Althaf memasuki rumahnya, dan memasuki kamar uminya, untuk mencium tangan uminya yang kini terbaring lemah di ranjang. Umi Althaf adalah istri dari Kyai pemilik pondok Pesantren Al-Amin. Lebih jelasnya, Sang pemilik pondok pesantren Al-Amin, bernama Kyai Rosyid, dan istrinya bernama Amini. Sepasang suami istri itu diamanahi tanah wakaf untuk dikelola menjadi tempat belajar, hingga akhirnya Kyai Rosyid mampu mendirikan pesantren Al-Amin dengan banyak support dari teman sejawat dan kerabat.
Kyai Rosyid memiliki tiga putra, setelah berjuang dalam penantian selama sepuluh tahun pernikahan belum juga dikaruniai anak. Dan di tahun ke sepuluh, barulah mereka dikaruniai putra yang tampan, dan 'alim bernama Furqon. Sedangkan putra keduanya saat ini sedang melanjutkan study nya di luar negeri, dan putra ketiganya adalah Althaf.
Saat Althaf memasuki bangku putih abu-abu, sang ayah meninggal dunia karena kecelakaan, sedangkan di waktu yang bersamaan, sang ibu merasakan keterkejutan dan syok yang mendalam atas kepergian suaminya, sehingga bu Amini yang menderita hypertensi harus merasakan penyakit bernama Stroke.
"Assalamualaikum umi." salam Althaf sambil mengecup punggung tangan umi nya.
"Wa'alaikumussalam, Althaf... kamu sudah pulang nak?" tanya bu Amini.
"Iya umi, alhamdulillah." jawab Althaf.
"Kamu... tampak sangat bahagia hari ini? Kenapa?" tanya bu Amini.
"Ah, engga kok umi. Biasanya, Althaf kan juga begini umi." kilah Althaf.
Bu Amini tersenyum simpul.
"Umi senang, melihatmu tersenyum bahagia seperti ini. dan umi selalu berharap, putra bungsu umi akan selalu tersenyum dalam setiap keadaan." kata bu Amini sambil mengelus wajah tampan Althaf.
"Tentu umi. Karena senyum kan ibadah, dan senyum itu, bikin awet muda. Iya kan umi?" tanya Althaf.
"Anak pintar." puji bu Amini sambil mengelus kepala Althaf.
"Umi, mau makan? Biar Althaf ambilkan." tawar Althaf.
"Ya. Kita makan bersama ya." kata bu Amini.
Althaf pun dengan senang hati mengambilkan makanan untuk dirinya dan umi nya. Selama uminya sakit. Althaf lah yang membantu merawat uminya, meski sesekali juga membutuhkan bantuan dari kakak iparnya, Ana. Malam itu, Althaf makan bersama uminya di kamar umi nya, sambil berbincang ringan. itulah salah satu usaha Althaf, untuk selalu mencoba menghibur uminya, menemani uminya di masa-masa sepi umi nya
💕💕💕
"Ada apa?" tanya Zea jengah dengan sikap teman sekamar nya.
"Ngapain tadi, ngobrol sama Althaf?" tanya Bilqis ketus.
"Oh, lo liat? Kita cuma say Hallo doang kok." jawab Zea santai.
"Halah, ga usah bohong deh! Kamu kira, aku bakal percaya sama kamu?"
"Engga. Karena kalau kamu percaya sama aku nanti jatuhnya bisa musyik. Percaya itu sama Tuhan, jangan sama gue!" kata Zea.
"Hih, kamu ni ya. Kamu tadi tepe tepe kan sama Althaf?" tuduh Bilqis.
"Ha? Apa? Tepe tepe? Apaan tuh? gue ga ngerti." tanya Zea mode bingung.
"Heleh, ngakunya anak milenial, anak kota. Bahasa tepe tepe aja ga ngerti! Payah!" ejek Dara.
"Lah, apa hubungannya? Gue milenial karena gue hidup di kota, engga kaya lo pada yang sejak lahir hidupnya di kampung!" jawab Zea membela dirimu, dan Bilqis kembali tersulut emosi.
"Apa kamu bilang hah? Sembarangan aja kamu kalo ngomong!" hardik Bilqis sambil hendak melayangkan tangannya di wajah Zea, namun seketika terhenti oleh tangan Dara.
"Ih, Bilqis, jangan kebawa emosi dong Nanti kamu kena masalah " tegur Dara.
"Awas kamu ya!" ancam Bilqis sambil menunjukkan jari tekunjuknya di depan wajah Zea, lalu berjalan masuk ke dalam kamar.
"Hahahaha!" tawa Syahla yang membuat Zea menjadi penasaran.
"La, lo waras kan? Lo kenapa kok tau-tau ketawa sendiri tanpa sebab gitu sih?" tanya Zea.
"Ya abis, tadi ngeliat wajahnya mbak Bilqis yang mati kutu sama mbak Zea, jadi pingin ketawa mbak." jawab Syahla.
"Hehehe, biasa aja kali." jawab Zea mode santai.
"Masuk yuk." lanjut Zea lagi.
"Ya mbak."
Sesampainya di dalam kamar, Zea langsung membuka ranselnya dan membuka tugas-tugasnya. Zea harus siap ngelembur mengerjakan tugas-tugas sekolahnya yang melambai-lambai.
Saat mengerjakan tugas sudah selesai, Zea membuka buku diarynya. Foto bersama teman-temannya saat akan berpisah dengan Syamil. ketika Syamil berpamitan. Mata Zea terfokus pada sosok pria tampan dan kharismatik itu dengan dada kiri yang berdegup cukup kencang.
"Heh, Zea. Ini tu cuma cinta monyet dodol. Mana ada cowok sedewasa kak Syamil bakal mau ngelirik elo, cewek tomboy dan tak bermodis kaya elo? Ngaca dong Ze!" rutuk dirinya sendiri.
"Tapi, kenapa gue harus ketemu dia lagi sih? Apa ini yang namanya jodoh? Ah, ga mungkin lah." kata Zea menepis hatinya yang berfikir ingin berjodoh dengan Syamil. Zeapun segera merapikan meja belajarnya lalu berbaring di tempat tidurnya.
💕💕💕
Keesokan harinya, Zea sudah rapi dengan seragam hari sabtunya. Hari ini zea tidak berminat untuk sarapan terlebih dahulu, mengingat dirinya harus segera ke sekolahan untuk menjalani piket harian kelas.
"Ra, aku minta gincu mu dong!" pinta Bilqis kepada Dara.
"Ya ampun Bil, kenapa ga beli sih?" keluh Bilqis yang masih sibuk di depan cermin sambil memoles wajahnya dengan pernak-pernik dimeja riasnya.
"Entar, kalau paketanku udah datang. Mamaku kemarin baru mesenin, ini belum datang barangnya." jawab Bilqis.
Di sisi lain, Zea sudah membenahi jilbabnya, dan bersiap memakai sepatunya.
"Mbak Zea udah mau berangkat?" tanya Syahla.
"Iya La, kenapa?" tanya Zea.
"Engga... moles itu dulu mbak?" tanya Syahla sambil menunjuk wajahnya dan wajah Zea.
Awalnya Zea terbengong, tidak paham maksud Syahla, namun karena melihat ke beberapa sudut, akhirnya Zea paham.
"Engga La, ribet." jawab Zea sambil bersiap berangkat
"Ya udah ya La, gue duluan." pamit Zea kepada Syahla dan melambaikan tangan.
Sepeninggal Zea, Para gadis tiga serangkai lagi-lagi membicarakan Zea.
"Wih, Bilqis kalah dong. Lihat tuh Zea, dia bahkan tidak memoles wajahnya sama sekali, tetapi tetap tampak cantik." puji Dara.
"Heh, apa kamu bilang?" tanya Bilqis.
"Bercanda Bil...hehe." jawab Dara sambil mengangkat kedua jadinya membentuk huruf 'V'.
Setelah memoles sedikit bedak bayinya, Syahla juga berpamitan kepada ketiga kakak kelasnya untuk berangkat duluan.
Sedangkan saat di perjalanan, Zea yang berjalan kaki menuju madrasah nya dikagetkan dengan kehadiran seseorang dari arah belakang.
"Zea!" sapa Althaf yang membuat Zea berjingkat karena kaget.
"Astagfirullah, Althaf!" spontan Zea memukul lengan Althaf dengan telapak tangannya.
"Aw... Hehe. Enak Ze, dipukul begini." kata Althaf sambil tersenyum kuda.
"Apaan sih lo. Lagian lo tu ngakunya santri, bukannya ngucap salam, malah ngagetin." gerutu Zea.
"Kamu kaget ya? Ya...maaf deh..." kata Althaf.
"Lo ngapain sih ngikutin gue?" tanya Zea risih dengan sikap Althaf.
"Ya...pingin bareng aja. Kita kan sekarang tinggal di tempat yang sama." jawab Althaf.
"Heh, dodol. Lo inget ga sih, kita ini bukan mahrom!" kata Zea judes.
"Hahaha, kamu marah ya? Santai aja kali Ze. Kita kan di tempat terbuka, engga di tempat sepi, ya gapapa lah Ze." kata Althaf.
Zea memutar bola matanya, jengah dengan sudut pandang Althaf.
"Emang lo ga kapok ya, liat gue kemarin di hukum gara-gara rasa cemburu cewek lo tu, si Shanas, sampe kita berantem dan kita masuk BK? terus, sekarang masih mau bikin gara-gara lagi?" tanya Zea.
"Engga. Kan aku sama Shanas udah putus." jawab Althaf dengan sikap tanpa dosa.
"Yaa Ampun Thaf... lo tu ya. lo putus sama Shanas itu kan cuma satu pihak, Shanas ga rela lo mutusin dia Thaf. Paham ga sih lo?" tanya Zea.
"Oya? Tapi kemarin, Shanas bersikap genit sama kakak pemina baru itu, berarti dia udah move on dari aku dong " kata Althaf.
"Serah lo dah. Gue buru-buru, bye!" kata Zea berlari meninggalkan Althaf.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Herry Murniasih
Zea suka sama Syamil begitu juga Syamil, cinta dalam diam, semoga memang kalian berjodoh, tapi Althaf juga suka sama Zea
2023-11-05
1