"Assalamualaikum Akhi." salam Azzam saat tiba di rumah Ustadz Furqon selaku pimpinan pondok pesantren, tempat Zea akan tinggal. Asrama ponpes Al-Amin memang berlokasi tak jauh dari Madrasah, tetapi di asrama ini tidak mengharuskan siswa siswi madrasah tinggal di asrama itu, bahkan santri di asrama itu juga bebas memilih sekolah, tidak mengharuskan sekolah di madrasah Al-Amin tempat Zea bersekolah.
"Wa'alaikumussalam warohmatullah mas Azzam. Wah, sepertinya akan ada kabar gembira ini. Silakan duduk mas." kata Ustadz Furqon yang usianya memang tak jauh beda dengan Azzam saat melihat Zea berdiri di dekat Azzam sambil membawa tas besar, mempersilakan tamunya untuk duduk di kursi tamu.
"Na'am. Syukron akhi." jawab Azzam sopan. Lalu diikuti Zea di belakangnya.
"Ini, adik antum mas?" tanya Ustadz Furqon.
"Na'am akhi. Ini yang tadi ana ceritakan di chat tadi." kata Azzam.
Ustadz Furqon melihat Zea sekilas, Zea tampak menunduk dengan masih seragam pramuka lengkap.
"Sebentar ya. Ana panggil istri ana dulu." kata ustadz Furqon ijin ke belakang.
"Na'am." jawab Azzam.
"Bang, abang ngenalin Zea sebagai adik abang? Abang juga cerita gitu, kelakuan Zea kemarin ke ustadz Furqon?" tanya Zea setengah berbisik.
"Iya." jawab Azzam.
"Bang, Zea kan udah bilang, Zea ga usah di kenalin ke orang-orang sebagai adik abang. Entar nama baik abang bisa tercoreng karena Zea." protes Zea.
"Ya, justru itu. Dengan abang kasih tau ke semua orang, siapa kamu sebenarnya, itu supaya kamu bisa menjaga nama baik abang. Supaya kamu bisa berfikir terlebih dahulu sebelum bertindak." kata Azzam memberikan alasan.
Zea memegang keningnya, dia merasa berat mengemban amanah ini, karena nama Azzam sangat baik di pesantren. Sedangkan jika Zea melakukan keributan seperti hal nya di madrasah, maka nama baik abangnya akan tercoreng juga.
"Tapi bang..." saat Zea akan menyanggah alasan Azzam, ustadz Furqon sudah kembali bersama istrinya yang masih muda dan cantik.
"Umma, kenalin, ini Zea. Adiknya mas Azzam." kata ustadz Furqon memperkenalkan Zea kepada Ana, istrinya.
"Oh, ya. Assalamualaikum Zea. Senang berkenalan denganmu." sapa Ana ramah kepada Zea.
"Wa'alaikumussalam ustadzah." jawab Zea canggung.
"MaasyaaAllah, cantik sekali adikmu Zam. Pasti banyak cowok yang naksir sama kamu nih ya, sama seperti mas mu dulu waktu di Madrasah." kata Ana yang memang sudah sangat mengenal Azzam karena Azzam adalah teman sekelasnya dulu waktu semasa Aliyah.
"Hahaha, ya, cantik sih cantik An, tapi dia ini tomboy, rada galak kalau sama cowok." kata Azzam.
"Oh ya? Bagus dong." puji ustadz Furqon.
"Kok bagus akh?" tanya Azzam heran.
"Ya, iya. Karena kalau seorang gadis engga galak, sangat mudah baginya dipermainkan para ikhwan." kata ustadz Furqon.
"Gitu ya?" gumam Azzam.
"Ehm, Zea yakin nih mau tinggal di asrama?" tanya Ana mencari minat pada diri Zea.
"I-iya ust." jawab Zea.
"Kenapa baru sekarang masuk asrama? Kenapa engga dari kemarin pas baru masuk Madrasah dek? Pasti abangmu ya yang mengarahkan?" tebak Ana.
"Iya, karena kemarin tu ane yang minta dia untuk tinggal sama ane dulu. Soalnya istri ane kesepian di rumah, kalau ane tinggal kemana-mana. Apalagi kalau ikut serta nemenin safari dakwah ustadz Furqon, pasti sampai berhari-hari kan? Makannya, ane minta adik ane nemenin dia dulu, selama istri ane hamil." jawab Azzam yang tak disangka oleh Zea. Karena Zea berfikir, alasan Zea di bawa ke asrama karena ulahnya kemarin, ternyata karena urusan keluarga.
"Terus, ini istri ente udah melahirkan Zam?" tanya Ana.
"Belum An, tapi dalam minggu-minggu ini, ane bakal bawa dia balik ke Manjaya, karena dia pingin melahirkan di sana, ditungguin ibu dan keluarganya." jawab Azzam, yang kembali membuat Zea terkejut, karena alasan Azzam mengantarkan ke asrama bukan masalah kenakalannya, melainkan karena Azzam tidak ingin dirinya sendirian di rumah.
"Oh, gitu? Bakal LDR dong mas Azzam?" goda Furqon.
"Hahaha, iya ya. Tapi gapapa, itu permintaan dia sih. Makannya, daripada Zea di rumah sendirian kalau pas ane ga di rumah ya ane titipin di sini aja. Gapapa kan?" kata Azzam.
"Ya gapapa lah Zam, justru kami sangat senang." jawab Ana sambil merangkul pundak Zea, seolah seperti adiknya sendiri.
"Ya udah ya An, Akh, ane pamit, ane titipin adik ane ya. Kalau dia bikin ulah, jangan sungkan di hukum atau di jewer, biar dia jera." pesan Azzam kepada Ana dan ustadz Furqon.
"Siap mas Azzam." kata Ustadz Furqon.
"Entar kali ane jewer, dia malah jera lagi di sini, minta pulang gimana?" tanya Ana.
"Ya pokoknya, terserah kalian lah, mau diapakan, yang jelas, jangan melihat background nya dia, siapa abangnya. Anggap saja, dia ini santriwati pada umumnya. Kalian ga kenal abangnya atau keluarganya. Dah, gitu aja." kata Azzam.
"Iya, iya. Ane paham. InshaaAllah, kalau ente ikhlas, ridho, Zea juga bakal baik-baik di sini." kata Ustadz Furqon.
"Aamiin. Syukron ya akh, An." kata Azzam berpamitan.
"Afwan." jawab Ana dan ustadz Furqon bersama.
Zeapu. menghambur ke dalam pelukan Azzam, abang yang sangat dia sayangi, tetapi kali ini, dia sangat merasa bahwa abangnya memang sangat menyayangi nya, hingga memikirkan masa depannya yang tak ingin merepotkan dirinya untuk turut serta membantu merawat baby dan istrinya yang baru lahir.
"Jaga dirimu baik-baik ya. Nurut sama ustadz dan ustadzah ya." pesan Azzam.
"Iya bang." jawab Zea.
"Abang pamit." kata Azzam.
"Ya bang." jawab Zea sambil mencium punggung tangan abangnya.
Setelah kepergian Azzam, Ana mengajak Zea jalan-jalan berputar melihat keadaan asrama bersama seorang pengawas asrama putri. Setelah dirasa cukup, Zea diajak ke suatu kamar, dimana kamar itu nanti yang akan menjadi tempat istirahatnya.
"Sepi sekali ust?" tanya Zea.
"Jam segini biasanya lagi pada antri mandi Zea." jawab Ana.
Saat Zea akan masuk kamar, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka, pertanda ada orang didi dalamnya.
Ceklek.
"Eh, ada ustadzah. ada yang bisa saya bantu ustadzah." tawar seorang gadis cantik keluar dari kamarnya.
"Eh, ada Sahla. Ini Dek, ustadzah bawa teman baru untukmu dan teman-temanmu. Namanya Zea, nanti bisa kenalan lebih banyak lagi ya. Maaf, kami hanya bisa mengantar sampai di sini ya dek, Semoga dek Zea betah." kata Ana.
"Oh iya ustadzah. Ini sudah lebih dari cukup, terimakasih atas waktunya." kata Zea.
"Ya sudah, kami pamit ya., kata Ana yang kemudian berjalan bersama Maya meninggalkan Zea bersama Sahla.
"Ya ustadzah." jawab Zea dan Sahla bersamaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Herry Murniasih
semoga Zea betah tinggal di asrama
2023-10-25
0