"Dek, sarapan dulu." kata Ira, kakak ipar Zea, lebih tepatnya, istri Azzam.
"Ga usah mbak, Zea hari ini puasa." jawab Zea sambil memakai sepatu ket nya.
"Puasa? Tumben?" kata Azzam membuat Zea merasa jengah dengan komentar abangnya.
"Ye...adeknya ibadah bukannya di dukung, malah di ledekin." jawab Zea sambil bersungut-sungut.
"Bukannya ngeledek, dek. Tapi...ya...heran aja. Biasanya kan lo tu susah kalau suruh puasa. Alesannya ada-ada aja, yang sakit magh lah, yang lagi ga enak badan lah..." jawab Azzam.
"Bukannya bang Azzam sendiri yang ngasih tau, kalau puasa itu bisa jadi obat?" tanya Zea membalik jawaban Azzam.
"Ya...iya sih, tapi 'kan seringnya kamu ngeyel." kata Azzam.
"Nah, sekarang adekmu engga ngeyel bang, puas kan?" kata Zea sambil berdiri dan siap berangkat sekolah mengendarai motor scoopynya yang di belikan oleh abangnya.
"Ya...iya deh, iya..." akhirnya Azzam yang mengalah, dia memang sering mengalah jika berdebat dengan sang bungsu. Beda cerita jika Zea adu pendapat dengan Ayyub, bakalan ga jadi berangkat sekolah Zea, karena terus adu argumen dengan abangnya.
Ira geleng-geleng kepala dengan tingkah Zea yang terkadang pendiam, namun terkadang sangat pandai berkilah, dan cerdas mencari alasan untuk mengamankan pendapatnya.
"Ya sudah, hati-hati ya dek." kata Ira.
"Iya mbak. Mbak Ira juga baik-baik ya sama si utun." kata Zea menyalimi kakak iparnya sambil mengelus perut buncit Ira.
"Ya udah sono, keburu telat lho. Jam segini macet-macetnya kan kota solo." kata Azzam mengingatkan.
"Iya bang, iya. Siap."
"Kalau kamu mau tinggal di pesantren, mungkin kamu ga akan seribet ini deh dek kalau pagi." kata Azzam mencoba melunakkan hati adeknya untuk mau tinggal di pesantren.
"Mulai lagi deh. Udah ah, Zea mau berangkat. Assalamualaikum." kata Zea menepis kata Abangnya yang sensitif.
Zeapun melangkah menuju bagasi rumah kontrakan Azzam, dan mengambil motor kesayangannya yang sudah satu tahun ini menemani hari-harinya di kota Solo.
Saat di sebuah lampu merah, dia tak sengaja melihat sosok yang tak asing baginya, sedang menggandeng seorang kakek-kakek yang hendak menyeberang, orang itu menyeberangkan sang kakek di saat lampu merah. Zea berusaha mengamati ciri fisik pria itu, tetapi karena pria itu mengenakan masker, maka Zea tak begitu mengenali nya, tetapi ada desiran hangat di dada kirinya. Entah apa perasaan itu, apa mungkin hanya perasaan simpati pada sikap baik si pria itu, yang jelas, Zea terus mengamati pria baik itu.
Saat lampu hijau sudah menyala, Zea melajukan motornya menuju sekolahan. Dan sepanjang jalan, hingga tiba di kelas, Zea melamun, membayangkan sosok pria yang dilihatnya tadi.
"Apa itu dia? Eh, tapi ga ah, bukannya dia ikut papanya pindah? Eh, tapi kan aku ga pernah tau, dia pindah ke mana? Apa jangan-jangan, itu tadi memang dia? Kalau emang itu dia, oh ya Tuhan... aku seneng banget." gumam Zea sambil senyum-senyum sendiri sambil membayangkan pertemuan dia dengan orang yang beberapa kali main ke dalam mimpi Zea, dan setiap menyebut nama itu, ada desiran di dada kiri Zea.
"Da!!!" teriak Theo dan Yeni, sahabat Zea di bangku putih abu-abu.
"Astagfirullah! Theo, Yeni! Ih, nyebelin banget sih kalian? Kenapa ngagetin gue? Untung aja jantung gue kuat, kalau engga, bisa meloncat dia sampai di kantin." cerocos Zea mengomeli dua sahabatnya sambil mengelus dadanya.
"Hahahaha, ada-ada aja sih lho Ze. Mana ada Jantung meloncat ke kantin, yang ada itu kaki elo tu yang ngajakin si Jantung maen ke kantin." jawab Theo berkelakar."
"Ya, ya ya, serah lo dah. yang jelas, gue sebel banget kalian ngagetin gue!" sungut Zea sambil melipat tangan di dadanya.
"Hey, kita tadinya ga bermaksud ngagetin, tapi, ngelihat elo senyum-senyum sendiri, dan kita panggilin elo sampe tiga kali, tapi elo ga peduli. Ya udah, kita kagetin aja. Biar elo cepet sadar." jelas Yeni.
"Iya, tapi tetep aja kalian bikin gue trauma." jawab Zea masih tak terima.
"Ehm...elo...lagi mikirin gue ya Ze? Apa elo lagi ngebayangin pernikahan kita?" goda Theo.
"What? Ih, ya engga lah Te, kepedean banget sih Lo? Sorry ya, Elo tu bukan tipe gue!" jawab Zea syok.
"Iya nih, Theo, kepedean banget sih lo?" sungut Yeni.
"Hahahaha, lagian elo tu senyum-senyum sendiri, kaya orang lagi jatuh cinta." Theo membela diri.
"Oya Ze, tadi aku papasan sama Althaf, tadi dia nitip pesan, supaya nanti pas jam istirahat pertama, elo diminta ketemu pak waka kesiswaan bersama dengan Althaf." kata Yeni menyampaikan pesan.
"Pak Waka? Ada apa ya? Perasaan gue ga bikin masalah, kenapa gue dipanggil?" cuma Zea.
"Ya, mungkin elo melakukan sesuatu kesalahan yang tanpa elo sadari Ze." kata Theo menakut-nakuti.
"Ah, engga deh. Ga mungkin." jawab Zea masih berfikir keras, mencoba mencari jawaban, kira-kira kenapa Zea di suruh bertemu waka, tapi kenapa harus sama Althaf.
"Ooh, ya aku tau Ze!" pekik Yeni.
"Apa?" tanya Zea.
"Mungkin karena ada sesuatu hal yang harus di sampaikan sama elo dan Althaf, terkait dewan ambalan. Kan elo pradani, dan Althaf pradana. Ya, mungkin aja kalian di suruh ketemu pak Waka karena ada hal penting yang harus di sampaikan pada kalian." tebak Yeni.
"Anak pinter. Ini yang masuk logika." jawab Zea sambil mengelus kepala Yeni yang tertutup jilbab.
"Eh, itu bu Eka sudah datang. Ayo segera duduk." ajak Theo.
Merekapun segera duduk tenang, karena guru mata pelajaran matematika telah tiba.
💕💕💕
"Al, kata Yeni, lo nyuruh gue ke pak waka sama elo, ada apa sih?" tanya Zea saat bel istirahat telah berbunyi, Zea segera menuju kelas Althaf yang memang letaknya cukup jauh dari kelasnya.
"Oh, iya Ze. Tapi, aku juga ga tau sih, ada masalah apa, kok pak Arif manggil kita." jawab Althaf.
"Lo, udah siap?" tanya Zea.
"Udah." jawab Althaf.
"Ya udah, yuk segera ke sana aja." jawab Zea.
"Okey."
Sesampainya di ruang kerja pak Arif selaku wakil kepala sekolah bagian kesiswaan, Zea dan Althaf dipersilakan duduk oleh pak Arif.
"Begini Zea, Arif. Tujuan kalian saya panggil kemari karena ada suatu hal yang ingin kami sampaikan." kata pak Arif membuka percakapan.
tok tok tok
saat akan menjelaskan, tiba-tiba pintu ruang kerja pak Arif diketuk.
"Silakan masuk " jawab pak Arif.
Masuklah orang yang tak asing bagi Zea, dia juga dipanggil oleh pak Waka.
"silakan duduk." titah pak Arif kepada tamunya yang baru datang.
"Lhoh, bang, elo kenapa di sini?" tanya Zea terkejut.
💕💕💕
Kira-kira apa yang ingin disampianan pak Arif ya? Penasaran? tungu ceritanya di bab berikutnya ya?😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Herry Murniasih
siapa yah pria asing itu 😁😁
2023-10-15
0