas Hamzah menyalami abah dan umminya, juga memeluk kedua adik perempuanya. Lalu ia masuk ke dalam mobil, bersama laki-laki brewokan tadi.

Pak Tarno membungkuk ke arah Pak Kyai, lalu naik ke mobil dan mulai menyalakan mesinnya.

Perlahan, mobil mulai bergerak meninggalkan halaman rumah Kyai Ghazali. Terlihat, Ummi Salamah menangis, sembari memeluk Laila dan Hindun.

Aku tertegun menyaksikan pemandangan itu.

Dugaanku ternyata salah. Bukan seluruh keluarga Pak Kyai yang hendak pergi, tapi hanya Mas Hamzah saja.

"Nuri,.. Kog Mas Hamzah yang pergi sendiri ?? " Aku bertanya kepada Nuri.

Tapi mungkin lebih tepatnya pertanyaan itu ku tujukan untuk diriku sendiri, karena Nuri juga pasti sama sepertiku, sama-sama tidak tahu.

Nuri menggelengkan kepala.

Sesaat kemudian,..

Dengan kaki kecilku, aku berlari kencang ke arah mobil itu, berusaha mengejar Mas Hamzah.

"Mas Hamzaaaah,... !" Aku berteriak.

"Mas Hamzaaaah,..!"

Aku terus berlari sambil berteriak memanggil nama Mas Hamzah.

Beruntung,. dari kaca spion, Pak Tarno melihatku berlari-lari mengejar di belakang mobil. Ia pun lantas menghentikan laju mobilnya.

Begitu mobilnya berhenti, Mas Hamzah lalu turun dari mobil dan melihat ke arahku.

"Kamu ngapain lari-lari Aishy ?" Tanya nya segera setelah aku tiba di depannya.

"Mas Hamzah mau pergi kemana ?" Ucapku setengah ngos-ngosan karena berlari.

"Aku mau pergi belajar ke tempat yang jauh Aishy. Aku mau pergi ke Mesir."

"Mesir,... ?" Aku mengerenyitkan dahi. berusaha mengingat-ingat.

"Ke tempatnya Taj Mahal ??"

"He he..., bukan Aishy. Taj Mahal kan

di India."

"Aisyah masih ingat gak ? Waktu itu Aku pernah menggambar bangunan besar berbentuk segitiga. Namanya pyramida."

"Oh iya, aku ingat !!" Ucapku girang.

Mas Hamzah memang pernah menggambar sebuah bangunan tinggi berbentuk segitiga, katanya itu namanya pyramida.

"Nah, Mesir itu negara tempat pyramida berada. Disana, ada banyaaaak bangunan pyramida. Besok, kalau Aisyah ke sekolah, Aisyah ke perpustakaan ya. Terus, cari buku yang judulnya Ensiklopedi Dunia. Nanti disitu, ada gambarnya Pyramida juga."

Aku mengangguk faham.

"Itu siapa ?" Ucapku sambil menunjuk ke arah laki-laki brewokan yang duduk di dalam mobil.

"Oh,.. itu pamanku Aishy. Dia tinggal di Mesir. Dia datang kesini menjemputku."

Dari balik kaca jendela mobil yang terbuka, aku bisa melihat laki-laki brewokan itu bercakap-cakap dengan Pak Tarno. Lalu ia tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepala melihat ke arahku.

"Memangnya Mas Hamzah mau pergi

lama?"

"Iya Aishy, Mesir kan jauh, jadi aku pasti lama disana," jelas Mas Hamzah.

"Aku pergi dulu ya Aishy. Aku mau naik pesawat, jadi gak boleh terlambat. Kamu harus rajin belajar ya, rajin ngaji juga. Nanti kalau aku pulang, aku kasih oleh-oleh pyramida. Mau ?? " Ucap Mas Hamzah sambil memegang pundakku dengan kedua tangannya.

Aku menganggukkan kepala.

Mas Hamzah lalu masuk kembali ke dalam mobil.

"Daaaah,... Aisyah keciil, Assalamualaikum." Ucap Mas Hamzah sambil melambaikan tangannya dari balik jendela mobil.

"Walaikumsalam,..." Aku mematung.

Menatap mobil itu hingga menghilang dari pandangan mataku.

Tiga tahun kemudian,..

Saat aku kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah, Mas Hamzah pulang dari Mesir. Dia ternyata tak lupa dengan janjinya. Dia memberiku oleh-oleh pyramida. Sebuah gantungan kunci yang terbuat dari besi kuningan dengan bandul berbentuk pyramida.

Waktu itu aku senaang,....sekali. Aku kira dia pulang untuk selamanya. Aku tak sabar ingin mendengar berbagai kisahnya tentang Mesir, juga tentang pyramida.

Tapi ternyata dugaanku salah. Mas Hamzah hanya pulang sebentar saja. kira-kira dua pekan, lalu dia kembali lagi ke Mesir.

Tiga tahun berikutnya,...

Dia pulang lagi. Tapi saat itu, aku sudah tak berani, dan merasa malu untuk menemuinya lagi. Waktu itu, aku hanya berani mengintipnya dari balik jendela kelas. Tentu saja, karena saat itu aku sudah kelas dua di Madrasah Tsanawiyah atau setingkat SMP.

Aku sudah tahu mana yang boleh dan mana yang tidak boleh untuk di lakukan. Sudah tak pantas bagiku, jika menemui seorang laki-laki, sekalipun aku merasa rindu padanya. Terlebih, dia bukan siapa-siapaku. Bukan makhromku.

***

Aku menutup kembali buku album fotoku, lalu menyimpannya kembali kedalam laci.

Sesaat kemudian, aku berfikir.

Lalu kembali membuka laci, mengambil buku album tadi, dan mengambil lembaran terakhirnya, lalu ku masukkan ke dalam map plastik. Map plastik berisi berkas dan data-data yang perlu ku bawa esok hari ke Jakarta.

Aku keluar dari kamar dan menuju ke dapur. Sebentar lagi waktunya makan malam. Waktunya berkumpul di meja makan.

Ibu dan Mbok Minah terlihat sibuk menyiapkan makanan. Sementara ayah duduk sembari menyeruput kopi.

Ya,.. kebiasaan ayahku. Tak bisa lepas dari kopi. Bahkan sebelum makan sekalipun, ayah masih sempat meminum kopi.

Aku memeluk ayah dari belakang.

"Ayah,. kurangi dong minum kopinya. Harusnya tuh Yah,.. minum kopinya nanti setelah makan."

"Aturan dari mana itu? Minum kopi harus setelah makan. Seperti anjuran minum obat saja."

"Huu,.. ayah, pasti gitu kalau di kasih tahu. Kalau belum makan udah minum kopi, ya perutnya udah kenyang duluan."

"Siapa bilang,...? Buktinya ayah masih kuat makan. Sekali makan habis dua piring nasi. Ha ha ha." Ucap Ayah sambil terkekeh.

Aku cemberut mendengar jawaban ayah.

"Mas Mirza mana Bu? Kog belum pulang?" Tanyaku kepada ibu.

"Coba sana telpon, mungkin masih di bengkel. Suruh dulu pulang makan malam. Kasih tahu jangan lembur malam ini." Ucap Ibu sembari menata piring di atas meja.

Baru saja aku mau beranjak untuk menelpon Mas Mirza, tiba-tiba sudah terdengar suara Mas Mirza bersalam.

"Assalamualakum !" Seru Mas Mirza dari luar rumah.

Di susul bunyi pintu terbuka, lalu langkah tergesa Mas Mirza menuju dapur. Begitu tiba di dapur, dia langsung menuju westafel untuk mencuci tangan.

" Walaikumsalam,..." Kami yang di dapur menjawab serempak.

Mbok Minah membawa semangkuk besar sup panas ke atas meja. Asapnya masih mengepul. Aroma lezat menguar.

"Wooooaah,... Harum sekali masakannya Mbok. Jadi makin lapar aku." Ucap Mas Mirza memuji aroma masakan Mbok Minah.

"Iya Den Bagus, ini Mbok Nah masak sup iga sapi, kesukaan Den Bagus," jawab Mbok Minah.

"Oh,. gitu ya. Mbok Minah pilih kasih. Yang di masakkan makanan kesukaannya cuma Mas Mirza saja. Aku Enggak. Mentang-mentang besok aku sudah ke Jakarta, jadi aku gak di sayang lagi." Ucapku sambil cemberut. Pura-pura marah kepada Mbok Minah.

"Eeh...., Siapa bilang? Nih lihat Non! Mbok Nah sudah siapkan yang spesial buat bekal Non ke Jakarta besok. Sambal goreng TTK. teri tempe kacang." Ucap Mbok Minah sambil menunjukkan setoples besar sambal goreng kesukaanku.

"Horeee,... Sayang deh sama Mbok Minah." ucapku sambil bertepuk tangan kegirangan.

Kami pun memulai makan malam.

_______________Bersambung____________

.

.

.

.

.

.

.

Terimakasih sudah mampir membaca Novel Ayat Cinta Aisyah

Ini adalah karya pertama saya,.

Baruu belajar nulis

Beri dukungannya dengan cara

LIKE dan VOTE ya,..

Tinggalkan salam juga di kolom komentar.

 

❤️Rohana Kadirman❤️

Terpopuler

Comments

Zia Azizah

Zia Azizah

feedback 🥰🥰

2020-11-01

0

🍫Bad Mood 🍰

🍫Bad Mood 🍰

feedback 😇

2020-10-05

0

Anita Jenius

Anita Jenius

Like ❤🧡💛💚💙

2020-10-01

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 68 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!