Episode 19

Ruangan lelang telah begitu ramai dengan banyaknya tamu yang berkumpul mengantongi sejumlah barang pipih di dalam saku. Para tamu eksekutif berjejer duduk rapi menggunakan jas dan dress cantik, bersenda gurau dengan elegan membahas kehidupan mapan masing-masing.

Hingga pada waktunya MC naik ke panggung dan memulai pembukaan lelang dengan sambutan hangat dari bibir nya. Lampu-lampu berwarna gemerlap menerangi panggung, membuat siluet sang MC semakin menonjol dengan tamu-tamu yang diam memperhatikan.

"Halo-halo semua!!! Selamat datang di acara lelang Vilang!" Seru MC yang di sambut sorakan dan tepuk tangan meriah dari segala penjuru ruangan.

Gemuruh kegembiraan itu menggema di segala arah ruangan, gejolak penasaran yang menggetarkan ketidaksabaran semua orang yang menanti tampang barang-barang unik dan antik dari balik kain putih yang menutupi. Tidak habis sampai disitu, ruangan kembali riuh dengan orang-orang yang mulai menebak-nebak barang-barang apa yang ada di balik siluet kain itu.

"Selamat sore dan selamat datang kepada hadirin tamu kami yang terhormat, saya Fedro mempersembahkan dengan bangga acara pelelangan kasino Vilang kita pada hari ini. Jujur saja kami sangat senang dengan kehadiran dan partisipasi hadirin yang sudah tidak sabar menggendong pulang barang lelang ekslusif kita."

Fedro, MC pelelangan itu berhenti sejenak, mata nya menelusuri setiap bagian, mencari dan menatap ke sudut lain bangku tingkat di tengah-tengah lautan manusia itu. Hingga dia akhirnya mendapati seseorang yang mencolok di sana, yaitu Kataia, wanita dengan gaun hitam dan pengawalnya yang setia berdiri disebelahnya.

"Sebelum kita memulai pelelangan ini, saya ucapkan Terima kasih banyak kepada nona Kataia di sebelah sana, selaku presidir Vilang dan sekaligus donatur utama pelelangan pada malam hari ini." Ucap Fedro dengan tangan yang terulur menunjuk Kataia jauh di depannya, di susul oleh tepuk tangan meriah dan senyum manis Kataia.

Sementara itu, jejeran Deeper Stuck terheran-heran, mereka menengok ke kursi belakang di atas tempat Kataia berada secara bersamaan. Tangan mereka bertepuk dalam kebingungan yang belum terucapkan.

"Lah, itu Kataia." Tunjuk Goro dengan bibirnya yang manyun.

"Bukannya pengawal Kataia kemarin tinggal di dermaga? Dari mana munculnya mahkluk itu?" Sambung Azari menambahkan.

"Entahlah.. Siapa yang tau? Aku juga tidak memikirkannya sampai ke sana."

Kata Hikazu seakan tanpa kepedulian, dia hanya tersenyum tipis sambil bertepuk tangan mengikuti irama bersama. Siapa yang tidak heran dengan mahkluk yang satu itu juga. Tapi sekarang apa yang terjadi dengan Hikazu? Dia seakan tau sesuatu, tapi tidak pandai menyembunyikan rahasia dari wajahnya.

"Kalian berdua sama-sama mengerikan, Hikazu." Celetuk Nichioro dengan suara sayu saat suara tepuk tangan mulai memudar diantara mereka.

Lantas Hikazu menjadi bingung dengan protes Nichioro yang tiba-tiba terlontar dengan nada sedih. Tidak biasanya seperti itu. Perlahan Hikazu menoleh lembut pada Nichioro di sampingnya, memandang Nichioro penuh tanda tanya yang tidak mendapatkan jawaban.

"Maksudnya bagaimana?" Tapi tidak ada balasan, seperti yang diprediksi oleh Hikazu sendiri.

Selesai mengucapkan kata-kata pembuka, kain putih yang menutupi belasan barang lelang di tarik sesuai instruksi MC. Entah itu hanya ilusi atau apa, barang-barang yang berjejer itu berkilau sangat indah di atas panggung sesuai dengan seberapa berharganya mereka di sana, mengundang sorakan tamu berduit yang kagum dengan keindahannya.

"WOAHH! LIHAT! Itu karya xxx."

"Nah! Itu, itu karya putri ku."

"Gucci nya indah..."

"Ah! Berlian itu sangat berkilau!"

"Aku mau foto yang di sebelah sana."

Satu demi satu barang lelang di pamerkan, ditawarkan, lalu di beli tanpa banyak pikir. Bukan hal besar bagi mereka untuk membeli barang-barang mahal yang tidak tau untuk diapakan benda itu. Mungkin untuk dipajang atau bisa juga untuk untuk diinvestasikan pada hari mendatang.

Telah terjual beberapa barang lelang diatas panggung itu, lalu selanjutnya adalah lukisan yang tidak asing di depan mereka. Lukisan itu terkenal dengan filosofi nya yang ditinggalkan setelah sang pelukis menghembuskan nafas terakhir nya. Tapi, mereka tidak tau rahasia di balik lukisan itu.

"Sekarang kita lihat saja, memangnya para maniak itu mau membeli lukisan itu setelah kosong?" Cibir Ayaka dengan bibir tersungging sinis.

"Seharusnya tidak." Tambah Azari.

"Kalau begitu aku saja, aku mau! Lumayan untuk menambah pajangan di samping lukisan body sispek Goro di kantor." Sahut Hikazu tiba-tiba sambil nyengir.

"Hei! Kamu gila?! Untuk apa buang-buang uang begitu?"

"Jangan, Hikazu." Azari tiba-tiba melirik tajam.

Dengan terkejut Ayaka memiringkan kepalanya, menatap jengkel sekaligus konyol jika Hikazu benar-benar melakukannya. Wajahnya sinis dan seakan siap melempar Hikazu dengan sepatu high heels nya.

"Oke, para hadirin sekalian. Kita akan lanjut ke barang lelang selanjutnya, yaitu lukisan karya xxx yang di sumbangkan langsung oleh Tn. Akeno."

Tatapan sinis dan tajam Ayaka dan Azari sudah berancang-ancang pada Hikazu seakan pisau yang siap di hunuskan, berjaga-jaga kalau kegilaan rekan mereka yang satu ini tiba-tiba kumat di tengah jalan. Saat MC masih mengamati seksama wajah-wajah orang berduit di depannya, Ayaka dan Azari sudah bersiap untuk menahan erat tangan orang yang ada di sebelah mereka itu.

"Baik, kita akan mulai dengan harga 8 juta. Silahkan bagi yang mau membuka tawaran pertama!" Seru MC dengan penuh semangat melihat antusiasme tamu-tamu.

"12 juta!"

"12,8 juta!"

"100 juta!"

"500 juta!"

Mendengar angka nominal tawaran yang langsung melonjak tinggi itu membuat orang-orang hening tak bergeming. Tatapan mereka langsung tertuju pada salah satu kursi tempat suara itu berasal, tempat dimana Kataia duduk dengan senyum polos nya di sana. Orang-orang langsung berbisik-bisik mendiskusikan betapa gila nya Kataia yang menghambur-hamburkan sejumlah besar nominal uang hanya demi sebuah lukisan seperti itu.

"Ee.. Baik.. Saat ini tawaran tertinggi untuk lukisan karya xxx adalah 500 juta. Apakah ada yang mau menawar lebih tinggi?" Ucap MC sedikit terbata.

Tidak hanya para tamu yang terkejut, tapi MC juga terkejut sekaligus takut saat melihat betapa besarnya kuasa uang di tengah-tengah para miliarder di depannya itu. Bukannya apa, tapi tawarannya menjadi sangat jauh fantastis dari harga awal. Bahkan jika nyawa bisa di beli, mereka mungkin akan membeli nya juga.

"Tawaran tertinggi saat ini berada di 500 juta. Adakah yang hendak menawar lebih tinggi?"

MC memperhatikan sekeliling yang nampak bungkam tak berkutik dengan harga tawaran Kataia yang sangat tinggi. Tak ada satupun yang berniat untuk menyaingi. Kataia pun merasa senang dan gembira, dia tersenyum semakin lebar.

"Baik, jika tidak ada yang menawar lagi, saya akan menutup penawaran ini di harga 500 juta dalam 1.. 2..—

"1 Miliar!" Teriak seseorang yang entah dari mana langsung membuat MC terkejut dan menarik perhatian semuanya yang ada di tempat itu.

Bisik-bisik terdengar kembali riuh, ternyata ada satu orang gila lagi yang terlupakan. Hikazu dengan percaya diri menawarkan harga dua kali lipat dari harga yang telah Kataia ajukan. Azari dan Ayaka sudah berusaha sebisa mungkin untuk menghalangi, tapi mereka lupa, bahwa orang itu punya mulut yang belum bisa di atasi.

"Fantastis! Kita punya tawaran tertinggi dengan 1 miliar di sini untuk karya xxx. Apakah ada yang menawar lebih tinggi lagi?"

Mata MC itu berbinar cerah menatap sekeliling orang kaya yang tak berotak menghamburkan uang itu. Harganya yang tidak masuk akal membuat orang-orang waras bungkam dalam bisikan.

"Woi! Sudah dibilang jangan, tuli ya? Atau kamu sudah gila juga?" Decak Azari berbisik.

"Sejak kapan Kataia menjadi panutan mu untuk menjadi orang gila?" Tambah Goro penasaran.

Kesal dengan kelakuan Hikazu, Ayaka segera menginjak kaki nya dengan heels, mata tajam melotot marah, rasa nyeri berdenyut-denyut pada kaki Hikazu yang dilapisi oleh sepatu kulitnya. Bukannya merasa bersalah, Hikazu hanya membalas dengan nada bercanda sambil menunjukkan layar ponsel nya.

"Ishh... Sakit. Tenang saja kalian berdua, uang ku cukup."

Layar ponsel Hikazu menunjukkan tampilan aku bank digitalnya di sana. Saat di tengok, ada 1 miliar lebih. Tapi tetap saja, orang gila mana yang membeli sebuah lukisan seharga 8 juta menjadi 1 miliar? Mungkin Hikazu adalah salah satunya.

"Baik, 1 miliar. Kita punya tawaran 1 miliar. Adakah yang mau menawar lebih tinggi lagi?"

"3 miliar!" Teriak Kataia kembali dengan wajah kesal.

"Ada tawaran yang lebih tinggi lagi! 3 miliar! Adakah yang lebih tinggi?"

Sebagai seseorang yang tidak menerima kekalahan, Kataia menjadi panas saat Hikazu berniat untuk menyainginya. Harga fantastis dan diluar akal pun dilontarkan dengan santainya. Zean yang berada di sebelah Kataia pasrah sekaligus frustasi, ingin protes tidak bisa, kelakuan nona nya memang di luar akal dan kadang gila. Untungnya selagi Kataia kaya, dia bisa melakukan apapun yang dia mau dengan lembar kertas berangka itu.

"Tawaran tertinggi kita saat ini berada di angka 3 miliar! Jika tidak ada yang mau menawar lagi, lukisan karya xxx akan terjual di harga 3 miliar dalam waktu 1.. 2.. 3!"

Hikazu pun telah mencapai batas kemampuannya. Sebagai saingan Kataia, Hikazu sendiri sadar kalau dia tidak akan membiarkannya untuk menyaingi. Itu hanyalah manipulasi belaka untuk membuat Kataia mengeluarkan banyak uang, dengan harapan manusia itu mendadak miskin, tapi tidak mencapai ekspetasi.

"Selamat kepada penawar dengan harga 3 miliar, lukisan karya xxx dibawa pulang oleh anda!"

"Yah.." Gumam Hikazu tersenyum tipis penuh arti.

Tepuk tangan dan gemuruh sorakan menggema ketika lukisan di sisihkan ke belakang panggung. Senyum Kataia pun melebar, dia mendapatkan yang dia mau dan menang dari Hikazu, si pesaingnya.

MC pun lanjut pada barang lelang selanjutnya. Barang demi barang dilelangkan, lembar demi lembar uang dihamburkan di atas panggung. Laris manis semua barang lelang di atas panggung itu. Hingga barang lelang yang besar dan hidup ditarik ke tengah-tengah panggung.

"IHHH!! ZEAN!" Jerit Kataia histeris menggoyang lengan kemeja Zean disebelah.

Bingung dengan apa yang membuat Kataia begitu aneh, Zean menyipitkan mata minus nya dan fokus menatap ke tengah panggung. Dia mendapati barang bagus besar, putih dan hidup terkurung di dalam kandang besi.

"Beruang, Zean!!! Beli! Beli! Ya? Ya? Kumohon?"

Rengekan itu seakan hampir mustahil mengingat sebelumnya Kataia membeli barang lain tanpa banyak pikir. Tapi walaupun begitu, Zean juga punya posisi sebagai bos di bidang lain di sisi Kataia.

"Hanya satu kali ini saja, nona."

"YES!" Seru Kataia bersemangat mengangkat tangan. "2 miliar!"

Di saat orang-orang menawar dengan harga yang bertahap naik, Kataia datang tanpa memikirkan berapa lembar uang yang ada rekeningnya menyambar di tengah-tengah mereka. Mendengar tawaran yang sekali lagi melambung tinggi, tentunya membuat tidak ada orang lagi yang berani untuk menawar beruang kemasan jumbo incaran Kataia itu.

"Tuh panutan mu. Kenapa tidak diikuti, Hikazu?" Celetuk Azari menyindir dengan wajah datar yang menunjuk dengan bibir manyun nya.

"Yahh.. Murid tidak akan bisa mengalahkan guru."

Dan.. Begitulah caranya orang kaya menghabiskan uang.

****************

Cahaya redup dan angin sepoi menghias gelap malam di balkon kapal. Di sana sunyi, semua orang berkumpul di terang ruang lelang sementara di luar senyap ditemani suara merdu jangkrik. Hanya ada seorang pria yang ada di balkon saat itu. Pria dengan rambut lebat dan proporsi tubuh elok berdiri memandang permukaan laut lepas sambil diterpa angin sepoi.

"Kamu di sini. Aku kira kamu akan terus bersembunyi." Ucap suara berat seorang lain yang muncul dari balik bayang sudut gelap pada kapal. "Equa."

Equa yang tadinya hening dengan lamunan sendiri perlahan menoleh, menemukan mata sosok rambut putih familiar mendekat ke arahnya dengan sorot mata tajam dan tegas. Mereka saling pandang dan bertukar senyum tanda arti, namun kembali hening sambil mengamati birunya laut di langit malam.

"Bukannya kamu bilang tidak tertarik? Kenapa kemari?" Ucap Equa tanpa menoleh.

"Hanya penasaran, bukan tertarik."

"Apa bedanya? Keduanya sama."

"Beda kata dan cara penyebutan." Sanggah sosok itu tak mau kalah.

Lelah dengan perdebatan yang seperti nya tidak akan ada ujung itu, Equa hanya diam, menghela nafas dan memutar bola mata malas. Sementara kembali hening sejenak, keduanya mencari topik dalam benak, mencari obrolan yang sekiranya tidak mengundang keributan yang memancing perhatian orang di dalam ruangan lelang.

"Kamu tau, Rachel? Kukira aku salah kali ini." Ucap Equa merogoh kantong, mengambil dan menyalakan sebilah rokok yang kemudian diapit diantara bibir tipisnya.

"Tentang apa?"

Sebelum menjawab Equa mengapit puting rokok di antara jarinya, mengepulkan asap yang sempat masuk paru-paru lalu merogoh kembali kantong nya. Dikira hendak memberikan sesuatu yang penting, Rachel menoleh. Tapi hanya kotak rokok dan pemantik yang keluar dari sana, tanpa protes Rachel mengambilnya, menyalakan dan menghisap juga kretek perusak paru-paru itu.

"Tentang Devang yang akhir-akhir ini sedang di bicarakan para kaum iblis. Kukira dia sekejam dan selicik kita, ternyata dia hanya bermain-main secara halus." Lanjut Equa setelah sejenak berpikir.

"Devang... Devil dan Angel. Itu lebih seperti malaikat, tidak ada unsur iblisnya! Dia memang seharusnya bergabung dengan para malaikat, tidak akan bisa menyamakan diri dengan kita." Memikirkan itu membuat perut Rachel menggelitik, dia tertawa lepas dengan rokok yang berpindah pada jari-jarinya.

Jujur saja, Equa juga merasakan hal yang sama seperti Rachel. Perutnya menggelitik memikirkan itu lebih jauh. Bagaimana bisa Devang menyaingi iblis murni seperti mereka? Dia ikut terkekeh sembari mengisap ujung puting rokoknya. Matanya memandang kepulan awan hitam yang mulai menutupi bayangan lautan cerah di seberang nya.

"Tapi aku masih penasaran dengan sosok Devang itu. Bagaimana menurutmu?" Tanya Rachel setelah menyelesaikan tawa lepasnya.

"Terserah pada mu saja. Memangnya siapa aku bisa mengatur mu?" Balas Equa dengan seringai tipis.

"Tepat sekali!"

Decakan gembira menjentik dalam mulut Rachel, dia berjalan menjauh dari sana entah kemana, langkahnya hanya menjauh ke arah lain balkon kapal sambil mengantongi tangan dalam saku nya. Sementara Equa pun tetap diam di sana, memandang sosok Rachel yang sulit ditebak tujuan dari hidupnya. Lambat laun Rachel menjauh, raga nya perlahan lenyap menjadi partikel hitam kecil yang di terpa angin kencang diantara mendungnya langit.

"Lihatlah, siapa yang sebelumnya bilang tidak tertarik?" Gumam Equa sambil mengepulkan kembali asap rokoknya.

Tak lama setelah itu, suara gemuruh obrolan halus orang-orang di ruang lelang yang bercahaya perlahan semakin mendekat. Puluhan bahkan ratusan orang keluar dari sana bersamaan, membuat suasana yang awalnya sunyi menjadi sangat ramai. Suara-suara bising itu datang dari segala arah, membuat Rachel sedikit jengkel dengan ketenangannya yang menjadi terganggu.

Tidak hanya sampai disitu, orang-orang yang tidak sabaran keluar dari ruangan itu berdesak-desakan dan menabrak-nabrak Equa yang sudah dengan keras menahan kesal nya. Hingga dari sekian banyaknya senggolan yang menerpa nya, seseorang menyenggol cukup keras hingga puting rokok dari tangan Equa terjatuh ke bawah tempat kaki orang-orang tak ada hentinya menginjak benda itu sampai pipih dan mati.

"Ck! Kamu punya mat—!

Umpatan Equa terhenti ketika melihat seseorang yang terlihat familiar terdesak di depannya. Seorang pria berambut coklat gelap dengan aroma tubuh khas, terlihat tidak nyaman saat dirinya juga terhimpit diantara kerumunan orang yang terburu-buru. Saat Equa mengangkat kepalanya dan menatap seksama orang itu, dia mengenalnya, itu adalah Hikazu.

"M-maaf, tuan. Saya tidak sengaja, apa anda baik-baik saja?" Tanya Hikazu canggung dan tidak nyaman saat dirinya masih terdesak-desak diantara orang-orang.

"Ya, aku baik-baik saja." Equa menyeringai kecil saat memperhatikan Hikazu.

Sayangnya itu hanya terjadi selama beberapa saat sebelum Hikazu terbawa arus lautan manusia yang terus berjalan. Sampai pada suatu ruangan barulah tubuhnya terbebas dari lautan yang menelannya, ruangan dansa yang lebar, mewah dan megah, dihiasi oleh dekorasi mahal dan suguhan makanan di meja besar.

"Mana yang lain?" Tanya Azari yang datang entah dari mana menghampiri Hikazu.

"Tidak tau, masih di sana mungkin." Tunjuk Hikazu pada lautan manusia yang masih menggumpal di depan pintu.

Sambil menunggu rekan-rekan mereka menampakkan diri dari antara orang-orang itu, mata Hikazu dan Azari menjelajahi celah-celah disana. Benar saja, satu persatu dari rekan mereka luar dari antara desakan itu, Ayaka, Nichioro, lalu Goro, mereka langsung menghampiri keduanya.

"Oke, jadi bagaimana sekarang?" Tanya Goro sambil menyibakkan kemejanya yang sedikit terlipat.

"Kita akan mulai berpencar, lalu lakukan tugas sesuai pembagian sebelumnya. Sekarang hanya itu." Ucap Hikazu yang langsung di balas oleh anggukan yakin dari yang lainnya.

"Baik."

Ketiga anggota lain pergi berpencar memerankan tugas masing-masing, hanya tersisa Ayaka bersama Hikazu di depan suguhan makanan di meja. Selepas semua anggota lain pergi, Ayaka mendekat ke Hikazu.

"Dimana rekan mu?"

"Kataia? Entahlah." Jawab Hikazu santai sambil menyantap makanan di atas meja dengan senyum tipis.

"Astaga orang itu. Bagaimana bisa dia bisa melalaikan tugasnya? Tidak mungkin kamu melakukan semuanya sendirian selagi dia bersantai. Ckckck.."

Tapi sungutan itu tidak Hikazu gubris, dia hanya fokus menyantap makanan manis enak yang membuat bibirnya kelu dan candu untuk terus menyantap. Penasaran dengan apa yang membuat Hikazu begitu kecanduan menghadap meja, Azari mendekat dan mencondongkan badan.

"Apa itu?"

"Pastel de nata, makanan Portugis."

"Mau." Ucap Ayaka membuka mulutnya, disambut oleh sendok berisi potongan kue dari Hikazu.

Mereka menganguk-angguk, memberi isyarat mata dengan senyum tipis yang tertahan di mulut, rasanya ingin sekali menertawakan kelakuan mereka yang konyol di tengah-tengah orang sibuk. MC pun naik ke atas panggung membuka acara dengan senyum lebar menarik semua perhatian orang-orang saat dia menyapa.

"Halo, selamat malam hadirin sekalian! Selamat datang di pesta dansa Vilang." Sambut MC, dilanjutkan oleh kata-kata lain dan laporan lain yang membosankan.

Habis sambut-sambutan itu, berdirilah siluet wanita di atas remang-remang lampu panggung, memegang erat sebuah biola yang digesek perlahan membentuk melodi. Semakin lama gesekan dari biola melantunkan melodi lagu yang semakin indah dan lembut memasuki membran timpani, lalu jatuh ke hati, semuanya terpana mendengarnya.

"Siapa itu? Indah sekali."

"Perawakannya seperti presidir."

"Aku mau melihat wajahnya."

"Hidupkan lampunya! Kami mau lihat orang itu."

Sesuai harapan orang-orang, lampu panggung dihidupkan, menampakan presidir Vilang mereka yang seperti bergentayangan dimana-mana. Semua orang terpana, entah itu kerena permainan biola nya, atau juga karena fisiknya yang indah walaupun mungil. Akhirnya gesekan lembut pada senar biola berhenti, tepuk tangan menggema dengan tepuk tangan yang bangga dan berbinar kagum.

"Hebat!"

"Kami mau dengar lagi!"

"Nona! Saya jatuh cinta dengan anda!"

Begitu banyak pujian dan sorakan kagum dari orang-orang. Kataia yang berada di atas panggung tersenyum lebar dan membungkuk hormat sebelum mundur sedikit dari panggung. Matanya menjelajah dari panggung ke kerumunan orang, lalu menemukan keberadaan Hikazu dan Ayaka yang memperhatikannya di bawah. Tanpa pikir panjang, Kataia melompat turun dari panggung dan menghampiri keduanya, membuat orang-orang tercengang.

"Hei." Sapa Kataia dengan senyum lebar di bibir.

"Kamu selalu saja melakukan semuanya sesuka mu. Tidakkah kamu peduli dengan misi kita dan rekan mu? Aku miris sekali melihat Hikazu yang bekerja sendiri dari kemarin."

Tanpa menggubris cibiran Ayaka, Kataia hanya mengangkat bahu nya sekilas, lalu berpindah ke meja hidangan untuk mengambil muffin. Sambil mengambil sedikit potongan, Kataia memandang Hikazu yang nampak biasa-biasa saja, berbeda jauh dari Ayaka yang ricuh dan protes atas kinerja buruk Kataia.

"Memangnya kenapa? Toh, Hikazu saja tidak sewot."

"Kamu juga! Punya rekan tidak di tegur, malah dibela!" Celetuk Ayaka menepuk kesal Hikazu hingga membuatnya sedikit terkejut. "Lihat itu!"

"Sudahlah, Ayaka, aku mengerti, aku mengerti. Kamu pergilah kejar Nichioro, aku akan mengurus Kataia sekarang."

"Awas kamu Hikazu!"

Tak ingin membuat keributan semakin meledak-ledak, Hikazu mendorong lembut Ayaka menjauh dari Kataia. Walaupun hanya hal sederhana, tapi itu cukup perefek untuk menengahi adu mulut diantara kedua wanita itu. Ayaka pun menurut dan pergi menyusul Nichioro yang entah di mana, matanya terus menatap tajam Kataia dan Hikazu di belakangnya, terlihat kesal dan marah, lalu tenggelam dan hilang diantara kerumunan orang.

"Jujur saja, aku hampir tidak bisa mengatasi mu, Kataia." Cibir Hikazu, kedua alisnya naik sambil menggeleng pelan.

"Lalu kamu mau apa?" Balas nada Kataia menantang tanpa rasa terintimidasi.

"Sudahlah."

Nampaknya Hikazu benar-benar sudah pasrah dan menyerah dengan rekannya yang satu ini, sudah susah diatur, tidak bisa diam, kelakuannya rada lain pula. Jauh berbeda dengan anggota lain yang pernah menjadi rekan misinya. Kadang rasanya ingin sekali Hikazu melempar Kataia ke lautan lepas di luar kapal itu, tapi mengingat kekerasan kepada wanita itu tidak boleh, Hikazu mengurungkan nya.

"Kalau begitu.." Gumam Kataia dengan nada memelas yang manja sambil bertingkah imut. Dia mengaitkan kedua tangannya di belakang sambil sedikit bergoyang. "Kalau kamu tidak keberatan aku mau jalan-jalan sebentar. Jadi bekerja keraslah sedikit lama tanpa ku."

"Pergilah. Lakukan saja sesuka mu, tapi setelah itu giliran mu lagi untuk bekerja keras di depan ku." Nada Hikazu menjadi lebih berat dalam keseriusan, namun hanya dibalas oleh senyum manis main-main.

"Tenang saja untuk itu..."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!