Malam Terakhir

Selesai makan malam, aku membantu Mbok Minah cuci piring.

"Gak usah Non, biar Mbok Nah saja nanti yang cuci piringnya." Ucap Mbok Minah sambil mengelap meja makan dengan serbet.

"Biarin saja Mbok.... Lagian nanti kalau di Jakarta, Aisyah juga harus mengerjakan semuanya sendiri. Masak, cuci piring, cuci baju, semuanya sendiri." Ibu yang sedang menyeduh teh melatinya menimpali ucapan Mbok Minah.

Selesai membuat teh, ibu lalu membawa cangkir tehnya pergi ke ruang tengah.

Aku melanjutkan pekerjaanku mencuci piring. Setelah selesai, aku melepas celemek. Lalu ikut menyusul ibu ke ruang tengah.

Di ruang tengah, ayah terlihat santai duduk di sofa, di sebelahnya, ibu asyik menonton TV dengan menyelonjorkan kaki. Sementara Mas Mirza terlihat sibuk dengan gadgetnya.

"Huh! Dasar perempuan bodoh, sudah jelas-jelas di selingkuhi berulang kali kog ya masih bertahan. Wong cuma pacaran, tinggal di putuskan saja harusnya. Kayak gak ada laki-laki lain saja !" Ibu terdengar menggerutu.

Tak lama, dari TV terdengar soundtrack lagu Rossa "Ku menangiiis, membayangkan,... Betapa kejamnya dirimu,...."

"Nonton apa sih Bu? Kog marah-marah sendiri." Aku menoleh ke arah TV untuk melihat film apa yang sedang di tonton oleh ibu.

"Ya Allah Bu,... Sinetron kayak gitu kog di tonton. Ceritanya gak ada yang masuk akal. Ha ha ha,..." Aku menertawakan ibu setelah tahu apa yang membuatnya kesal sampai marah-marah barusan. Apalagi kalo bukan sinetron termehek-mehek dari station TV berlogo ikan terbang itu. Entah mengapa, ibu ibu tuh suka banget nonton sinetron di station TV itu. Padahal, setiap kali menonton, bisa di pastikan mereka uring-uringan sendiri karena alur ceritanya. Tapi ya, tetap saja di tonton.

"Oalaaaah,... Pantesan gak mau putuskan pacarnya dan tetap minta dinikahi. Wong dia sudah hamil duluan! Gadis bodoh." Ibu masih mengomel sendiri, kemudian ia meraih remote TV lalu mengganti channelnya. Mungkin ibu merasa kesal sendiri. Aku semakin tertawa geli melihat ibu seperti itu.

"Itu lihat Aisyah, lihat.... Jadi perempuan itu harus bisa jaga diri. Jangan termakan rayuan lelaki. Karena perempuan itu, seperti cermin, sekali pecah akan hancur berkeping-keping, dan tak mungkin bisa utuh kembali." Ucap Ibu kepadaku.

"Iya, iya Bu. Aisyah ngerti. Aisyah akan jaga diri." Ucapku sembari memeluk pinggang ibu.

"Kamu nanti di Jakarta sendirian. Gak ada lagi ayah dan ibu yang bisa menjagamu. Gak ada juga mas mu. Jaga pergaulanmu, terutama sama laki-laki. Jangan pacaran!" Ucap ibu menasehatiku. Sepertinya ibu terbawa emosi gara-gara cerita di sinetron tadi.

"Iya Bu, Siapa juga yang mau pacaran. Aisyah ke Jakarta untuk kuliah, bukan untuk cari pacar. Lagian pacaran juga kan dosa Bu. Aisyah ngerti."

"Ya biarin saja kalo Asiyah mau pacaran toh Bu, langsung di nikahkan saja sekalian." Kelakar Mas Mirza. Ternyata diam-diam dia ikut mendengarkan percakapanku dengan ibu.

"Huh,..! Apaan sih mas !" Aku melemparkan bantal sofa kecil ke arah Mas Mirza, dan tepat mengenai jidatnya.

"Lha iya bener toh? Kalau kamu nanti di Jakarta punya pacar, kamu tinggal bilang saja, biar sekalian di nikahkan. Itu seperti Winda, kan tenang sekarang bapaknya. Winda sudah ada yang jaga, kuliahnya juga tetap lanjut." Mas Mirza lanjut mengemukakan pendapatnya.

"Gak mau! Aku gak mau cepet-cepet nikah. Mas Mirza aja yang nikah duluan. Aku mau kuliah sampai selesai, terus cari kerja. Setelah itu, baru mikirin nikah." Ucapku membela diri.

"Tapi mas mu ada benarnya juga Aisyah. Kalau kamu sudah punya suami, kan ayah tenang, karena sudah ada makhrommu. Sudah ada yang menjaga kamu." Ayah yang sejak tadi hanya diam dan jadi penonton, akhirnya ikut menimpali.

"Jadi Ayah mau jodoh-jodohkan aku?? Seperti Winda gitu?" Ucapku dengan tatapan tajam ke arah ayah. Aku khawatir jika ayah sekarang berubah fikiran, meskipun dulu ayah sudah pernah bilang bahwa dia tidak akan menjodoh-jodohkan aku ataupun Mas Mirza.

"Loh, siapa yang bilang mau menjodohkanmu Nduk ?? Maksud ayah, misalkan nanti di Jakarta ada laki-laki yang suka sama kamu, dan kamu juga suka sama dia. Suruh dia menemui ayah. ayah tidak tebang pilih. Yang penting dia Islam, agamanya bagus, akhlaqnya bagus, itu sudah cukup bagi ayah." Ucap ayah dengan nada serius.

"Itu,.. dengar ucapan ayahmu, ibu juga setuju. Nikah muda malah bagus. Ibu dulu juga nikah muda," ucap ibu, kemudian ia menyeruput cangkir tehnya. "Teh melati memang sungguh nikmat." Ucapnya kemudian.

"Iya Bu...." Aku menjawab perlahan.

Dari arah dapur, terlihat Mbok Minah berjalan sambil menenteng sebuah nampan dengan kedua tangannya.

"Ini kopinya Ndoro Tuan." Ucap Mbok Minah, lalu ia berjongkok dan meletakkan secangkir kopi di meja kecil dekat ayah.

"Iya,. Mbok, matur suwon." Ayah lantas segera menyeruput kopinya.

"Inggeh Ndoro Tuan,." Ucap Mbok Minah.

Mbok Minah memang sedikit lucu, memanggil ayah dengan sebutan Ndoro Tuan. Padahal Ndoro itu artinya adalah tuan. Dulu, kata ibu, waktu pertama kali datang ke rumah kami, Mbok Minah memanggil ayah dengan sebutan Kanjeng Raden. Tapi ayah melarangnya, dan menyuruh Mbok Minah untuk memanggilnya dengan sebutan bapak saja. Tapi Mbok Minah merasa sungkan, dan akhirnya dia malah memanggil ayah dengan sebutan Ndoro Tuan. Kalau memanggil ibu sih, tetap ibu, sama sepertiku.

Mbok Minah berjalan mendekati ibu, sambil membungkuk dia bertanya dengan suara perlahan.

"Ibu, itu bekalnya Non Aisyah yang di dapur mau di wadahi pakai apa?" Ia bertanya.

Yang di maksud Mbok Minah adalah bekal makananku dari rumah, untuk kubawa besok ke Jakarta. Mbok Minah memang membuatkanku sambal goreng, kerupuk peyek, dan aneka cemilan seperti kue kering dan emping. Ada juga kue bakpia pathok khas Jogja, tapi itu ibu yang menyuruhnya beli di pasar. Kata ibu, untuk oleh-oleh teman satu kosan nanti di Jakarta.

"Wadahin saja pake travel bag mbok, travel bagnya ada di gudang. Itu yang warna coklat." Jawab ibu.

"Trepel bek ? Iku opo Bu ? Yang seperti apa bentuknya?" Mbok Minah terlihat bingung. Tidak mengerti apa itu travel bag.

"Ya Allah Mbok, itu loh, tas warna coklat di gudang. Tas yang di jinjing, yang di tenteng pakai tangan begini." Ucap ibu sambil mempraktekkan menjinjing tas dengan tangannya.

"Oalah...tas jinjing. Inggeh Bu,. Mbok Nah tahu sekarang. Saya kira tadi maksudnya tas bus. Wong Mbok Nah tahunya trepel itu adalah bus. Bus trepel." Ucap Mbok Minah sambil berdiri, lalu berjalan kembali ke dapur. Kami yang mendengar ucapan Mbok Minah berusaha menahan tawa.

"Mbok Nah...Mbok Nah...travel bag kog ya dikira bus travel." Ucap ibu sembari tertawa geli.

"Barang-barangmu sudah siap

semua Aishy?" Ibu balik bertanya kepadaku.

"Sudah Bu.... Koperku sudah siap." Jawabku.

"Ya sudah cepat tidur sana. Besok kamu harus berangkat pagi-pagi. Nanti mas mu yang antar ke stasiun." Ucap Ibu merintahkanku untuk segera tidur.

"Iya Bu... aku masuk ke kamar sekarang." Aku berdiri lalu berjalan ke arah kamarku.

Aku menutup pintu kamar, lalu masuk ke kamar mandi, sikat gigi dan wudhu.

Kemudian aku ganti baju, memakai piyama tidur.

Ku matikan lampu kamar, dan menyalakan lampu tidur. Lampu tidurku ini hadiah ulang tahun dari Mas Mirza. Sebuah lampu tidur dengan cahaya berbentuk bintang-bintang kecil berwarna kuning yang menyorot ke atas langit-langit kamar.

Aku merebahkan badan di atas kasur empukku. Aku membaca zikir dan doa tidur, lalu memejamkan mata berusaha untuk tidur. Tapi entah mengapa, rasanya mataku enggan terpejam, dan rasa kantuk tak jua datang.

Aku kembali membuka mata, dan menatap langit-langit kamar. Bintang-bintang kecil dari cahaya lampu tidurku, seakan menjelma menjadi bintang sungguhan. Aku lantas membayangkan di atasku adalah langit, dan aku tidur di bawah bintang-bintang.

Aku mengubah posisi tidurku. Aku memiringkan badan ke arah kanan, sembari memeluk guling kesayanganku.

Ah,...mengapa rasanya jadi gelisah sekali,..

Apa karena besok aku akan berangkat ke Jakarta?

Malam ini,. malam terakhirku tidur di kamar kesayanganku,...

Mataku seakan benar-benar sulit untuk terpejam. Aku tak ingat, entah sampai jam berapa, kemudian aku baru bisa terlelap.

_____________Bersambung____________

.

.

.

.

.

.

.

.

Terimakasih sudah mampir membaca Novel Ayat Cinta Aisyah

Ini adalah karya pertama saya,.

Baruu belajar nulis

Beri dukungannya dengan cara

LIKE dan VOTE ya,..

Tinggalkan salam juga di kolom komentar.

 

❤️Rohana Kadirman❤️

Terpopuler

Comments

Zia Azizah

Zia Azizah

jempolku slalu dsni 😁

2020-11-01

0

🍫Bad Mood 🍰

🍫Bad Mood 🍰

iya aisyah, nikah muda aja. biar awet muda nti kl anaknya udah pada gede 😄

2020-10-05

0

BELVA

BELVA

jempol 3 lgi

2020-10-05

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 68 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!