Hari, jam dan menit berjalan berlalu begitu cepat di sebuah pagi. Senyum yang cerah datang dari Kataia yang nampak lebih berantusias hari ini dari biasa, masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi penumpang sambil menepuk bahu Zean di kursi kemudi, tersenyum senang disepanjang perjalanan mereka.
"Zean! Antar aku ke kantor."
"Baik."
.
.
.
"Azari, bagaimana penyelidikan Hikazu? Dia belum memberi kabar selama seminggu ini.." Nada Nichioro, teman pria satu tim Kataia terdengar memelas saat berbicara pada Azari yang ada di balik komputer nya.
Azari masih sibuk dengan komputer nya, dia meminum seteguk kopi yang ada di atas meja sebelum memiringkan kepalanya. Mata panda Azari menatap Nichioro yang ada di belakang komputer.
"Hah? Hikazu?" Wanita dengan mata panda itu menatap malas Nichioro.
"Yahh... Hikazu mungkin sekarang sedang mengintai informasi dari detektif setempat." Seorang pria berkemeja hitam rapi meletakkan secangkir kopi di depan Nichioro dan duduk diantara mereka berdua.
"Goro! Apa kamu berniat menghitamkan mata satu tim dengan kopi mu?! Aku tidak minum kopi, lihat mata Azari." Nada suara Nichioro terdengar kesal. Dia menunjuk ke arah Azari yang sudah meningalkan setengah jiwa nya di kasur beberapa hari lalu, mata panda nya sangat terlihat gelap.
"Aku tidak bermaksud, ini hanya bentuk penyemangat untuk kalian kerja rodi.." Dia terkekeh, wajah jahil Goro mulai memancing emosi.
"Sialan!" Nichioro terpancing dan balas menatap Goro dengan kesal.
...Azari...
...Wanita perkerja keras...
...Pembuat keributan...
...Nichioro – Goro...
...Hikazu – Ayaka...
...A ghost but not a ghost...
...Pembuat onar...
...Comingsoon...
.
.
.
"Cukup!"
...BRAK...
Azari melempar berkas yang tebal cukup keras ke atas meja dengan kesal, membuat pertengkaran kecil Nichioro dan Goro seketika berakhir. Dia bangkit berdiri dengan sempoyongan dari kursi kerjanya, berjalan menuju dispenser air dingin, mengisi cangkir bentuk bebeknya lalu minum.
"Ugh.. kalian terlalu berisik tau." Azari terlihat sempoyongan seperti orang mabuk di depan dispenser.
"Kalo Azari sampai pingsan, kamu yang salah ya Goro.." Nichioro tersenyum geram sambil menumpu dagunya dengan tangannya di atas meja.
"Ya, ya.." Seperti biasa Goro hanya menganggap itu sebagai candaan sambil cengesan.
Beberapa saat setelah candaan itu, suasana menjadi hening saat mereka kembali bekerja. Membalik halaman demi halaman dari tumpukan berkas tebal di atas meja. Sangat banyak berkas yang tebal.
"Oh, benar. Kenapa kita ajak saja karyawan baru tim kita untuk bergabung? Hitung-hitung bisa membantu kita menyelesaikan berkas sampah ini." Goro refleks melempar berkas tebal keatas meja hingga terguncang, otak nya mulai kumat bekerja di server lain.
Seketika tatapan datar dari Azari dan Nichioro menjelma menjadi senyuman geram ala devil kw. Bagaimana tidak, itu mengganggu sekali bagi kedua pekerja keras itu, meja nya sangat begetar.
"Jangan di lempar bodoh! Sudah tau berkas sampah ini berat malah kamu lempar!" Bentak Nichioro kesal, sontak tangannya memukul bahu kekar Goro.
"Ugh.."
Setelah puas melampiaskan kekesalannya, Nichioro terdiam dan bergumam, dia mencubit dagunya dan berpikir tentang usulan Goro yang mungkin bisa mereka coba.
"Benar juga kata Goro, Azari. Mungkin kita bisa mengajak- Siapa nama nya itu? Aku lupa." Nichioro mengerutkan keningnya mencoba mengingat.
"Kataia Otako?" Azari melepas kacamatanya dan mulai bergabung dengan basa-basi mereka.
Suasana menjadi senyap kembali, mereka mikirkan usulan itu dengan seksama, untuk layak di coba atau tidak. Dalam beberapa detik, Azari memasang kembali kacamatanya, lalu angkat bicara mengenai ide Goro.
"Mungkin tidak dulu. Kita saja tidak tau latar belakangan Kataia dan seberapa baik dia bisa menjaga rahasia kita. Sepertinya tidak mungkin dia bisa menjaga rahasia kita dengan baik, pasti ada seseorang yang bergerak dibalik kesuksesan perusahaannya yang masih terbilang muda. Tentu saja orang itu bukanlah orang biasa."
"Kamu ada benarnya juga... Juga! Kenapa Kataia itu selalu memakai sarung tangan? Sangat aneh! Apa telapak tangannya tidak gerah begitu?" Raut wajah sinis Nichioro muncul, bagaikan ibu-ibu komplek yang bergosip. Rasa penasaran yang seakan membakar jiwa nya.
"Mungkin kuku nya busuk atau mungkin hanya besi dingin. Yah.. Sayang sekali, padahal aku ingin mengajak Kataia untuk bergabung." Lanturan Goro mulai kumat, bicara tanpa rem dan kaca spion.
Tatapan sinis dari Azari dan Nichioro berhasil menampar batin Giro yang suka melantur. Itu sudah menjadi kebiasaan dari ketiga orang ini jika bersama. Seperti biasa Goro langsung bungkam bersamaan dengan senyuman canggung nya.
"Baiklah.."
"Pokoknya jangan sampai Kataia tau. Kita harus merahasiakan ini, apapun yang terjadi. Jangan sampai Kataia-
"Jangan sampai aku apa?"
Mata mereka bertiga seketika terbelalak saat melihat Kataia yang tiba-tiba berada di belakang Goro. Kataia duduk di belakang Goro, menyanggah sebelah pipinya di atas meja dengan tangannya. Ketiga orang itu sangat panik, ketakutan dan benar-benar terkejut dengan keberadaan Kataia yang tiba-tiba ada bersama mereka.
"Kataia.. K-kamu kenapa ada di sini? Ini hari libur." Azari angkat bicara di tengah kepanikan pihaknya.
"Lah? Kalian sendiri kenapa di sini? Bukannya hari ini libur?" Balas Kataia membuat pihak Azari semakin terpojok.
"Kataia, kami tidak sedang melakukan apa-apa. Hanya kerja lembur dan meminjam fasilitas kantor untuk bekerja."
Keringat dingin mengucur deras di kening mereka. Pihak Azari, Nichioro dan Goro sedang terpojok sekarang. Mereka semakin panik saat melihat ekspresi Kataia yang tidak berubah maupun memberikan respon.
Apakah dia mendengar lebih?
Apa Kataia memperhatikan kita lebih dari ini?
Tidak! Tidak boleh! Kataia tidak boleh tau!
"Ayolah... Apa yang tidak boleh aku tau? Kalian menyembunyikan sesuatu dari ku..." Dalam beberapa detik nada bicara Kataia berubah seperti merengek, dia memelas dengan wajah imut nya.
Raut yang sebelumnya penasaran, dingin dan penuh dengan intimidasi berubah menjadi raut wajah imut yang penasaran, sangat besar sekali perubahannya. Perasaan itu membuat ketiga orang itu merinding.
"Kataia. Kami tidak menyembunyikan apapun." Nichioro tersenyum canggung. Dia mencoba untuk mengalihkan perhatian Kataia yang penuh dengan keingintahuan itu.
Tapi Kataia tidak bergeming, tetap bersikukuh ingin mengetahui hal yang tidak boleh dia ketahui di antara mereka. Dia masih duduk di kursi di belakang Goro dengan kokoh.
"A- Mau ikut? Aku ingin membeli es krim di toko kelontong di samping perusahaan. Aku dengar ada varian es krim baru."
Sepertinya Nichioro mendapatkan bagian untuk membujuk Kataia untuk menjauh. Dia menarik Kataia dari bangku dan mendorongnya lembut, menuntunnya menuju pintu keluar.
Hampir saja..
Dari balik punggung Nichioro, Azari dan Goro menghela nafas lega, keringat dingin masih mengucur di kening mereka. Tapi tidak semudah yang mereka kira untuk membuat Kataia berhenti untuk penasaran.
"Tunggu! Berhenti Nichioro!" Kataia berbalik menatap langsung mata Nichioro dengan tegas, membuat pria itu berhenti mendorongnya.
Kataia sedikit bergeser dari Nichioro, menatap mereka bertiga sekaligus dengan tatapan tajam yang tegas. Tangannya berada di pinggang, memenunjukkan kepercayaan dirinya yang mendominasi di ruang itu.
"Apa yang kalian sembunyikan dari ku? Apa yang tidak boleh aku ketahui? Katakan padaku." Kataia masih penasaran, bahkan semakin penasaran.
"Kataia... Mungkin kamu tadi salah dengar." Goro melembutkan suaranya, lebih lembut dari nada bicaranya pada Nichioro.
Tapi usaha itu tidak berhasil. Kataia tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan apa yang ingin dia ketahui. Senyuman sinis dan tatapan mengintimidasi nya membuat mereka bertiga menjadi kembali cemas. Seakan dia tidak akan menyerah dengan begitu saja.
"Kalian tau ini?" Kataia merogoh saku rok panjang nya dan mengeluarkan sebuah alat yang telalu kecil dari sana.
Melihat alat itu saja membuat mereka semakin panik. Sementara Kataia terlihat sangat puas saat melihat ekspresi panik mereka. Namun yang pasti, mereka sepertinya mengenali alat apa itu.
"Alat perekam!" Seru mereka bertiga tersentak.
"Benar." Senyum kepuasan yang mengintimidasi.
Dia seakan menunjukkan bahwa dirinya adalah malaikat, namun pada waktu yang sama bisa menjadi iblis. Hologram di alat perekam itu menyala, menunjukan sudah berapa lama dia merekam percakapan ketiga orang itu.
"Yah.. Teman-teman, aku sudah merekam semuanya di sini. Dari kalian membicarakan jari-jari ku yang katanya 'Busuk,' sampai percakapan dimana kalian menyembunyikan sesuatu dari ku, lalu.."
Kataia duduk di atas meja dekat Goro, membuat suasan menjadi tegang dengan senyum sinis nya yang semakin lebar.
"Lihatlah berkas keuangan dan investigasi yang tidak ada kaitannya dengan perusahaan ini... Kasus korupsi perusahaan Kyiapta? O! Kalo tidak salah kasus itu sudah di tutup paksa, apa yang kalian lakukan?"
Sedikit Kataia melirik ke salah satu lembar kertas di samping tempat meja dia duduk. Matanya termasuk jeli, poin yang membuat pihak Azari semakin terpojok lagi. Tatapan sinis yang licik, penuh dengan kepuasan yang kejam.
"Apakah kalian agen rahasia pemerintah yang dikabarkan ilegal itu?" Wajahnya semakin menyeringai senang.
Dengan cepat Goro mengambil kertas itu, dia terlihat sangat panik. Dia langsung mengacak-acak nya, merobek-robeknya dan membuang kertas itu ke dalam bak sampah yang ada di bawah meja.
Ketakutan dan kepanikan mereka seakan menjadi hiburan bagi Kataia, dia terlihat semakin senang. Penuh intimidasi, kesenangan dan kepuasan yang tidak bisa di mengerti. Seolah seperti seekor kucing kecil yang puas saat berhasil mengintimidasi sekelompok tikus yang bodoh dan tak berdaya.
"Kataia, aku- aku tidak bermaksud berbicara buruk tentang mu. Itu hanya bualan untuk bercanda, percayalah.." Goro terlihat semakin cemas.
"Aku tau... Tidak masalah."
Ketika Kataia mengatakan itu, Goro merasa sedikit lega. Tapi bukan itu masalah utamanya sekarang. Ketegangan diantara mereka dan Kataia masih berlanjut. Pihak Azari masih dalam posisi yang terpojok, mereka bungkam dan tidak bisa berkata-kata.
"Tapi apa kau tau? Di balik sarung tangan hitam ini memang jari-jari yang busuk. Jari-jari kematian, kehancuran, kegelapan..."
Bisikan Kataia di telinga Goro membuatnya merinding, aura yang lebih kuat. Jauh di lubuk jiwanya ada aura iblis yang menunggu sebuah kepuasan dari ketidakberdayaan ketiga rekan kantor nya itu.
"Aku akan mengirimkan rekaman itu ke manager dan departemen keamanan jika kalian tidak berbagi rahasia itu dengan ku." Imbuh Kataia, masih dengan tatapan mata yang sama.
Sesaat suasana hening, penuh dengan rasa mencengkam, aura yang siap membunuh jiwa siapapun. Hingga Azari sejenak melepas kacamatanya lagi dan mengela nafas berat saat menatap Kataia dengan mata panda nya. Tatapan tegas Azari yang lembut lekat menatap sorot mata Kataia yang mengintimidasi.
"Baiklah, kami kalah. Berhenti menakuti kami, Kataia. Aku hanya berharap kamu bisa menjaga rahasia ini. Kalau tidak, tamatlah kami."
Azari kembali menghela nafas berat di antara kalimat nya, membuat jeda beberapa detik sebelum melanjutkan. Sementara Kataia masih penasaran dan mendengarkan dengan seksama disetiap katanya.
"Kami bukan hanya teman kantor mu, bukan hanya karyawan, tapi kami-" Azari tiba-tiba berhenti, dia menelan ludah, seakan masih ragu dan takut untuk mengatakan nya, tangan Azari yang memegang kacamata gemetar.
Melihat Azari yang gelisah membuat Nichioro tergerak. Dia akhirnya ikut bergabung dan membantu situasi rumit Azari diantara Kataia.
"Yah.. Bukan hal spesial. Kami hanyalah penyelidik ilegal pemerintah, diperalat untuk memecahkan beberapa kasus yang tidak bisa di pecahkan oleh pihak hukum. Hanya itu." Sambung Nichioro.
Ketiga orang itu terdiam untuk sesaat. Tidak menyangka kalau mereka akan semudah itu takluk dan dikalahkan oleh Kataia. Sekarang yang sudah mereka sembunyikan berhasil di ketahui oleh orang luar, entah apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Kami mungkin akan ditangkap atas semua penyelidikan ilegal ini. Pasalnya kami bukan seperti penyelidik yang biasanya mengoreksi informasi dengan baik-baik, tapi dengan kekerasan. Apalagi– Seperti yang kamu katakan, kami adalah organisasi kecil yang bergerak secara ilegal." Tambah Azari lagi.
"Hmmm... Jadi begitu."
Tanpa pikir panjang lagi, Kataia membuang perekam suara itu ke dalam bak sampah yang ada di bawah meja. Dalam beberapa detik, matanya langsung berubah menjadi berbinar penuh antusias setelah situasi tegang beberapa waktu yang lalu. Sungguh perubahan emosi yang sulit untuk dikendalikan oleh orang biasa.
"Aku ingin bergabung!"
Azari, Nichioro dan Goro tercengang dengan sikap Kataia. Tidak ada rasa takut dan kengerian dari mata Kataia, hanya rasa antusias yang tinggi. Bahkan tatapannya tidak menunjukkan penghakiman sedikit pun seperti orang-orang yang tidak sengaja mengetahui rahasia mereka sebelumnya. Selama ini...
Ini yang paling jauh...
"Bila kamu tertarik." Azari mengangguk.
"Lagi pula kamu juga sudah tau." Sambung Nichioro yang tiba-tiba menghampiri dan menodongkan pisau tajam ke depan leher Kataia.
.
.
.
Seorang pendeta terlihat sedang menatap matahari yang hampir tenggelam dari sebuah gereja kecil di desa. Dia menikmati setiap warna dan garis-garis langit senja yang indah. Pemandangan jingganya langit dan kicauan burung yang merdu.
Ketika matahari sudah tidak lagi terlihat, pendeta itu masuk ke dalam, mengambil sebuah buku yang terselip diantara Alkitab yang tersusun rapi di lemari. Dia duduk di salah satu bangku, membawa sebuah buku tua dan mengamatinya.
Jemari nya dengan lembut membalik satu persatu halaman kertas buku yang terlihat tua, di halaman-halaman itu tertempel foto-foto sejumblah orang di setiap lembarnya.
Pada saat dia berada di lembar terakhir foto di buku, pendeta itu berhenti. Dia mengelus foto terakhir, seorang gadis kecil dan anak laki-laki yang tertempel terlihat buram di lembar buku itu.
"Kenapa kalian lebih sanggup bertahan dari yang lain..?"
.
.
.
.
Seorang pria dengan rambut hitam dan wajah ramah terlihat bersenda gurau di depan sebuah cafe persimpangan bersama seorang wanita tinggi yang cantik dan berwibawa. Sesekali mereka menatap sekitar, memperhatikan setiap orang yang berlalu-lalang di persimpangan jalan cafe.
Tak lama mereka di sana, sekumpulan orang berjas yang baru saja keluar cafe mereka hentikan. Keduanya tiba-tiba mengeluarkan setumpuk berkas dari jubahnya, menghadang jalan orang-orang berjas itu untuk lewat tepat di depan pintu.
"Permisi tuan, apa anda bisa bantu kami?" Pria itu maju, menghalangi jalan salah seorang pria berjas yang terlihat ramah sambil memeluk berkas tebalnya.
Para pria berjas itu berhenti, memperhatikan sang pria dan rekan wanita nya dari atas sampai bawah. Pria dengan coat hitam mahal, terlihat polos dengan berkas tebal yang di peluknya di depan dada. Sementara sang wanita yang berdiri tegap dengan setelan baju semi musim berwarna coklat sambil memegangi koper abu-abu berat di tangannya.
"Tentu, apa yang ingin kalian tau?"
"Apa anda tau kasino baru dunia bawah baru-baru ini? Kami dengar mereka akan melelang barang bagus dalam waktu dekat."
Pria berjas yang mereka tanyai sedikit tersentak, sekali lagi pria berjas yang berbicara pada pria coat hitam memperhatikannya dari atas sampai bawah. Dia menyipitkan matanya sedikit kali ini.
"Kalian masih terlihat muda. Dari mana kalian mengetahui hal itu?"
"Kami kolektor baru dunia bawah. Masih pemula dan tidak tau banyak. Tapi saya dengar ada Kasino dunia bawah yang baru-baru ini mengusai beberapa geng mafia akan mengadakan lelang." Pria Coat hitam mengambil ID card nya dari saku dan menunjukkannya pada pria berjas itu.
Pria berjas dan rekan-rekannya kembali terkesima dan terkesiap. Seorang pemuda seperti mereka berdua sudah berada dalam koneksi dunia bawah yang tidak semua orang bisa menyentuhnya. Dan bagaimana bisa mereka tau kalau para pria berjas itu berada dalam ruang lingkup dunia bawah?
"Ah! Kasino Vilang? Benar, mereka akan mengadakan pelelangan bagus dalam waktu dekat. Tapi kami juga tidak tau, hanya tamu VVIP yang mendapat undangan yang bisa ikut pelelangan." Jawab pria itu dengan sedikit berbisik, suara beratnya terdengar berat namun lembut dan ramah saat memasuki gedang telinga.
Mereka terlihat ramah dan terbuka sejak awal pria coat hitam dan rekan wanitanya itu menghentikan mereka. Tapi saat mereka mendengar sedikit ciri-ciri kasino Vilang yang cukup terkenal, keringat dingin dan darah mereka seakan mendidih. Wajah dari beberapa pria berjas yang di belakanh terlihat gugup, seperti ingin menghindar dan keluar dari topik ini. Tapi, pria berjas yang mereka tanyai tetap menjawab nya.
"Ya, benar. Hanya ada sekitar 78 anggota VVIP yang di undang. Kami saja hanya mendengar kabarnya, tidak mendapatkan undangannya." Kalau kami mendapatkan undangannya pun kami tidak akan mau... Tambah pria berjas itu lagi berlanjut dalam hatinya.
Sang pria dan rekan wanita nya menghela nafas berat, sejenak mereka saling menatap satu sama lain. Lalu memberikan jalan kepada beberapa orang berjas itu kembali untuk lewat. Keduanya saling tatap lagi, terlihat kecewa dengan jawaban mereka.
"Sekarang apa yang akan kita lakukan Hikazu?" Wanita itu memberikan selembar kertas dari berkas tebalnya ke rekan prianya yang langsung menyambut kertas itu.
"Sepertinya mereka tau lebih. Tapi hanya tidak ingin memberitahu kita."
"Baiklah, apa kita harus melakukan rencana B?" Rekan wanita Hikazu mengencangkan lengan panjang baju kaku nya setelah sedikit berpikir panjang sebentar.
Kaki nya yang jenjang berdiri tegak dengan tegas menghadap Hikazu sebelum menyimpan kembali berkas tebalnya ke dalam komper dan mengambil dua buah pistol. Hikazu terdiam sebentar dan menutup matanya sedikit lebih lama sebelum membuka matanya kembali, lalu dia menatap ke jalanan yang ramai, seakan menunggu sesuatu.
"Tahan Ayaka. Rencana awal ku belum berakhir."
"Ng?"
Hikazu mengambil koper berat Ayaka dan memasukkan kembali pistol yang ada di tangannya sebelum orang-orang menyadari benda itu. Lalu Hikazu dengan cepat menarik Ayaka masuk ke mobil.
Sementara dari kejauhan, mobil mewah berwarna hitam melaju dengan cepat. Seorang wanita rambut coklat bergelombang dengan topeng mengelap pistol di tangannya. Dia duduk bersilang kaki di kursi penumpang.
"Nona, apa leher anda baik-baik saja?" Pria berjas yang mengemudi di depan melirik wanita itu dari kaca spion dasbor mereka.
Sontak dia menyentuh sedikit lehernya yang di plester dengan jemari tangan nya yang indah. Anting-anting berlian yang menjuntai di telinganya bergerak mengikuti setiap gerakan kecilnya. Wanita itu cengegesan lalu memasukkan pistolnya tadi ke sela pintu mobil.
"Uh? Oh, ini. Tadi leher ku di gigit nyamuk, hanya tidak ingin orang salah sangka. Aku hanya tidak ingin orang-orang mengira aku telah di cupangi om-om tampan."
Pria berjas di depannya mendengus, tawa nya hampir pecah saat mendengar ucapan wanita itu. Wanita dengan topeng itu juga terkekeh menikmati candaan kecil diantara mereka.
"Wahh... Aku tidak dapat membayangkan reaksi para pemegang saham Vilang jika melihat gigitan nyamuk di leher ku saat pelelangan besok."
"Benar nona, sama seperti saat anda pertama kali jadi pemegang saham utama Vilang. Mereka mengira gigitan lebah di leher anda itu cupangan. Itu membuat semua VVIP Vilang heboh."
Semakin lama mengingat kejadian di masa lalu membuat keduanya tertawa terbahak-bahak. Pria berjas dan wanita bertompeng itu menikmati perjalanan mobil mereka yang melaju di jalanan yang ramai.
Lalu di sisi lain mobil hitam yang tak kalah mewah melaju dengan sangat cepat dari lawan arah di depan mereka. Mobil itu berjalan dengan liar, mengambil jalan pengendara yang berlawanan arah.
"Hati-hati." Wanita bertopeng dengan anting berlian itu menepuk pundak pria berjas yang berusaha mengemudi untuk menghindari dari mobil itu.
"Nona! Mobil kita kehilangan kendali! Gawat!"
Pria berjas terlihat panik, layar pengendali di mobil mereka memunculkan tampilan warna-warni yang tidak jelas bersamaan dengan tulisan yang aneh. Kemudi mobil bergerak dengan sendirinya, pria berjas telah kehilangan kendali atas mobil mereka, tapi dia tetap berusaha melawan setir yang bergerak sendiri itu.
"Sepertinya ada yang sedang iseng." Wanita bertopeng memasang kewaspadaan namun masih terlihat tenang. Dia segera mengambil pistolnya yang ada di sela pintu mobil dan mengisi pelurunya.
Mobil hitam yang melaju berlawanan arah dengan pria berjas dan wanita bertopeng semakin liar. Seiring dekatnya mobil mereka dengan mobil hitam yang ada di depan, kendali setir mobil pria berjas dan wanita bertopeng juga semakin menggila.
Seorang pria, entah dari mana, entah kapan, entah apa tujuannya, menyeringai senang dari jauhan.
...BRAK!!...
..."Kena kamu Devang."...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments