"Mil, hari ini mama sama papa mau jengukin adek, katanya kamu ngajar ambalan kan di sekolah deket asrama adekmu?" tanya mama Hastin.
"Apa? Mama sama papa mau jengukin adek? Hari ini?" tanya Syamil.
"Iya. Kemarin mama cerita sama papamu, kalau kamu hari ini akan meluangkan waktu untuk menjenguk adek. Biar kamu ga bolak balik kejauhan. Sekalian gitu jalannya. kamu ngajar Ambalan, papa mama jengukin adek." kata mama Hastin.
"Wah, makasih ya ma. Terus, mama berangkat jam berapa? Kenapa papa belum pulang?" tanya Syamil.
"Nanti mama sama papa ke sana nya abis Ashar, karena hari ini papamu masih ada tugas di Polres." jawab mama Hastin sambil menata barang bawaan yang siap di bawa ke asrama putrinya.
"Okey mah, kalau gitu, Syamil berangkat duluan ya. Syamil masih harus mampir ke rumah ustadz Hanif dulu, setor hafalan. Abis itu baru ngajar. Nanti Syamil selesai jam lima, Syamil nyusul aja ya ke asramanya." kata Syamil.
"Iya. Mama paham schedule kamu." jawab mama Hastin.
"Ngomong-ngomong, si kembar ke mana mah?" tanya Syamil kepo dengan adik kembarnya.
"Pada bobok. Makannya, ini mama nyicil nyiapin barang bawaan buat adek, karena si kembar kalau melek matanya, mama harus full time sama mereka." jawab mama Hastin.
"Widih, emang mama tu mama yang terbaik. Setrong!" kata Syamil memuji mamanya.
"Kamu ino, berlebih. Ya udah sana, makan dulu. Udah makan belum?" tanya Mama Hastin.
"Belum mah, tadi pas di luar, keinget mama masak sayur daun singkong, jadi pingin segera pulang aja." kata Syamil.
"Hem, gayamu bang. Bilang aja, lagi hemat kantong. Ya kan?" ledek mamanya.
"Hahaha, tau aja mah. Tapi asli, Syamil ga boong kali ini. Syamil paling ga bisa nahan kalau mama masak sayur daun singkong begini." jujur Syamil sambil mengambil nasi di piring yang sudah dia ambil di rak piring.
"Yah, mama bisanya ya cuma masak begituan bang. Namanya juga mama kan orang kampung." kata mama Hastin.
"Justru. masakan kampung itu, ga ada duanya. Mau nyari di rumah-rumah makan, ga ada mama. Adanya di rumah sendiri. Apalagi, olahan bumbu ala-ala mama. Beuh, ga ada duanya." puji Syamil sambil menyendok yang ada di hadapannya.
"Lebay kamu bang. Dah, entar kalau kamu udah nikah, mama bakal kasih resep ini ke istrimu, biar dia bisa selalu masakin makanan kesukaan mu." kata mama Hastin.
"Mama nih, udah ngomongin istri aja. Masih lama mama, Syamil belum kepikiran." kata Syamil sambil meletakkan gelas berisi air putih yang tadi sempat dia teguk.
"Belum kepikiran untuk nikah, tapi sudah ada incaran untuk dijadikan istri kan?" goda mama Hastin yang sudah bisa membaca mimik wajah putranya.
"Ah, mama ni, engga kok." jawab Syamil bersemu merah.
"Engga salah." goda mama Hastin.
💕💕💕
Sesampainya di asrama, Zea sudah di hadang Serli di depan kamar mereka.
"Nah, ini dia yang ditunggu-tunggu udah nongol. Yuk kak, gue ajak." kata Serli main tarik tangan Zea.
"Eh. Ada apa sih Ser? Main tarik aja lo." sewot Zea yang niat hati mau mencuci baju.
"Udah, ayo ikut gue." kata Serli masih bersemangat menarik lengan Zea.
Zea memutar matanya jengah, tetapi dia juga penasaran, ada hal apa yang ingin ditunjukkan adik sahabatnya ini.
"Ser, bocorin dikit napa. Kita mau ke mana sih? Syahla mana? Entar dia nyariin lho." kata Zea.
"Udah, lo nurut aja lah sama gue, ga usah banyak nanya." kata Serli.
Sesampainya di ruang tamu asrama, yaitu ruangan yang biasa dipakai oleh para santri untuk berjumpa dengan keluarganya, Zea di tarik lengannya sampai tiba di ruang tamu itu.
"Assalamualaikum tante." sapa Serli sambil masih menggandeng Zea.
"Wa'alaikumussalam Serli. Ini, temanmu?" tanya Mamanya Syahla.
"Iya tante. Temennya Syahla juga." kata Serli.
"Iya mah, ini mbak Zea, temen sekaligus sahabat baru Syahla selama di asrama mah. Mbak Zea ini masih baru, tapi sekolahnya, kakak kelas Syahla mah. Dia juga orang Manjaya lho mah." kata Syahla memperkenalkan Zea kepada mamanya.
"Assalamualaikum tante." salam Zea ramah dan sopan sambil mencium punggung tangan Mamanya Syahla.
"Wa'alaikumussalam. Salam kenal ya mbak Zea. Saya Tante Hastin, mamanya Syahla." kata mama Hastin memperkenalkan diri.
"Iya tante." jawab Zea.
"Oya, ini papanya Zea, namanya om Heru." kata mama Hastin memperkenalkan pada suaminya.
Pak Heru menangkupkan kedua tangannya di dada, dan mengangguk sebagai isyarat sapaan pada Zea. Begitupun Zea, juga melakukan hal yang sama.
"Manjaya juga ya? Tepatnya di mana mbak?" tanya mama Hastin ramah.
"Kampung Manggis tante." jawab Zea ramah.
"Oh, ya lumayan jauh ya." kata Mama Hastin.
Saat mama Hastin akan melanjutkan obrolannya, tiba-tiba teriakan anak kecil memecahkan fokus mama Hastin, dan beralih pada dua anak kecil yang berlari ke arahnya.
"Mama... Mamam...mamam ma. mamam." rengek si anak kecil yang ternyata diikuti seseorang di belakangnya. Serli menyenggol lengan Zea, memberi isyarat.
"Apa?" tanya Zea berbisik.
"Itu." kata Serli menunjuk sosok pria yang berjalan ke arah mereka.
Sepersekian detik, Zea terkesima dengan aura pria tampan yang berjalan ke arah mereka, Zea segera tersadar, bahwa pria itu bukanlah pria asing baginya.
"Dia?" gumam Zea.
"Lhoh, Zea?" sapa Syamil yang langsung menyapanya lebih dahulu, membuat Syahla dan Serli saling berpandangan, heran.
"Eh, i-iya kak. Ehm, Assalamualaikum kak." sapa Zea tergagap.
"Wa'alaikumussalam Zea. Kamu, di sini?" tanya Syamil.
"Iya kak, tadi di ajak sama Serli." jawab Zea.
"Lhoh. abang sama kak Zea udah saling kenal?" tanya Syahla heran.
"Ya. Dia kan temen abang." jawab Syamil.
"Jadi, kak Zea juga udah kenal bang nSyamil?" tanya Serli.
"Ya, iya. Udah." jawab Zea.
"Kenapa ga bilang sih kak." protes Serli.
"Lah, ya mana gue tau kalau abangnya Syahla itu kak Syamil? Kan elo ga pernah sebut namanya. Syahla juga, ga pernah nyebut nama abangnya. Ya wajar dong kalau gue ga tau." jawab Zea.
"Sejak kapan kalian saling kenal?" tanya Serli.
"Udah lama sih. Tapi, ketemu lagi, belum lama." jawab Zea.
Diam-diam mama Hastin mengambilkan dan menyuapi anak kembarnya sambil membaca sikap putra tunggalnya itu. Syamil memang ramah, tetapi biasanya Syamil lebih dingin jika bertemu dengan wanita yang tidak terlalu akrab baginya. Namun kalo ini, sikap Syamil hangat pada kedua sahabat adiknya.
"Eh, oiya. Ini kok mirip dan kecilnya sama. Ini adik-adikmu La?" tanya Zea sambil berjongkok menowel pipi Cubi kedua adik Syahla.
"Iya mbak. Ini yang sering aku ceritain. Adik kembarku. Namanya Syahida dan Syahita. Tapi panggilannya Ida dan Ita." jawab Syahla.
"MaasyaaAllah, keren ya. Syamil, Syahla, dan ini si kembar, Syahita Syahida. Tante sama om ngasih namanya bagus-bagus, mirip-mirip." puji Zea.
"Ah, biasa aja. Cuma biar gampang mengingatnya saja nak." jawab pak Heru yang sudah ikut duduk di tikar yang di gelar.
"Zea sama Serli, ikut makan di sini aja ya. Ini tante bawakan makanan banyak untuk di makan bersama. Tante masak sayur singkong dan sambal terong, kesukaan Syahla." kata Mama Hastin.
"Ya ampun tante, ini enak-enak banget." puji Serli yang sudah terbiasa dengan mama Hastin.
"Iya makannya, ayuk makan dulu." ajak mama Hastin.
"Dek, ayo temennya diajak makan." kata Pak Heru kepada Syahla.
"Ya pa." jawab Syahla.
Syahla mengajak Zea dan Serli makan bersama keluarganya. Mereka makan bersama dengan suka cita, termasuk Syamil yang juga ikut makan makanan favoritnya sambil sesekali mencuri pandang pada sosok Zea yang masih terlihat manis dan imut, meski dia masih memakai seragam sekolah, karena memang dia baru pulang dari sekolah. Syamil juga mengetahui itu, karena yang mengisi kegiatan di sekolahan Zea juga dirinya sendiri.
"Hati-hati makannya." tegur Syamil pada Zea, saat Zea hampir tersedak, karena mendapat cubitan di paha oleh Serli.
"Eh, i-iya kak." jawab Zea kikuk.
💕💕💕
yuk sini anak santri, gimana rasanya kalau dijenguk keluarga dan diajak makan bersama dengan menu favorit nya? pasti seneng?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Herry Murniasih
wahh... pada ngumpul senang banget ya. kayaknya mama Hastin penasaran sama Syamil, ada hubungan apa sama Zea 😂😂 pasti kepo nih
2023-11-05
0