Kedatangan kami di sambut hangat oleh Eldred. Tak terlihat batang hidung Garreth, tak berani aku menanyakan keberadaannya agar tidak menyulut mood suamiku yang sudah mau menemaniku.
"Selamat datang Nona dan Tuan," sambut Eldred sopan.
"Makasih Eldred atas pengertiannya. Tapi biarkan aku istirahat sejenak." Balas Topaz. Pelayan lain mengantarkannya ke kamar yang telah di persiapkan.
Aku memeluk Eldred, rindu akan kehangatan seorang ayah. "aku merindukanmu paman," ucapku sedikit bersedih.
"Nona jangan manja, malu dilihat suamimu," balasnya pengertian. Aku tersenyum mendengarnya.
"Nona," bisiknya, "kepolisian Rosewood berkunjung dan ingin menemui Nona, terkait kecelakaan yang menimpa orang tua Nona." Berita ini sungguh mengejutkanku, setelah hampir sebulan lamanya. Kenapa kini di ungkit kembali?.
"Maksud paman?," aku tak mengerti akan ucapannya.
Eldred menarikku masuk ke ruangan baca, sebelum menutup pintu memastikan bahwa tak ada seorangpun yang melihat mereka. Aku heran melihat gerak-gerik Eldred yang tak biasanya.
"Ada kah hal yang harus dirahasiakan?." Eldred mengangguk tegas.
"Ya. Paman tak tahu harus mulai dari mana. Ini hanya dugaan saja bahwa sesuatu yang menimpa mendiang orang tua Nona bukan hanya sekedar kecelakaan," ungkap pemikirannya.
"Paman. Jangan menuduh kalau tak ada buktinya."
"Paman tidak menuduh, hanya pemikiran paman. Sebaiknya Nona menghubungi mereka," usul Eldred.
"Akan kulakukan, kenapa mereka tak bicara Padamu. Paman kan waliku," merasa heran dengan tindakan polisi tersebut.
"Entahlah, paman tidak mengerti. Mereka datang dan menanyakanmu. Ketika ku bilang kau di Aquamarine, mereka pergi begitu saja." ungkapnya yang menambah rasa penasaran ku.
"Kalau begitu akan ku luangkan waktuku. namun sebelumnya aku harus meminta ijin suamiku."
"Nona harus hati-hati," perkataannya terhenti saat terdengar derap langkah dan teriakan yang memanggil namaku. "Ruby, kau di mana?," teriakan nyaring terdengar sampai tempatku berada.
Eldred mengangguk, "pergilah, kita bicarakan lagi nanti," ujarnya dengan mendorong tubuhku ke luar ruangan.
"Apa yang kau lakukan di sana?," Topaz bertanya curiga, "apa yang kau sembunyikan dariku?." Dia mendekatiku menatap tajam ke belakang pintu yang tertutup.
"Ah! Ini ruang baca mendiang ayahku, aku kangen. Apa yang kau butuhkan? Bagaimana kalau kita berkeliling kebun, senja di perkebunan sangat indah." Aku menggandeng tangannya menjauhi ruang baca.
Setelahnya pikiranku menjadi kacau, banyak melamun dan membayangkan hal yang tidak-tidak. "Sayang.. Hei.. Ruby," panggil Topaz berulang kali. Dia segera mencubit hidungku, menyadarkanku dari lamunan.
"hah, apa hubby? Kau mengatakan sesuatu?" ku elus hidungku.
"Apa yang kau pikirkan?. Sejak tiba di sini kau bengong terus. Adakah hal yang mengganggumu? Ceritakanlah."
Eldred bilang ini rahasia, haruskah ku ceritakan padanya.
Kebimbangan menjalari pikiranku. Hatiku terbagi menjadi 2 kubu, antara mengatakannya atau menutupinya. Sedangkan Topaz menunggu, mengamati ku dengan matanya yang terasa menusuk hingga ke hatiku.
"Hubby, aku hanya rindu pada orang tuaku. Ini tempatku tumbuh besar, mereka selalu menemaniku. rumah ini adalah kenangan, begitu pun perkebunan. tak pernah ku bayangkan mereka pergi secara bersamaan meninggalkanku sendiri," ungkapku bersedih.
"Oh, kemarilah sayang. Kau memiliki diriku." pelukannya membuatku menyerah. Tangisan tak dapat kubendung lagi.
"Sayang, percayalah, aku akan menjagamu dan perkebunan ini, asalkan kau mendengarkanku. Mengerti!" dia menghapus air mata di pipiku.
"Coba kulihat,"dia mendecakkan lidahnya "ck.. ck kau jelek."
"Hubby.." ucapku manja. Kecupan di kening, turun ke pipi dan berakhir di bibir adalah penghiburan terbaik yang pernah ku dapatkan.
Udara terasa sejuk ketika hari berganti malam. Makan malam yang di siapkan Eldred dibantu pelayan lain sungguh enak, mengobati kerinduanku.
Dan satu yang membuatku sedih kemunculan Garreth masih belum terlihat. Kecemasanku kian besar, teringat ketegangan antara Topaz dan Garreth terakhir bertemu.
Pasti terjadi sesuatu. Aku terlalu takut bertanya pada Topaz, tak ingin mengubah suasana hatinya jadi buruk.
"Paman, Garth ke mana?." Kuhampiri dirinya sedang sibuk merapihkan peralatan bekas makan malam.
Eldred menghentikan pekerjaannya, "bukankah masih di Aquamarine."
"Ada urusan apa? Bukannya dia di Aquamarine hanya untuk menjemputku?."
Eldred hanya mengangkat kedua bahunya. "Paman tidak tahu, anak itu tak mengatakannya."
"Oh" seruku sedih. Eldred menangkap kekecewaanku, "tak usah khawatir. Besok dia akan datang bersama pengacara. Nona bisa memarahinya besok," ucapnya. Kutanggapi dengan senyuman.
"Ah! ini." Eldred memberikan nomor ponsel, "hubungilah nomor itu, milik kepolisian Rosewood. Nona harus meneleponnya."
Kuterima kertas bertuliskan rentetan nomor darinya, "Makasih paman."
"Istirahatlah." Kupeluk Eldred sebagai ucapan selamat malam dan meninggalkannya kembali ke kamarku.
Aku telah berdiri di depan pintu kamarku menarik napas dalam. Gugup menjalari diriku karena di balik pintu ini ada sosok Topaz yang menungguku.
Perkataan honeymoon kembali terngiang di pikiranku. Ruby, tenanglah. Kau bisa melakukannya. Ucapku menguatkan diriku.
Ku hembuskan napas perlahan sebelum kubuka pintu dan memasukinya. Topaz sedang menghadap laptopnya saat aku menaiki kasur dengan perlahan.
Dia melirikku, "sebentar sayang." Meletakkan jari telunjuk di mulutnya agar aku tak berisik.
Kuperhatikan dirinya yang sedang bekerja menggunakan kacamatanya, sangat tampan tak ada cacatnya. Andaikan dia selalu sebaik ini.
Aku bergidik mengingat sosoknya yang kejam menyiksa pria itu. Ku berusaha menghilangkan ingatan itu dari memoriku.
Kini Kembali fokus mengamatinya. Kuposisikan tubuhku menyamping menghadapnya. Setelah kutunggu beberapa saat, dia tak juga selesai bekerja. Wajah seriusnya terpaku pada layar laptopnya.
"Hubby," panggilku yang tak di hiraukannya.
Katanya honeymoon, kok kerja sih! Bentak suara hatiku. Menunggunya menyebabkan kantuk melanda mataku hingga aku menguap kemudian tertidur.
"Ruby sayang," Topaz menoleh melihatku yang telah tumbang kelamaan menunggunya. Ditariknya selimut untuk menutupi tubuhku.
"Kau benar-benar tanpa pertahanan. Jangan sembarang tidur di depan seorang pria." Topaz meletakkan laptopnya.
Meraih tubuhku ke pelukannya, gerakan halusnya ini membuatku terbangun. "Hubby" ucapku serak.
"Tidurlah lagi. Kau kecapaian dengan perjalanan." Mata bulatku menatapnya entah apa yang ada di otakku hingga ku berani mengecup bibirnya sampai membuatnya melongo.
"Jangan nakal sayang," ucapnya. Aku hanya meringkuk di tubuhnya berbantal dadanya yang bidang, memeluk posesif tubuh atletisnya yang berotot.
Topaz hanya tertawa menyaksikanku bergelung posesif memeluknya. "Dari mana kau belajar hal ini?," lirihnya dengan menggoda di telingaku.
"Darimu," balasku. Derak denyut nadiku tak karuan. "Oh yah, jangan pernah praktekan pada siapapun," suaranya penuh ancaman jahil.
"Kenapa?," tanyaku memperovokasinya. Kujadikan dadanya sebagai alas untuk daguku agar aku bisa mengamati ketampanannya, kini aku telah terjaga sepenuhnya.
Topaz hanya terenyum melihatku yang berusaha menggodanya, "Karena aku akan marah."
"Bukankah harusnya cemburu," ledekku.
"Cemburu tak ada dalam kamusku, sayang. Aku tak suka berbagi apa yang menjadi milikku," ungkapnya tegas.
Aku tersenyum mendengar kata milikku. "Sejak kapan aku menjadi milikmu, kau terlalu percaya diri, wahai Topaz Zephyr." Kini tangannya mulai membelai diriku. Mengirimkan ransangan yang disukai sel-sel tubuhku.
"Kau tak ingin menjadi milikku." Suaraku terkekat ketika tangannya menyibak gaun tidurku menyusupkan tangannya ke kulit telanjangku, membelai di tempat tertentu yang membangkitkan gairah tertidur dalam diriku.
"Hubby, kau curang," ucapanku kacau, mataku telah kabur oleh hasrat, dia meraih tubuhku mendekatinya. "Dimana curangnya, sayang? Aku mengambil apa yang kumiliki." Tangannya bagai menari di setiap jengkal diriku.
"Hubby, jangan." Kuhentikan gerakan tangannya yang kian membuaiku dalam gelora asmara. Dia terlihat kesal dan tidak terima kesenangannya terganggu.
"Ada hal yang ingin kusampaikan," ucapku gugup. Matanya mendelik tak suka interupsiku. "Apa!," keluhnya.
Aku tersenyum berharap bisa menghilangkan kekecewaannya, "boleh gak kalau aku menginap sehari lagi?," tanyaku manja.
Topaz menyelidik ekspresiku, memandangku curiga. "Aku tahu keinginanmu untuk pulang besok, tapi aku masih kangen rumah. Boleh ya, hubby." Pintaku manja.
"Kau nakal. Selalu tak patuh pada suamimu. Apa karena pria itu?," tuduhnya melepaskan pelukannya di tubuhku. Aku tak membiarkan hal ini terjadi, aku tetap menempel padanya.
"Bukan hubby. Dia adalah kakakku. aku tak punya perasaan terhadapnya." Kilatan hasrat di matanya menyebabkan napasku berhenti sejenak.
"Benarkah, lalu kau punya perasaan padaku?." Segera ku lepaskan pelukanku, berguling memunggunginya, menghindarinya, tak ingin dia membaca ekspresiku.
Aku takut dia akan mengetahui perasaanku. Terlalu mencintaimu, jerit hatiku.
Dia memelukku dari belakang, menempelkan wajahnya di bahuku, mencium tengkukku, menggodaku. "Lalu kapan kau akan pulang, biar Soka menjemputmu."
Seketika aku membalikkan badanku, bahagia dengan jawabannya, "makasih, hubby."
"Lantas hadiahku." Napasku tertahan memandang mimik usil di wajahnya, "eh!," seruku.
Topaz tertawa lepas memandang wajah panikku, "kau nona berpikiran kotor. Temani aku berkuda sebagai balasannya, oke!."
"Berkuda?," heran dengan permintaannya. "Ya, kau bisa berkuda?," aku menggeleng. "Hubby akan mengajarimu," imbuhnya.
"Tentu," kataku riang. Tiba-tiba tangannya di tempatkan kembali di tubuhku, lebih posesif menarikku dalam pelukannya hingga tak ada jarak terpisah. "Mau melanjutkan honeymoon kita." Rayunya genit sembari mengedipkan mata.
"Iih hubby genit." Dia meraih tanganku mengecupnya dengan mesra. "Lantas apa yang kau inginkan?," tanyanya.
Aku menatapnya. Dirimu yang seperti ini setiap harinya.
"Seperti ini," balasku. "Terlalu sederhana, sayang," kritiknya.
"Sederhana adalah yang terbaik," kilahku. Senyumnya tak ragu menghias wajahnya kini, "hubbymu bukan orang sederhana," bisiknya sembari mencium telingaku.
Geli terasa menjalari cuping telingaku, ciumannya turun ke leherku, mempercepat denyut nadiku. kecupannya tak henti, belum lagi tangannya sudah mulai bergerilya di tubuhku. "Hubby," ucapku tercekat karena permainannya.
"Uhm," gumamnya yang masih bermanja di pangkal leherku. "aw, Hubby sakit," rintihku.
Wajahnya tersembul dari leherku, "aku menandaimu, sebelum hilang kau harus kembali padaku, Nyonya Zephyr."
Kissmark. "Hubby, kau membuatku malu, bagaimana menutupinya."
"Tak usah di tutupi." Bangganya tersenyum menggoda.
"Besok aku bertemu pengacara, bagaimana kalau terlihat. Dasar pembuat onar," candaku memarahinya.
"Aku!" ucapnya mendelik. "Ungkapan itu lebih cocok untukmu, sayang."
"Kau tak mau mengalah pada isterimu."
"Tak mau."
Aku menyukai saat seperti ini. Mengobrol hal sepele, saling membuka hati, becanda mengomentari hal kecil dan perhatiannya tertuju padaku.
"Tidurlah," ucapnya, "esok kau harus bangun pagi." Kekecewaan melintasi pikiranku, dia menilai ekspresi di wajahku. "Kenapa raut mukamu begitu?."
"Begitu gimana." Dia menirukan wajah cemberutku yang memanyunkan bibirnya, tawaku tak bisa ku bendung lagi. "Aku tidak seperti itu," belaku diselingi tawa melihat tingkahnya.
"Apa yang kau inginkan katakanlah," nadanya lirih berupa rayuan.
"Tidur," jawanku gugup. "Benarkah!," godanya. Aku mengangguk, "yakin sayang," pertahananku hancur ketika dia mendekatkan bibirnya hanya berjarak seinci menguji kesabaranku. Deru napasku tak karuan saat mencium aroma mint dari mulutnya.
"Kutanya sekali lagi, Apa keinginanmu sayang? akan ku turuti apapun itu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments