"Assalamualaikum." salam Syamil setibanya di rumah.
"Wa'alaikumussalam. Alhamdulillah, baru pulang bang?" tanya bu Hastin.
"Iya mah. Tadi abis ngajar, ngobrol sebentar sama pak Azzam, suami teman Syamil yang meminta Syamil untuk membina pramuka di sana." kata Syamil, sambil melepas jaketnya.
"Oya mah, si kembar mana?" tanya Syamil.
"Udah pada bobok." jawab bu Hastin.
"Tumben?" tanya Syamil terheran-heran.
"Iya, soalnya tadi siang ga bobok. Bobok nya tadi jam sepuluh sampe dzuhur." jawab bu Hastin.
"Barengan juga gitu?" tanya Syamil.
"Iya."
"Emang anal kembar tu selalu gitu ya mah?" tanya Syamil sambil duduk di kursi makan sambil mengambil tempe mendoan yang ada di piring.
"Ish, abang ini, kebiasaan deh Cuci tangan dulu gih!" perintah mamanya.
"Tadi udah cuci tangan kok mah, pas sebelum masuk rumah." jawab Syamil.
"Oh, ya udah."
"Oya mah, kira-kira, kapan rencana mama sama papa mau jengukin adek?" tanya Syamil.
"Ehm, kalau kata papa sih, kemungkinan pekan depan bang, karena nunggu papa cuti." kata bu Hastin.
"Ehm, gitu ya?" gumam Syamil.
"Emang kenapa bang?" tanya bu Hastin.
"Ehm...Mah, tau ga. Ternyata, tempatku ngajar pramuka kali ini tu, tempatnya ga jauh dari asrama tempat tinggal adek lho mah." kata Syamil.
"Kamu serius bang?" tanya bu Hastin terkejut bahagia.
"Serius mah. Jadi, kalau misal papa ga bisa nganterin mama, entar mama bisa bareng Syamil saat ngajar pramuka, mah." kata Syamil.
"Oh, ya bagus dong. Ya udah, kapan-kapan kalau abang ke sana, jengukin adek ya bang." kata mamanya.
"Siap mah." jawab Syamil berbahagia dengan aura kebahagiaan yang memancar jelas.
"Tumben bang, bahagia banget, semangat banget jengukin adek." kata Bu Hastin terheran-heran.
"Eh, eng-engga kok mah. ya...cuma kangen aja sama adek." jawab Syamil berkilah.
"Hayo...kenapa? Itu muka ga bisa dibohongin lho bang, ayo cerita sama mama." pinta bu Hastin antusias.
"Apaan sih ma, ga ada apa-apa kok. Ya udah ma, Syamil mau mandi dulu, gerah banget ini." kata Syamil berusaha menghindari pertanyaan lainnya, lalu melenggang ke kamarnya untuk mengambil handuk, kemudian pergi ke kamar mandi.
"Hem, kamu ini bang. Masih aja suka menyembunyikan perasaan dari mama." gumam bu Hastin sambil tersenyum melihat sikap putra sulungnya.
💕💕💕
"Mari mbak, masuk." ajak Syahla kepada Zea.
"Eh, i-iya. Makasih." jawab Zea sambil menenteng tas besarnya yang berisi pakaian.
Syahla mengantarkan Zea ke tempat tidur yang masih kosong.
"Mbak Zea bisa istirahat di sini, dan ini lemari, fasilitas asrama mbak, jadi mbak Zea bisa menaruh pakaian mbak Zea di sini." kata Syahla dengan ramah.
"Oh, iya mbak, terimakasih." jawab Zea.
"Mbak ga usah sungkan sama aku. Dan jangan panggil aku 'mbak' karena aku masih di bawah mbak, usianya." kata Syahla.
"Lha, kok bisa? Emang kamu umur berapa?" tanya Zea heran.
"Saya baru kelas sembilan SMP mbak." jawab Syahla.
"What? Oh... kirain kita seumuran." cuma Zea.
"Mari mbak, saya bantu membereskannya." tawar Syahla, namun di tolak Zea.
"Eh, ga usah repot-repot. Bukannya tadi kamu mau ke masjid?" tanya Zea.
"Iya mbak, tetapi ga jadi. Saya mau temani mbak Zea dulu." kata Syahla.
"Oh, gitu ya? Ehm, makasih ya sebelumnya. Jadi ga enak." kata Zea sungkan.
"Santai aja mbak." jawab Syahla.
"Oya, mbak Zea mau mandi dulu mungkin? Saya antar ke kamar mandi mbak." kata Syahla.
"Oh, ya boleh-boleh, gerah banget ini." jawab Zea merasa senang.
Sesampainya di depan kamar mandi, ternyata antrian masih panjang.
"Lhoh? Ini kamar mandinya? Gue harus mandi di sini?" tanya Zea tak percaya.
"Iya mbak. Ya ini kamar mandi asrama mbak, harus antri dulu kalau mau mandi." jelas Syahla.
"Gitu ya? ya udah deh, gue ngantri dulu aja." kata Zea.
"Eh, tapi, kalau lo buru-buru mau ke masjid, duluan aja. Gue kan masih ngantri, entar kalau selesai mandi, gue langsung ke kamar, kan udah tau juga jalannya." lanjut Zea.
"Ehm, emang gapapa mbak? Nanti mbak Zea bingung ga?" tanya Syahla khawatir.
"Engga, udah. Santai aja." jawab Zea meyakinkan.
"Ya sudah kalau begitu mbak, Syahla tinggal ke masjid dulu ya. Nanti Syahla akan segera kembali." kata Syahla.
"Iya." jawab Zea.
Sepeninggal Syahla, Zea benar-benar menunggu antrian kamar mandi. Rasanya, banyak pasang mata yang memandangnya tak bersahabat, dan memandang aneh. Zea yang memang pembawaannya cuek, tidak menghiraukannya, dia tidak perduli penilaian orang-orang di sana.
Setelah menunggu kurang lebih setengah jam, akhirnya Zea bisa memasuki kamar mandi asrama, yang sangat asing bagi Zea. Kamar mandi yang tidak sebersih di rumah abangnya ataupun dirumahnya. Dan air yang dingin tanpa ada shower dan air hangat. Bagi Zea, ini memang benar-benar Survive baginya, karena banyak ketidaknyamanan yang dia rasakan. Meski bari beberapa menit saja di asrama, tetapi dia meyakinkan dirinya, bahwa dia harus bertahan, tidak boleh menyerah dengan keadaan.
Setelah selesai mandi, Zea segera berjalan menuju kamar uang ditunjukan Ustadzah Ana dan mbak Maya. Di mana tempat itu adalah tempat pertama bertemunya Zea dengan Syahla. Zea celingak celinguk mencari sosok Syahla, tetapi sepertinya Syahla belum kembali dari masjid. Zeapun membuka hendle pintu, dan mencoba masuk kamar yang akan ditempatinya.
Ceklek
"Assalamualaikum." salam Zea pelan. Namun saya melihat ke depan, banyak mata tertuju kepadanya dengan tatapan tak bersahabat.
"Eh, sopo kowe? Wani-wanine mlebu kamar iki, arep nyolong ya kowe?" tudul seorang wanita berambut sebahu, dan bersemir merah di bagian poninya.
"Eh, engga, enak aja. Gue penghuni baru di sini. Gue tadi ke sini diantar sama ustadzah Ana dan mbak Maya. Tadi gue juga Disambut sama penghuni kamar ini, namanya Syahla." kata Zea.
"Halah, maling mana ada yang mau ngaku!" tuduh gadis berambut pendek seperti laki-laki.
"Serius, kalau ga percaya, itu tas gue!" kata Zea menunjuk tas ranselnya.
"Ga mungkin! Biasanya, mbak Maya bakal ngasih tau kita dulu kalau akan ada penghuni baru." elak gadis berambut semir.
"Ya, terserah elo sih. Tapi yang jelas, gue mau sholat dulu." kata Zea cuek sambil melangkah masuk, akan mengambil mukena di tasnya, tetapi seketika jilbabnya di tarik oleh gadis berambut kriwil.
"Aw..." jerit Zea sambil memegangi jilbabnya yang tergeret.
"Enak aja ! Lancang kowe! Santri baru itu ada aturannya, ga seenak itu keluar masuk kamar!" hardik gadis berambut panjang dengan poni di semir.
"Ih. lepasin! Kalau lo pada ga percaya, kalian bisa tanya langsung sama mbak Maya!" jawab Zea tanpa gentar.
"Mil, sana! Kamu tanyakan kebenarannya sama mbak Maya!" titah gadis berambut panjang pirang.
"Okey!" jawab gadis berambut pendek seperti laki-laki. Dia segera menyambar jilbabnya, langsung dikenakannya, dan langsung pergi keluar kamar.
Zea melihat tatapan tajam dua orang perempuan yang menyebalkan itu sangat membunuhnya, tetapi Zea berusaha tetap tegar. Tidak takut sedikitpun, dia harus bisa bertahan dengan segala konsekuensi pilihannya. Dan, dia juga berjanji tak akan membuat ulah, demi nama baik abangnya.
Setelah beberapa lama, akhirnya gadis yang keluar dari kamar itu sudah kembali bersama Mbak Maya, pengawas asrama putri.
"Ini mbak orangnya." kata gadis itu.
"Lhoh, ya bener. Ini Zea. Dia santriwati baru di sini." kata Maya.
"Tuh kan, gue bilang juga apa." gumam Zea, yang mendapat pelototan dari gadis berambut pirang.
"Syahla ke mana dek? Kamu ga bareng Syahla?" tanya Maya.
"Syahla ke masjid mbak, katanya engga lama, tapi ga tau juga, ini belum balik " jawab Zea.
"Ya sudah, kamu lanjutkan kegiatanmu. Sudah sholat belum?" tanya Maya.
"Belum mbak, ini baru mau sholat, tapi malah di interogasi sama mereka." terang Zea.
"Ya sudah, segeralah sholat, waktunya keburu habis." titah Maya.
"Ya mbak." jawab Zea patuh, dan mengambil mukena di ranselnya.
Setelah itu, Maya kembali ke ruangannya, dan Zea di kamar bersama tiga gadis ganas yang seperti siap memangsa dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Herry Murniasih
Serba salah jadi Zea, sabar ya Zea memang seperti itu situasi tinggal di asrama 1 kamar bisa 4 sampai 5 orang, mudah2an ada teman yang baik
2023-10-27
0