Waktu terus berjalan di setiap gerak jarum jam di dinding. Ruangan besar tempat Kataia bekerja sangat senyap tanpa adanya kehadiran Zean dan Amayara lagi di sana, di sisinya. Dirinya sangat sibuk dan fokus pada kertas yang tebal di depannya. Apalagi baru saja beberapa waktu lalu Zean datang menambahkan tumpukan baru kertas lain yang menjulang tinggi di atas meja.
"ZEAN BAJINGAN!" Jerit Kataia meringis frustasi.
Hanya satu pesan Zean, 'Ini semua harus dikerjakan hari ini'. Sesekali helaan nafas berat keluar dari mulut nya di dalam keheningan, meratapi nasib persahabatannya dengan kertas-kertas proposal perusahaan yang meminta di baca dan dicap olehnya langsung pada hari itu juga.
Pintu kaca buram besar di depannya kembali terbuka lebar dibukakan oleh Zean dan Amayara. Sosok Hikazu berjalan mendekat, menjulang tinggi berdiri di depan meja tempat Kataia yang masih lekat memandang kertas di depannya dengan serius.
"Kataia." Panggil Hikazu lembut.
"Hm?" Masih sibuk membaca kertas-kertas di depannya Kataia hanya berdehem tanpa menoleh sedikitpun.
"Kita perlu bicara."
"Bicara saja."
Dengan cepat Kataia menggeser semua tumpukan kertas di depannya, sedikit menengadah menatap Hikazu yang sangat tinggi di depan mejanya itu sambil mengacungkan tangan. Seketika itu juga Zean dan Amayara menutup pintu kaca buram itu dan keluar tanpa kata sedikitpun.
"Duduk kemari." Kataia berjalan menuntun Hikazu ke sebuah meja bundar kecil dengan dua kursi di ruangan itu.
Mereka duduk, sedikit hening sesaat hingga mereka benar-benar sudah siap untuk berbicara dengan serius seperti aura yang Hikazu bawa keruangan itu sejak awal.
"Jadi mau bicara apa?"
"Kataia, kembalilah ke Deeper Stuck. Kami membutuhkan mu bersama kami."
"Tapi sekarang tidak, aku sudah bilang pada mereka kalau aku keluar." Suaranya tetap stabil dengan senyuman tipis, memilin tangannya di atas meja.
"Tidak, kamu masih bagian dari kami. Ini adalah keputusan ku sebagai ketua, aku tidak menerima pengunduran diri mu." Balas Hikazu tegas, masih menatap Kataia yang enggan melihatnya.
Senyuman tipis yang berusaha Kataia jaga tiba-tiba pudar, dia membuang muka dari Hikazu, tetap diam tanpa suara. Rasanya frustasi sekali harus menghadapi Kataia yang seperti ini, tapi Hikazu hanya bisa terus bersabar sambil menghela nafas lembut untuk menjaga emosinya.
"Kumohon, Kataia." Suara Hikazu semakin melembut.
"Tidak mau."
Seberapa keras apapun Hikazu membujuk sepertinya tidak akan berhasil, wanita itu tetap berpegang teguh pada keputusannya. Bahkan tidak terpengaruh sedikitpun pada sikap Hikazu yang seketika berubah lebih lembut untuknya. Keduanya diam, hening sejenak tanpa ada satupun yang bersuara, hingga Hikazu mengingat sesuatu.
"Kamu kemarin bilang akan mengabulkan satu permintaan ku, kan?"
Kataia sedikit tertegun, dia perlahan mengembalikan pandangannya pada wajah tampan Hikazu. Masih diam dia menunggu Hikazu kembali bicara, wajahnya sedikit datar tanpa peduli.
"Aku mau kamu mengabulkan permintaan ku sekarang. Kembalilah ke Deeper Stuck."
Mendengar permintaan Hikazu membuat Kataia antara merasa kesal dan frustasi. Dia hanya bisa terdiam sesaat dengan senyuman sinisnya, menyilangkan kedua tangan dengan punggung yang bersandar di punggung kursi. Orang kompeten dengan ucapannya mana bisa melanggar janji yang sudah dibuat.
"Aku benci kamu, Hikazu." Kedua sudut bibir Kataia yang datar naik ke atas, menunjukkan seringai jahatnya.
Tapi pada akhirnya Kataia tetap ikut juga. Bukan karena apa, dia hanya berusaha menepati janjinya pada Hikazu. Pada gelap malam hari Kataia dan Hikazu pergi ke perusahaan tempat mereka bekerja. Gelap dan sepi, hanya diterangi oleh beberapa lampu pada beberapa titik tempat itu.
Ketika sudah sampai di depan pintu kaca perusahaan yang besar, Hikazu mengeluarkan sebuah kunci dari sakunya, membuka pintu itu dalam gelapnya malam tanpa penerangan. Sedikit tertegun Kataia dengan kenekatan Hikazu yang terlihat handal dalam hal menyelinap, terlihat seperti sangat berpengalaman dalam itu.
"Wow, kamu punya kunci nya? Dari mana?" Kataia menaikan salah satu alisnya, sedikit kagum.
"Tentu saja aku mencurinya. Memangnya siapa yang mau memberikan hartanya kepada maling dengan cuma-cuma?" Celetuk Hikazu membalas sambil masih memutar-mutar kunci dari pintu kaca itu.
"Ckckck.. Bahaya, sepertinya selanjutnya kamu akan mencuri kunci rumah ku dari Zean."
"Tunggu saja, lain kali aku akan membobol rumah mu dan mencuri barang-barang mahal mu di sana."
Pintu itu berbunyi klik, Hikazu segera membuka pintu yang sudah terbuka kuncinya itu dan masuk sambil menahan pintu nya untuk Kataia. Setelah mereka berdua masuk kedalam lobi yang gelap nya minta ampun tanpa penerangan, Kataia menyalakan sebuah senter kecil yang sedari tadi ada di tangannya.
"Memangnya kalian tidak punya markas lain apa? Tidak modal sekali sampai memakai perusahaan." Celetuk Kataia tanpa dosa saat mereka melangkah berjalan ke tangga darurat yang ada di pojok ruangan.
"Yaa.. Menurutku menjadikan perusahaan ini sebagai markas cukup aman ketimbang membeli sebuah gedung. Kalau nanti misalnya digrebek pihak berwajib, pastinya mereka akan menyelidiki satu persatu departemen dulu. Jadi kami bisa mengulur waktu untuk memanfaatkan itu sebagai pengalihan selagi kami menyembunyikan bukti-bukti." Jelas Hikazu.
Kataia hanya diam mendengarkan dari belakang Hikazu di setiap langkah mereka menaiki tangga. Sorot lampu nya tetap lurus menerangi depan mereka dari balik punggung Hikazu selagi dia mendengarkan dalam keheningan gelapnya malam.
"Juga bisa lebih hemat biaya kalau menggunakan perusahaan."
Setelah sekian waktu menaiki tangga darurat, akhirnya Kataia dan Hikazu sampai pada lantai 15 tempat kantor mereka berada. Depan pintu kantor begitu senyap, gelap dan suram. Mereka pun masuk ke dalam kantor dengan hanya diterangi oleh senter yang Kataia pegang di belakang.
"Kita mau apa ditempat gelap gulita seperti ini? Kenapa tidak dinyalakan saja sih lampu nya?" Decak Kataia sebal sambil mencubit kain coat Hikazu yang ada di depannya.
"Kamu takut? Sini gandengan." Goda Hikazu setengah bercanda.
"Najis!" Cubitan di kain lembut itu dia lepaskan.
"Kejam!"
Sama halnya seperti diluar kantor, di dalam kantor juga tidak ada beda gelapnya. Terlihat seperti suasana yang ada di film horor. Setelah masuk Hikazu berjalan segera ke mejanya, melembari sudut kertas di dalam map dengan bantuan pantulan cahaya seadanya dari senter Kataia yang berjalan ke sana kemari. Kataia berkeliling dari sudut ke sudut ruangan, sorot matanya terlihat tegang mengelilingi sekitar dengan senter kecil yang ada di tangannya.
Suasananya menjadi sedikit berbeda ketika Kataia melewati salah satu meja di sudut ruangan. Terasa dingin dan lebih mencekam ketika langkah berada di sekitar meja. Matanya terlihat semakin menegang, melirik tegang Hikazu yang sedang sibuk di ujung seberang ruangan.
"Hikazu." Lirih Kataia.
Sorot senternya mengarah ke Hikazu yang langsung menoleh bingung ke arahnya. Dari balik kegelapan di bawah meja, sesuatu yang cepat mencengkram erat pergelangan kaki Kataia dengan tiba-tiba.
"AHHH! HIKAZU! ADA SETAN!" Pekik Kataia berteriak ketakutan setengah mati.
Sekuat tenaga Kataia melepaskan diri dari cengkraman itu hingga senternya terjatuh dan mati seketika. Setelah lepas dia lari terbirit-birit meringis ngeri ke arah Hikazu, menangkap coat hitamnya dan bersembunyi di balik tubuh kekar pria itu. Dengan cepat Hikazu mendekap lembut pinggang Kataia di lengannya, sedikit keheranan.
"Tenang, Kataia."
"Mata mu tenang! Untuk apa coba menjadikan sarang setan jadi markas?!" Decak Kataia mulai berkeringat dingin.
Tidak lama suara tawa lepas seorang pria keluar dari bawah kegelapan meja. Beberapa cahaya muncul dari sejumlah bawah meja yang gelap bersamaan dengan bayangan manusia muncul dari balik cahaya-cahaya itu. Ternyata itu hanyalah anggota Deeper Stuck yang lain, mereka sedikit terkikik melihat respon Kataia, hanya Nichioro lah yang kelihatannya sangat puas menertawakannya.
"Setan dari mana? Nih setan!" Ejek Nichioro dengan tawa puas, mengarahkan sorot cahaya senter dari bawah dagunya.
"Sttt! Nichioro jangan berisik." Tegur Azari cepat.
Tatapan Kataia sekilas melirik tajam, Nichioro segera bungkam dengan bibir yang masih berusaha sekuat tenaga menahan tawa selanjutnya.
"Sudah, jangan bercanda lagi. Kita kerja dengan serius." Azari membawa mereka duduk di lantai kantor yang dingin.
Semuanya ikut duduk mengikuti Azari dengan Hikazu yang menyusul, tangannya memegang sebuah map biru dengan beberapa kertas di dalamnya. Hanya ada satu senter yang menjadi penerangan mereka di tengah-tengah gelapnya ruangan, terletak di tengah mereka yang mengitari senter kecil itu.
"Ini daftar nama anggota organisasi Otoko." Hikazu membentang map biru itu di tengah-tengah mereka.
Semuanya mendekat, mencondongkan tubuh memperhatikan daftar nama sejumlah orang banyak di lembar kertas itu beserta foto dan biodatanya. Halaman demi halaman mereka balik sambil Hikazu menjelaskan, ada begitu banyak daftar nama perempuan dan laki-laki yang tertera di sana.
"Seperti namanya mereka ini salah satu bandar organisasi yang melakukan transaksi jual beli manusia di pasar gelap, kebanyakan laki-laki dari pada perempuan yang mereka jual. Yang membuat pemerintah resah itu angka penjualan mereka melonjak selama beberapa bulan ini, angka orang hilang juga semakin bengkak." Ucap Hikazu menjelaskan sambil tangannya yang terus membalik halaman perlahan di setiap katanya.
"Tunggu." Ayaka menekan permukaan kertas, mencegah Hikazu membalik ke halaman berikutnya.
Semuanya bingung memandang Ayaka. Matanya lekat melihat satu persatu kotak data dalam satu lembar kertas yang dia tekan di bawah jari telunjuknya.
"Ini teman SMA ku." Tunjuk Ayaka pada salah satu kolom biodata di kertas, semuanya memperhatikan kolom identitas itu.
"Oh! Ini bos dari restoran tempat aku berkerja paruh waktu dulu." Sambar Nichioro ikut menunjuk ke kolom biodata lain.
Semuanya ikut memperhatikan map saat Hikazu semakin menatap serius setiap lembar kertas yang dibaliknya. Habis lembar terakhir kertas pada map biru itu Hikazu mengangkat kepalanya, mengangguk-angguk pelan.
"Baiklah, aku paham sekarang. Jadi ada berapa orang yang kalian kenal dari antara data-data ini? Aku minta jawaban tanpa imbuhan." Hikazu menatap mereka satu persatu dari ujung satu ke ujung lain.
"Dua."
"Satu."
"Sekitar empat."
"Tidak ada."
"Aku.. Tidak tau, lupa." Kataia nampak acuh tak acuh memandang langit gelap di luar jendela.
"Kamu mau melihatnya sekali lagi?"
Namun Kataia hanya diam, tidak menggubris Hikazu yang hendak menyerahkan map biru yang telah tertutup di tangannya. Kataia duduk dengan tangan yang menyanggah di belakang punggungnya, mengetuk-getuk sepatunya pada satu sama lain tanpa peduli sedikitpun. Dengan hembusan nafas yang pelan dari mulut, Hikazu balik mengacuhkan Kataia yang nampak tidak tertarik.
"Menurut informasi yang aku dapatkan tadi pagi... Mereka ini akan melakukan transaksi jual beli manusia di kasino Vilang dalam bentuk lokasi markas utama mereka. Informasi lokasi itu ada terletak di salah satu barang lelang yang mereka sumbangkan."
"Masalahnya kita saja tidak tau menahu tentang sistematis kasino Vilang, apalagi dengan organisasi Otoko. Rencananya, jumlah orangnya, informasi nya itu dalam bentuk apa?" Potong keluh Ayaka sambil menghela nafas.
"Kita tidak bisa membuang-buang waktu untuk memikirkan itu sekarang, Ayaka. Ada banyak korban yang sudah mereka dapatkan, tidak bisa di biarkan lagi, harus kita hentikan juga! Untuk masalah yang kamu pikirkan itu, nanti aku akan cari cara."
Suara Hikazu penuh tekanan dalam tekad, wajahnya berseri-seri kerena antisipasi yang membara. Kegelapan malam tidak bisa menutup keberaniannya yang tulus untuk menyelamatkan orang-orang yang menjadi korban itu. Tidak heran lagi jika Hikazu adalah ketua dalam Deeper Stuck, hati dan pikirannya mampu bekerja dalam tekanan sekalipun di setiap misi mereka.
"Jadi mulai di daerah sini kita akan berpencar. Terbagi menjadi tiga tim yang terdiri dari dua orang. Ada yang akan menjadi umpan, penjaga dan pemeran utama."
Lipatan kertas kecil yang sebelumnya Hikazu keluarkan dari dalam saku dia buka dan bentangkan di tengah-tengah mereka. Kertas kecil itu memuat denah kapal yang tidak terlalu besar, namun jelas dan mudah di mengerti. Ada beberapa warna dan garis yang menjadi penanda bagi tempat tim-tim itu beraksi.
"Memangnya ada berapa undangan yang kamu punya? Tiga, kan? Kasino Vilang itu beroperasi dalam bentuk kapal pesiar. Yakali kami tiga orangnya harus kelaut meminta kekuatan super dulu untuk menyelam seperti duyung." Celetuk Azari sebelum Hikazu kembali melanjutkan.
Untung saja Azari mengingatkan, jika tidak keberangkatan mereka akan sia-sia dengan rencana yang hancur hanya karena undangan yang kurang. Sebentar Hikazu terdiam memikirkan dengan serius solusi untuk masalah itu, tapi pada akhirnya tidak hasil, dia sendiri pun bingung harus bagaimana.
"Entahlah.." Hikazu menghela nafas berat, menyisir rambutnya kebelakang dengan gusar. "Kataia, kamu punya undangan lebih lagi tidak?" Dia menoleh dengan harap, namun gelengan dari wanita itu hampir membuatnya putus asa.
"Hanya tiga undangan itu saja yang aku punya. Itupun aku dapatkan dengan penuh perjuangan, aku sampai rela memanjat tembok demi mencurinya dari rumah manager ku tempo hari."
Lagi, tekad Hikazu semakin pupus mendengar itu. Semua rencana yang telah dia buat selama beberapa hari ini telah menjadi sia-sia, gagal karena tidak memenuhi syarat utama dalam menjalankan misi mereka, yaitu kebersamaan. Memang tiga orang saja bisa melakukan misi ini, tapi apakah mampu? Tapi adalah cara lain?
"Yasudah kalau begitu. Kita ubah saja rencananya, tiga senior Deeper Stuck saja yang akan menjalankan misi. Sisanya bisa bantu pengevakuasian korban setelah semuanya beres di kasino Vilang." Suaranya rendah, terdengar pasrah dan sayu.
Walaupun tidak menoleh dan memperhatikan dengan seksama sedari tadi, Kataia bisa merasakan kekecewaan dari suaranya. Suara rendah dengan manik coklat itu meredup saat Kataia menoleh hanya untuk mengejek. Melihat Hikazu merasa kalah terasa menyenangkan bagi Kataia yang sedari awal memusuhi Hikazu, namun kali ini rasanya berbeda. Ada sedikit rasa peduli dalam hatinya saat melihat Hikazu yang sesaat terdiam frustasi dan pasrah.
"Memangnya kamu mau bawa berapa orang sampai meminta undangan lebih? Mau membawa satu perusahaan?" Salah satu bibir Kataia tersungging naik dengan senyum mengejek.
"Maksudnya?"
"Lihat saja di sana, ada dua kolom nama. Artinya masing-masing orang yang diberikan undangan diwajibkan membawa pasangan. Jadi enam, kan? Kalian tinggal cari satu orang saja lagi."
"Untuk apa? Kita kan sudah pas berenam?" Azari memotong dengan sedikit kaget sambil menghitung kembali jumlah mereka dalam hati.
"Aku tidak ikut."
"Kamu harus ikut! Sudah janji kan tadi?" Hikazu menyambar langsung melotot Kataia yang nampak masih acuh tak acuh.
"Iya! Iya! Aku ikut! Puaskan?!" Balas Kataia ketus memutar bola matanya malas.
Senyuman penuh kemenangan mengembang di bibir Hikazu, mengangguk-angguk dengan senyum lebar, begitu senang melihat Kataia mudah untuk ditaklukkan, namun nyatanya memang terpaksa. Dia mengeluarkan amplop hitam yang telah terbuka dari saku coat nya, mengangkat ketiga undangan pada antara jari telunjuk dan jari tengahnya. Ternyata benar, dapat dua kolom nama yang kosong pada tiap undangan.
"Kalau begitu yang pegang undangan ini aku, Goro, dan Nichioro. Setuju, kan?"
Semuanya mengangguk serempak karena memang itulah sudah keputusannya akhirnya. Apalagi yang bisa mereka lakukan selain mengikuti rencana dari ketua mereka?
"Sekarang.. Giliran untuk kita memilih pasangan sandiwara dari antara ketiga rekan wanita kita ini. " Hikazu mengedarkan undangan pada Goro dan Nichioro yang duduk di sekeliling senter.
"Yang pasti aku tidak mau dengan Hikazu!" Celetuk Kataia yang berseru dengan semangat.
Semuanya saling tatap ketika Kataia menyerukan itu. Mereka terheran-heran dengan Kataia yang sepertinya penolakan garis keras terhadap Hikazu sejak awal. Biasanya orang-orang baru yang bertemu dengan Hikazu pasti akan tergila-gila untuk mengejar sosok pria spek pangeran itu, hanya Kataia yang terlihatnya menunjukan penolakan keras bahkan terlihat senang.
"Aku bebas." Ucap Goro yang langsung diam dan sepertinya memperhatikan dengan baik.
"Aku juga bebas, asal tidak dengan Ayaka. Dia sepertinya punya dendam pribadi dengan ku." Sahut Nichioro, dibalas oleh tatapan tajam Ayaka. Nichioro pun langsung meringis ngeri seakan ditatap oleh setan dari balik bayangan.
Nyatanya cara langsung seperti itu tidak ada hasilnya, malah akan membuat konflik jika satu sama lain ada yang menolak untuk berkerja sama. Tapi pengalaman Azari selama ini tidak sia-sia, dia mendapatkan ide untuk menyelesaikan masalah ini dengan cepat
"Begini saja biar adil. Kita akan melakukan undi dan siapapun yang akan menjadi rekan, harus menerimanya! Pengecualian bagi ku dan Hikazu, setidaknya salah satu dari kami harus bergabung dengan yang lain supaya imbang." Suara Azari yang tegas berhasil menengahi keributan yang sesaat terjadi itu.
"Ahhh! Tidak adil!" Seru Kataia dan Nichioro serempak, dua otak namun satu pemikiran.
"Tidak ada bantahan, itu adil!"
Kedua orang itu terdiam, mau tak mau mereka harus menerima keputusan Azari yang sangat serius dengan ekspresinya. Akhirnya tidak ada lagi kericuhan, Hikazu pun dapat melanjutkan pekerjaannya kembali. Dia mengeluarkan ponsel dari dalam saku dan menekan-nekan sesuatu pada layar.
"Oke, Aku... Goro... Lalu Nichioro."
Nama-nama yang Hikazu gumamkan tertera pada aplikasi spin di layar ponselnya. Setelah semua nama terisi, Hikazu mengopernya pada Kataia yang tepat berada di sampingnya.
"Semoga aku dengan Kataia." Ucap Hikazu dengan senyum mengejeknya lekat menatap Kataia.
"Semoga Goro! Semoga Nichioro! Jangan Hikazu!" Gumam Kataia dengan keras, berharap dengan segenap hati, jiwa dan pikirannya saat jarum spin terus berputar.
Namun takdir begitu kejam, mimpi buruk yang sangat Kataia hindari menjadi kenyataan. Spin berhenti berputar, menunjukkan nama orang paling Kataia musuhi, Hikazu. Dalam hatinya menjerit setengah mati, tidak terima dengan hasilnya, namun apalah daya sekarang jika sudah begitu.
"YEYYY! Kataia dengan ku, jadi aku bisa menindasnya selama menjalankan misi." Seruan kegembiraan Hikazu yang mengejek itu menggema di tengah-tengah kegelapan yang mengitari mereka.
"HIKAZU SIALAN!"
...----------------...
Pagi-pagi buta sekali sebelum matahari muncul di langit, dermaga sudah begitu ramai dengan orang-orang yang berpakaian mahal di samping kapal pesiar besar. Sementara orang-orang itu berpenampilan rapi dan mengenakan barang-barang mahal, anggota Deeper stuck yang masih setengah nyawa hanya memakai memakai baju ala kadarnya. Memakai piyama dan hoodie sesuai kenyamanan masing-masing tanpa mempedulikan dari tatapan aneh orang-orang itu terhadap mereka.
"Itulah kenapa aku bilang menginap di kantor itu ide yang buruk. Apalagi kalian tidak bilang-bilang kalau pagi nya langsung berangkat." Keluh Kataia dengan suara serak yang lemas, belum mengumpulkan semua nyawanya yang tertinggal di dalam mimpi. Matanya masih tertutup, berdiri dengan sempoyongan dengan piyama hitamnya yang nyaman.
"Seharusnya kan kamu yang lebih tau jadwal keberangkatan Vilang, Kataia. Kami kira kamu sudah tau, untung saja kamu membawa piyama di dalam mobil tadi." Goro menghampiri Kataia sambil tersenyum lembut. "Eh? Tidur ya?" Dia menunduk melihat mata Kataia yang ternyata terpejam.
Namun setelah itu tidak ada sahutan lagi dari wanita yang super mengantuk itu. Matanya terpejam saat kakinya masih berdiri dengan tegak, nafasnya teratur dan seperti benar-benar tertidur sambil berdiri. Goro pun hanya bisa terkikik melihat seberapa imutnya Kataia dalam tidurnya yang nyenyak.
"Nona!"
Suara berat dari kejauhan terdengar jelas hingga membuat mata Kataia yang masih mengantuk itu perlahan terbuka. Dia masih nampak lemas, samar-samar melihat Zean berlari mendekat dengan koper besar di tangannya.
"Punya anda, nona." Nafasnya memburu setelah berlari, namun masih terlihat lebar senyum di bibirnya.
"Terima kasih, Zean." Balas Kataia dengan senyuman tipis dari bibirnya.
Tak terasa matahari perlahan naik ke atas, menandakan kalau keberangkatan mereka telah tiba. Ramai-ramai orang-orang yang sedari tadi ada di dermaga itu mulai naik ke pintu masuk kapal. Begitu banyak, berbondong-bondong para konglomerat berduit itu masuk ke dalam kapal pesiar yang mewah itu.
"Ayo semuanya, kita bawa pulang kemenangan kita."
Senyuman lebar Hikazu yang berdiri di depan mereka berhasil mengalahkan kantuk yang sebelumnya melanda seluruh anggota. Hanya sebuah senyuman biasa namun dapat membangkitkan semangat yang membara pada para anggota, karena semangat ketua adalah semangat anggota timnya juga.
"Siap!" Seru mereka serentak sambil senyum lebar dengan tawa lepas yang mengakhirinya.
Mereka pun berjalan memasuki kapal pesiar sesuai dengan rekan masing-masing seperti yang telah didiskusikan tadi malam, Nichioro dengan Ayaka, Goro dengan Azari, dan Hikazu dengan Kataia yang berjalan mengikuti di belakang mereka. Mau tak mau mereka pun harus menerimanya, walaupun rekan misi mereka jauh dari yang diharapkan sekalipun. Karena Mr. Spin adalah ketua sesungguhnya dari organisasi Deeper Stuck dan keputusannya adalah mutlak.
"Tolong jaga nona Kataia, tuan Hikazu!" Ucap Zean dari dermaga sambil sedikit membungkuk saat mereka akan menaiki tangga pintu masuk kapal.
"Tenang saja, akan aku pastikan Kataia pulang dengan kaki dan tangan lengkap. Bocah ini berada pada tangan yang tepat, percaya saja!"
Senyum Hikazu tetap lekat pada wajahnya seperti biasa, membuat siapapun merasa aman dan nyaman di dekatnya, sama halnya yang terjadi dengan Zean. Ketika melihat senyum itu Zean menjadi yakin kalau Kataia berada pada tangan yang tepat dan akan baik-baik saja bersama Hikazu, yang pasti akan pulang dengan tangan dan kaki yang lengkap.
"Cih! Aku bukan anak kecil, tidak butuh dijaga oleh mu." Decak Kataia ketus sambil membuang muka.
"Stttt!! Diam, sekarang aku jadi pengasuh mu, anak kecil."
Hikazu mencengkram kuat pucuk kepala Kataia dengan tangannya, mengembalikan pandangan wanita itu kembali ke depan dengan tidak terpengaruh sedikitpun oleh perkataannya. Dia menurunkan tangannya, berjalan dengan kharisma yang menonjol layaknya pria idaman. Berjalan sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku, penuh dengan kepercayaan diri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments