Episode 15

 "Pak! Disini pak!" Tunjuk seorang petugas keamanan pria pada orang berjas rapi di belakangnya dengan panik.

"Mana?! Cepat cari mereka! Tidak mungkin setan masih punya nafsu dunia untuk mencuri."

Pria berjas hitam itu masuk ke dalam menyusul petugas keamanan satunya yang langsung menekan tombol lampu pada salah satu sisi tembok di dekat mereka. Ketika lampunya menyala, barulah terlihat jelas tempat yang sebelumnya gelap itu. Barang-barang seperti patung, lukisan, perhiasan, baju, senjata dan yang lainnya berjejer rapi di sana.

"Kamu yakin itu tadi setan? Bukan manusia?" Tanya petugas keamanan dengan topi yang menutupi wajahnya.

"Aku benar-benar yakin kalau itu bukan manusia! Coba saja pikir, memangnya manusia mana yang punya kulit putih pucat?! Kamu tau? Itu yang aku lihat tadi! Wanita itu, pucat! Tidak! Maksudku kulitnya!"

Petugas keamanan satunya terlihat histeris memberitahukan pada rekannya itu. Sementara pria berjas didepan mereka terlihat baik-baik saja tanpa ada rasa takut melangkah mengikuti satu lagi petugas keamanan yang ada didepan.

Ketiga petugas keamanan dan orang berjas itu masuk, melangkah di tengah-tengah barang-barang lelang yang tersusun di dalam ruangan. Mata mereka menyusuri setiap seluk beluk celah barang-barang, tapi tidak ada sesuatu hal aneh yang mereka temukan di sana. Hingga sampailah mereka di ujung ruangan besar yang diisi oleh barang-barang berharga itu.

Karena sudah berada di ujung, mereka kembali memperhatikan dengan lebih teliti. Semuanya menyusuri barang-barang lelang yang terletak di sana satu persatu dan ada satu karya yang menarik perhatian sang pria berjas. Sebuah karya patung seorang wanita luar biasa cantiknya bagaikan boneka di dalam dongeng, berkulit putih pucat dengan mata coklat yang sedikit menyala merah duduk di suatu benda berwana hitam sambil memegang pisau kecil di tangan. Pria berjas itu berjalan penasaran mendekatinya.

"Jangan salahkan aku jika aku harus membakar amplop putih lagi."

Mengikuti apa yang pria berjas hitam lakukan, ketiga petugas keamanan itu juga ikut mencondongkan badannya, memperhatikan lebih dekat patung yang terlihat realistis itu.

"Seingat ku patung ini tidak ada dalam daftar..." Gumam pria berjas melihat lebih seksama wajah dari patung sambil mengernyitkan dahinya.

Ketika pria berjas sudah sangat dekat dan hendak menyentuh wajah dari patung itu, seorang petugas keamanan dengan topi yang menutupi wajahnya berbalik ke belakang dengan cepat, membuat rekannya dan pria berjas tadi terpekik ikut berbalik padanya. Tangan petugas keamanan itu menunjuk ke arah pintu keluar dengan kaget. Seorang wanita bergaun pendek hitam nampak baru saja berlari meninggalkan ruangan sambil membawa sesuatu.

"Pak! Itu dia, saya melihatnya disana! Ada wanita yang membawa kabur kalung dari kotak pajangan!" Teriak cepat petugas keamanan dengan topi yang menutupi wajahnya itu.

"Cepat kejar!"

Pria berjas berlari cepat keluar dari ruangan mengikuti petugas keamanan lain yang sebelumnya segera berlari keluar juga mendahuluinya. Tapi petugas keamanan dengan topi itu tetap diam di tempat tanpa ikut mengejar sang pelaku yang dia tunjukan di luar tadi. Suasana ruangan menjadi sepi, langkahnya tenang dan lembut mendekati patung wanita itu.

"Sudah aman." Ucap petugas keamanan itu sambil membuka topi yang menghalangi wajahnya, dia tersenyum tipis melihat patung didepannya mulai bergerak.

"Ahh... Hampir saja." Gumam Kataia yang langsung menjatuhkan dirinya ke lantai.

Kaki Kataia sangat terasa lemas sampai tidak kuat untuk berdiri, dia sejenak duduk di sana sambil mengatur nafas yang sebelumnya di tahan. Lalu tempat yang Kataia duduki sebelumnya pun bergerak, ternyata benda hitam itu adalah Hikazu yang menjelma menjadi tempat duduk Kataia di balik coat hitamnya.

"Terima kasih, Nichioro. Untung saja kalian bergerak tepat waktu." Hikazu menepuk baju coatnya yang tidak kotor.

"Tidak masalah."

Masih mengatur nafasnya sambil duduk di lantai, Kataia mulai berpikir mengenai hal baru saja terjadi. Dia menjadi bingung, menatap Hikazu dan Nichioro bergantian dengan penasaran.

"Maksudnya? Apa hanya aku disini yang tidak tau tentang rencana kalian?" Ucap Kataia ketus dengan nafas masih sedikit terengah.

"Ayaka tadi bicara dengan mu saja tadi tidak mau didengarkan. Bagaimana bisa kamu mendengarkan rencana kami kalau hal kecil seperti itu saja kamu tidak bisa dengar?"

Walaupun terkesan seperti mengomeli Kataia, suara Hikazu tetap lembut dan senyum tipisnya tidak pernah ketinggalan sekalipun dalam momen seperti itu. Bukannya membantah seperti biasanya, Kataia nampak bungkam kali ini sambil membuang pandangan. Dipikir-pikir lagi, benar keputusan Hikazu itu.

Diajak berbincang dengan Azari tentang hal kecil saja Kataia sudah mengundang pertengkaran, apalagi jika dibawa ke dalam topik yang lebih besar. Kataia sebentar termenung memikirkan hal yang dia lakukan memanglah salah.

"Maaf..." Gumam Kataia sambil menundukkan kepalanya. "Lain kali akan aku coba untuk tidak lakukan lagi."

"Tidak apa-apa. Kamu masih baru disini Kataia, bandel sedikit tidak apa-apa. Sekali-sekali bantu kami membuat Hikazu cepat ubanan, kan lucu kalau rambutnya ada gradasi putih." Bisik Nichioro sambil tersenyum jahil, itupun langsung di tatap sinis oleh Hikazu.

"Cepat cari chip nya dulu baru bercanda. Ayaka tidak akan bisa lama-lama membantu kita mengalihkan perhatian mereka." Potong Hikazu mulai bergegas menghampiri frame lain lukisan yang belum diperiksa nya.

"Ini, kan?"

Hikazu seketika berbalik menoleh pada suara Kataia yang berbicara, wanita itu telah memegang sebuah chip hitam yang sangat kecil di tangannya yang dilapisi oleh sarung tangan hitam. Sambil mengangkat salah satu alisnya, Hikazu melangkah menghampiri Kataia yang masih terduduk dilantai, lalu mengambil chip itu segera.

"Dari mana kamu dapat?"

Tanpa menjawab, Kataia hanya melirik salah satu lukisan di tempat itu, tidak jauh dari tempatnya sekarang terduduk. Setelah ikut menoleh pada lirikan Kataia pada lukisan itu Hikazu tersenyum lembut sambil mengulurkan tangannya.

"Sini, aku bantu berdiri."

"Cih, aku bukan anak kecil." Tapi pada akhirnya Kataia tetap saja meraih tangan Hikazu yang terulur. Geli melihat kelakuannya Nichioro yang ada bersama mereka pun tertawa cekikikan.

"Tetap saja kamu terima, kan? Munafik sekali, bilang saja kalau kamu dari tadi menunggu diangkat Hikazu. Benarkan?" Goda Nichioro tersenyum jahil.

"Mimpi buruk aku kalau sampai di gendong Hikazu."

Tidak terpengaruh oleh candaan mereka Hikazu menjadi satu-satunya orang yang tetap fokus dan serius di sana. Disaat Kataia dan Nichioro bersenda gurau sejenak, pria itu berjalan menuju salah lukisan, menelusuri kembali permukaan cat dari lukisan itu. Lukisan gambar pemandangan fantasi indah dan seekor merpati dengan frame mahal berkualitas mengelilingi setiap sisinya.

"Nichioro, kita bawa lukisan ini dulu. Aku akan memeriksanya nanti. Siapa tau saja ada sesuatu lagi, kan?" Dia memegang kuat sisi frame lukisan yang Kataia tunjuk tadi, lalu mengangkatnya perlahan ketengah-tengah mereka.

"Baiklah. Kamu dan Kataia pergi saja duluan, sisanya biar aku dan lainnya yang bereskan." Nichioro menerima cepat tepi frame lukisan itu dari Hikazu dan memegangnya dengan erat.

"Azari dan Goro sudah bergerak juga, kan?"

"Tenang... Semuanya beres, aman terkendali. Mereka berdua sudah di ruang monitor untuk menghapus jejak."

"Baguslah.."

Anggukan kecil respon dari Hikazu itu menjadi sekaligus akhir obrolan mereka. Tanpa banyak basa-basi lagi Hikazu keluar dari ruangan itu diikuti oleh Kataia di belakangnya. Ruangan tempat barang lelang itu menjadi hening menyisakan suara grasak-grusuk Nichioro yang sibuk melepas lukisan dari dalam sisi frame dan menggulungnya dengan rapi. Selesai lukisan itu digulung Nichioro mengecek kembali sisi-sisi frame, berjaga-jaga kalau memang ada pengunjuk atau barang berharga lain yang bisa dia temukan di sana.

"Oke, aman." Gumam Nichioro sambil bernafas lega.

Dari kantong celana seragam petugas keamanan yang Nichioro kenakan keluarlah sebuah gulungan kertas. Ketika kertas itu di bentangkan, sebuah lukisan yang sama gambarnya dengan lukisan yang Nichioro ambil terpampang jelas di sana. Lukisan palsu itu dia pasangkan di frame tadi sebelum dia pergi meninggalkan tempat itu. Sangat hening tempat itu, tidak ada yang menjadi saksi..

Dengan langkah yang sangat santai Nichioro berjalan melewati beberapa lorong dan masuk ke sebuah pintu kaca buram yang terlihat berat dan rapat. Di sana sudah ada Azari dan Goro yang sedang mengutak-atik komputer monitor CCTV. Ruangannya sedikit kelihatan berantakan dengan kursi yang tergeser ke mana-mana saat Nichioro masuk dan menghampiri mereka.

"Sudah belum Goro, lama sekali." Celetuk Nichioro sambil menyandarkan tangannya pada sandaran kursi yang Goro duduki.

"Sabar, sedikit lagi."

"Ayaka mana?" Tanya Azari mengambil cepat flashdisk dari sisi komputer ketika Goro menekan satu komponen terakhir pada keyboard.

"Itu di sana."

Bibir Nichioro manyun menunjuk ke satu-satu pintu kaca buram di sana, menunjukan sosok bayangan dengan baju hitam. Pintunya terbuka dan Ayaka masuk dengan nafas yang terengah-engah, hingga pada akhirnya dia bisa bernafas lega dan menghampiri yang lain.

"Hah.. Akhirnya. Aku sudah selesai, bagaimana dengan kalian?"

"Kami semua juga selesai." Jawab Nichioro.

"Aku merasa aneh sekali. Misi kali ini rasanya sangat mudah. Apa kalian merasakannya?"

Semuanya diam dalam keheningan, menatap satu sama lain dengan tegas dan serius menyadari sesuatu. Dari balik jaketnya, Azari mengeluarkan sebuah pistol dan mengisi pelurunya sebelum memasukkannya kembali ke dalam jaket. Anggukan tegas dari Azari memberikan isyarat mantap yang langsung bisa membuat anggota lain mengerti dan menyiapkan cepat isi pistol masing-masing juga.

"Ingat, jangan pernah percaya kepada misi yang terlalu mudah. Kita tidak boleh lengah, gagal apalagi ceroboh." Azari menatap serius sekali lagi semuanya.

"Baik!" Jawab mereka semua serempak.

"Yahh.. Kali ini pasti tidak akan mudah. Sekali kita ketahuan musuh, nyawa taruhannya. Mati di bunuh musuh atau tenggelam di tengah laut." Tambah Goro yang mendahului semuanya, keluar dari ruang kamera pengawas itu.

Semuanya pun membuntuti Goro, keluar satu per satu dari ruangan itu dengan hati-hati tanpa meninggalkan satupun bukti. Mereka siap siaga, memperhatikan dengan teliti lorong sekitar mereka yang sepertinya sunyi sepi.

"Membosankan juga ya kalau musuh tidak menunjukan taring." Celetuk Nichioro yang berjalan santai di paling belakang.

"Di gigit taring musuh baru tau kamu." Tukas Ayaka cepat dan direspon langsung oleh tawa kecil Nichioro yang merasa geli.

Tapi tanpa mereka sadari, dari tempat yang gelap dan lembab seseorang sedang mengintai dari bayangan. Orang itu memperhatikan gerak-gerik mereka, mendengar bicara mereka, dan merasakan aroma mereka sambil terkikik jahat dari balik kegelapan.

"Kalian hebat juga.."

Saat hari sudah mulai gelap banyak turis yang keluar dari kabin menikmati indahnya pemandangan pada sore hari itu. Begitu ramai luar kabin dipenuhi oleh mereka yang hendak melihat sunset. Pemandangan sunset yang indah menyambut hangat saat mereka keluar, indah sekali.

Tidak ingin melewatkan kesempatan yang baru pertama kali dirasakannya, Hikazu mengangkat ponselnya, memotret cepat keindahan matahari yang hendak tenggelam itu beberapa kali. Ada orang yang senang, ada juga yang biasa-biasa saja melihat momen itu seperti Kataia. Kataia terlihat datar menatap tenggelamnya matahari dalam diam disaat saat semuanya dengan gembira mengabadikan momen itu.

"Lihat. Cantik sekali.." Ucap Hikazu menunjukan hasil potret di layar ponselnya pada Kataia yang tetap tidak tertarik sekalipun.

"Biasa saja."

"Setidaknya berikan respon antusias lah sedikit. Aku sedang berusaha membuat suasana kita menjadi menyenangkan." Decak Hikazu memutar bola matanya malas.

"Waahhhh!! Cantik sekali! lihat warnanya, gradasinya saat indah.. Wahhh! Aku sangat suka! Hikazu ambilkan lebih banyak lagi!" Seru Kataia bersemangat menarik ponsel dari tangan Hikazu dengan senyuman lebar di bibir nya. "Seperti itu?" Dengan cepat ekspresinya berubah menjadi sinis menyerahkan kembali ponsel Hikazu.

Tingkah Kataia yang mampu mengubah emosinya dengan cepat itu membuat Hikazu geli, dia tertawa terbahak-bahak sambil memukul-mukul pagar pembatas dari tingkat dek.

"Lucu sekali." Gumam Hikazu menatap Kataia, masih sedikit geli.

"Apanya yang lucu? Kan kamu mau aku meresponnya dengan antusias."

"Baiklah, baiklah. Terima kasih responnya."

Senyum Hikazu masih melekat pada bibirnya saat dia mulai berjalan kembali menelusuri koridor dek yang mulai dingin karena malam yang hendak tiba. Kataia pun berjalan mengikuti di belakang Hikazu dengan kakinya yang gemetar dan sempoyongan.

Dek mulai ramai dengan para turis yang berdatangan keluar dari kabin untuk melihat pemandangan. Bulan yang baru saja naik itu bercahaya sangat terang menerangi dunia, indah sekali langit malam itu dihiasi oleh cahayanya yang ditemani oleh gemerlap bintang-bintang.

Mata Hikazu berbinar cerah menatap sekeliling dengan langkahnya yang terus berjalan. Angin lembut menerpa rambut coklatnya, membuat kesan kharismatik lebih mendominasi dalam ketampanannya. Semua mata terpana ketika Hikazu lewat, mereka dapat melihat pancaran ketampanan yang tidak ada duanya di bawah cahaya bulan dan lampu di setiap koridor dek.

"Wah.. Lihat, tampan sekali."

"Cowo spek pangeran tuh begini.."

"Jantung ku rasanya mau copot."

"Astaga! Aku perlu tim medis sekarang!"

"Eh, lihat! Wanita di belakangnya juga cantik."

"Siapa itu? Terlihat tidak asing."

"Mayat kayaknya."

Namun bukan hanya pujian yang mereka berdua dapatkan, tapi juga tatapan sinis karena satu sama lain. Pria dan wanita yang mereka lewati selalu saja merasa cemburu, entah itu pada Kataia ataupun Hikazu, rasanya menjadi tidak nyaman saat mereka lewat koridor itu. Hikazu pun melirik sedikit Kataia di belakang memberikan isyarat untuk berjalan lebih cepat.

Setelah mereka berdua berhasil keluar dari koridor yang ramai itu. Akhirnya Kataia dan Hikazu dapat bernafas lega, jadi mereka kembali berjalan dengan tenang menyusuri koridor dalam keheningan sesaat tanpa adanya seorang pun yang melihat ataupun mengomentari mereka. Tapi mengingat pujian yang mengelilinginya tadi membuat Hikazu tersenyum senang dan bangga pada dirinya sendiri.

"Lihat senyum itu, sombong sekali. Seru ya di puji?" Goda Kataia yang berjalan mengikuti di balik punggung Hikazu.

"Kamu iri? Tentu saja aku suka." Balas Hikazu menggoda Kataia sambil tersenyum jahil.

"Aku tidak iri. Fans mu itu saja yang membuat ku risih, julid semua! Kamu bukan artis saja sudah seperti itu, apalagi kalau kamu artis, pasti aku langsung dijambak di tempat tadi."

"Amin... Amin! Amin aku jadi artis! Aku dengar kamu suka melihat ketampanan pria, nanti kamu aku kasih satu album besar foto ku saat tidur." Kekeh Hikazu berbalik sebentar dengan langkah yang masih berjalan.

"Ogah kalau itu foto kamu, yang ada mimpi buruk tiap hari aku kalau melihatnya. Mending kamu kasih aku foto album roti sobek pria gym yang sispek." Mata Kataia berbinar nakal.

"Roti sobek sispek, hm? Aku juga punya. Mau liat?"

Sambil tersenyum jahil Hikazu membalikkan badannya berjalan mundur sambil menatap Kataia dengan tangan yang siap membuka bajunya. Belum sempat Hikazu mengangkat sedikit kemeja nya, tendangan super yang mendarat di pinggang berhasil membuatnya kembali mengarah berjalan ke depan.

"Pergi sana mesum! Tidak ada yang mau melihat sispek mu, Hikazu!" Decak Kataia yang kesal sekaligus panik sambil menendang pinggang Hikazu dengan sepatu heels boots nya.

Melihat Kataia begitu kesal akhirnya membuat Hikazu berhenti menganggu, walaupun dalam hati masih ingin menjahili Kataia sampai mampus. Tawa gelinya kembali melekat saat dia berjalan kembali dengan pandangan yang lurus ke depan.

Seperti sebelumnya ada beberapa waktu dimana perjalanan Kataia dan Hikazu yang menyusuri koridor dek terasa hening, mungkin karena sedang berpikir atau sedang kehabisan topik. Mereka terus berjalan dengan teliti namun santai memperhatikan setiap lorong dek yang juga sepi sedari tadi. Hikazu pun tidak terlalu mempersalahkan Kataia yang diam di belakang, karena mungkin saja mahkluk itu kehabisan topik sepertinya sekarang.

"Kamu lapar tidak, Kataia? Dari tadi pagi aku lihat kamu tidak ada makan. Kali ini aku yang traktir, mau tidak?" Tanya Hikazu tanpa menoleh pada Kataia.

Hening beberapa saat. Tidak lama setelah itu sesuatu terdengar terjatuh di belakang, membuat Hikazu refleks berbalik cepat dengan ujung coat yang dikibaskan ke belakang punggungnya. Betapa terkejutnya Hikazu saat melihat Kataia telah tersungkur di lantai. Cepat-cepat Hikazu meraih lengan Kataia untuk mengangkatnya yang nampak sempoyongan.

"Kenapa?"

"Pusing.." Gumam Kataia dengan suara serak yang lemas.

Tidak sanggup menahan kakinya yang lemas Kataia terduduk di lantai dan kepalanya langsung tersandar pada dinding dek, lepas dari genggaman Hikazu. Dengan sedikit khawatir Hikazu berlutut meraih lagi lengan Kataia lagi. Namun kali ini tidak bisa karena Kataia nampak terlalu lemas untuk mengangkat badannya sendiri. Dalam hati Hikazu, Kataia pasti sangat kelelahan sampai seperti itu.

"Gendong, Hikazu.." Rengek Kataia dengan suara pelan yang hampir berbisik dibalik rambut berantakan yang menutupi wajahnya.

"Tidak mau, jalan sendirilah. Kamu kan masih punya kaki." Ucap Hikazu ketus dengan nada yang masih main-main.

Namun di luar dugaan, tidak ada sahutan yang menjengkelkan dari Kataia, wanita itu hening di balik rambutnya. Hal itu membuat Hikazu khawatir dan mulai bersikap serius ketika mendapati wajah pucat pasi dari balik rambut berantakannya itu.

"Uh, maaf. Kamu baik-baik saja?"

"Makanya aku tidak mau ikut kalian. Aku mabuk laut." Gumam Kataia lemas.

Rasanya Hikazu merasa bersalah, khawatir dan takut saat melihat kerentanan Kataia yang seperti ini, tidak seperti biasanya. Lengan kekarnya dengan lembut mengangkat tengkuk dan bawah lutut Kataia, menggendong Kataia erat di dalam pelukannya. Nafas Kataia menjadi lebih tenang ketika dalam bekapan Hikazu yang lembut dan hangat, terlebih-lebih lagi terasa aman.

"Lain kali bilang kalau sakit."

"Tidak usah mengomeli ku, Hikazu, aku lagi pusing. Kalau ada Zean pun aku tidak akan merepotkan mu seperti ini." Protes Kataia dengan mata yang terpejam.

Tidak ingin banyak berdebat dalam situasi ini Hikazu hanya diam dan mulai berhati-hati dengan perkataanya. Suara Kataia terdengar lemah dan malas, matanya terpejam menahan putaran dahsyat di kepalanya memicu rasa mual di dalam perut. Sekuat tenaga Kataia menahan rasa mual itu hingga sedikit mereda dan dia membuka matanya.

Sosok serius Hikazu yang tampan dari bawah cahaya terangnya lampu koridor dek ternyata sangat mempesona. Tulang rahangnya tegas, struktur wajah, bibir dan matanya, semuanya hampiri bisa didefinisikan sebagai sempurna, tapi itu ada pemikiran orang lain jika dalam posisi Kataia. Sedangkan yang ada di pikiran Kataia bukanlah itu yang menjadi fokusnya. Tapi pelukan itu terasa nyaman, familiar, sangat familiar. Seperti pernah beberapa kali Kataia merasakan sentuhan dari pelukan Hikazu, tapi nyatanya baru sekali ini.

"Kamu masih pusing?" Tanya Hikazu ketika sadar Kataia membuka mata dan terpaku beberapa saat menatap wajahnya.

"Sedikit." Wanita gengsi setinggi langit itu memalingkan wajahnya yang sedikit tersipu.

"Kalau begitu pejamkan lagi mata mu biar pusingnya reda. Tenang saja, aku akan membawa kamu dengan aman sampai kabin."

Tidak mendengarkan saran dari Hikazu, Kataia lebih memilih membuka matanya, memandang pemandangan malam yang indah dengan sensasi nyaman dari pelukan Hikazu. Kepala Kataia memang terasa masih berputar-putar, namun jika dia menutup mata, maka semakin bertambah pula rasa pusingnya.

"Lautnya indah, ya?" Kataia membuka percakapan saat masih memalingkan wajahnya yang sedikit tersipu.

"Hm, cantik."

Namun pandangan Hikazu tidak mengarah pada lautan, justru kepada bibir pucat di balik rona lipstik Kataia yang hampir pudar. Sesaat Hikazu terpaku, menatap Kataia dengan senyum tipis yang manis sebelum dia kembali menatap lurus jalan koridor yang sepertinya sepi di setiap langkah mereka.

"Hikazu, kamu pernah berpikir seperti ini tidak? Seberapa indah kalau misalnya kita terjun dari ketinggian menuju laut? Aku jadi penasaran..."

Seperti biasa Kataia bergumam tidak karuan. Sebenarnya tidak perlu di jawab, tapi itu membuat seseorang terkadang juga ikut penasaran dan ingin tau. Pembahasan yang membuat Zean dan Amayara frustasi memikirkannya ketika Kataia yang terdiam lalu tiba-tiba membahas hal-hal random yang diluar nurul. Dan sekarang korban Kataia selanjutnya adalah Hikazu.

"Hmm... Pasti cantik sekali." Jawab Hikazu sedikit linglung sambil membayangkan bagaimana jadinya kalau mereka terjun dari koridor dek itu menuju laut. "Tapi aku lebih penasaran lagi ikan apa nantinya yang akan menelan kita duluan kalau terjun dari sini. Piranha? Hiu? Paus? Lumba-lumba atau megalodon?" Sambung Hikazu.

Sepertinya kedua orang ini sangat cocok, sama-sama gila dan tidak masuk di akal bicaranya itu. Anehnya lagi, mereka bisa-bisanya langsung masuk ke dalam topik random satu sama lain, tidak ada yang merasa aneh diantara mereka.Terkadang Kataia dan Hikazu sulit untuk di tebak.

"Entahlah.. Hiu mungkin, kan biasanya mereka lebih banyak." Kataia berpikir. "Oh! Atau piranha. Mereka kan rakus, pasti lebih cepat berkembang biak dong."

Saat mereka masih mengobrol, sesekali Hikazu diam-diam melirik lagi ke bawah memperhatikan bibir pucat di balik rona lipstik Kataia yang hampir pudar. Tentunya kerentanan Kataia itu tidak membuat rasa jahil Hikazu memudar, justru malah membuat dia merasa ini adalah kesempatan yang baik untuk menjahili Kataia lebih banyak lagi.

"Bagaimana kalau kita memastikannya? Kamu aku lempar, terus kamu periksa yang makan kamu duluan hiu atau piranha?" Ucap Hikazu tersenyum jahil sambil mengayun-ayunkan pelan Kataia dalam gendongannya.

"Eh, eh! Jangan gila!"

Dengan panik Kataia memberontak dari Hikazu. Namun sayangnya pelukan lembut dan memenangkan itu nyatanya terlalu erat bagi Kataia yang masih lemas.

"Satu.. Dua.. Ti—

"HIKAZU BAJINGAN!!!"

Terpopuler

Comments

🎀

🎀

jangan lupa mampir ya thor

2024-05-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!