Satu kata untuk menggambarkan pesta ulang tahun Cetrine adalah mewah. Rumah bergaya kastil tersebut di rubah menjadi tempat pesta bergaya modern.
Sang ratu pesta tampil memukau dengan gaun malam panjang dengan belahan tinggi hingga ke pahanya, tak lupa kalung berlian menggantung manja di lehernya yang jenjang serasi dengan anting yang di kenakan.
"Ruby, makasih ya sudah mau datang," sapanya dengan mencium kedua pipiku.
"wah! Kalian tampil serasi,"sambungnya, "jangan bermesraan di pestaku," ucapnya dengan senyuman manis.
Ku balas tersenyum padanya, "selamat ulang tahun. Semoga bahagia dan panjang umur," kataku tulus.
"Oh! Isterimu so sweet. Ayo, nikmatilah pestanya," ucapnya mempersilahkan kami masuk, pesta di adakan di bagian belakang rumah.
Sebagian yang datang ke pesta adalah teman kuliah Cetrine, yang notabene kenalan Topaz. Pesta private dengan tamu undangan khusus sengaja digelar Cetrine sebagai ajang reunian.
Topaz terlihat bernostalgia dikerumuni teman semasa kuliahnya, aku mencari tempat yang nyaman dan membiarkan dia melepas rindu dengan temannya.
"Ruby?!," sapa August peridot. Aku menoleh dan tersenyum kepadanya.
"Tuan peridot, senang anda mengenaliku," balasku sopan.
"Kau tak perlu memanggilku seperti itu, cukup panggil paman atau papa. Kalian bagian dari keluargaku," sahutnya.
"Sepertinya kurang sopan," aku berusaha menolaknya.
"Senyaman Nyonya Zephyr saja." Candanya sembari mengedipkan mata. "Kau sudah betah tinggal di Aquamarine?," imbuhnya.
"Selama Topaz di sampingku kurasa bisa menyesuaikan diri," jawabku.
August tersenyum mendengar ucapanku, "atau kau lebih suka Rosewood."
Aku bingung bagaimana dia tahu aku tinggal di sana, sedangkan belum pernah sekalipun membicarakannya dengan siapapun.
Melihat kebingunganku August menjelaskan, "Aquamarine kota gosip. Terutama bagi kalangan elite. Semua berita bertebaran di mana pun."
"Ah! Kurasa aku belum memahami sepenuhnya," balasku.
"Karena pria itu" tunjuknya ke Topaz, "mengurungmu dalam sangkar emasnya. Tak membiarkan siapapun menyentuh ataupun mendekatimu."
Aku tertawa kecil, "terlalu berlebihan sepertinya."
"Itu lebih baik Ruby, percayalah. Kau tidak akan menyukai kalau kau mendengar semua gosipnya." Usul August yang menyesap minumannya.
Aku tertarik dengan ucapannya, "hal apakah itu?."
August melirik ke arahku, berhenti untuk mengamati ekspresiku, "lebih baik kau tak perlu tahu. Lupakan omongan pria tua ini." kilahnya yang mengibaskan tangannya. "Nikmatilah pestanya," balasnya yang pergi meninggalkanku dan berjalan ketengah ruangan.
Semakin malam pesta semakin meriah, musik dengan dj yang di undang khusus mengubah taman belakang menjadi diskotik dadakan. Aku hanya duduk di pojokan menikmati mocktail ketika seorang pria mendatangi mejaku.
"Hai," sapanya dengan senyum cerah. Pria berperawakan sekitar 175cm itu berwajah oriental. Aku hanya tersenyum membalas sapaannya.
"Sendirian?" sambungnya kemudian setelah duduk berhadapan denganku.
Aku tak menyukai gelagatnya, sehingga mencoba menjaga jarak dengannya. Kulihat Topaz tengah asik mengobrol dengan seorang pria, dan tidak melihat ke arahku.
"Aku datang bersama suamiku." Jawabku jujur dengan menunjuk ke arah Topaz, yang malah di tertawakannya.
"Kalau ingin menolakku jangan berbohong nona," cemoohnya.
Kuperhatikan pria di badapanku ini sepertinya dia sudah sedikit mabuk melihat gelas tequilla yang di pegangnya. Aku berusaha menghindar namun tanganku telah di cengkramnya.
"Mau kemana? Menggoda yang lain, Atau pria itu?." Pria itu menunjuk Topaz yang entah sejak kapan dikerumuni wanita.
"Dia suamiku," jawabku tegas.
Sekali lagi tawa mengejek keluar dari mulutnya, "kau!," pandangan merendahkanku di perlihatkan matanya.
Sekali lagi tawa menngejeknya kian menjadi, "Istrinya! jangan mimpi," ejeknya.
Aku menghitung sampai tiga dalam hati untuk meredakan amarahku. Hindari masalah, Ruby. Peringatan otakku.
Melihatku yang terdiam pria itu menambahkan, "Nona, pria itu tak akan melihatmu, kalau kau secantik Cetrine. Kau hanya akan dijadikan kau taulah." ucapnya yang memperagakan tanda kutip dengan jarinya.
Aku mendelik sinis mendengar omongannya. "Maksudmu?," tanyaku geram. .
Ada rasa tak percaya diri ketika di bandingkan dengan Cetrine. Aku muak dengan perkataan pria ini yang sangat tidak masuk diakal. Kuputuskan untuk pergi namun pria oriental masih membuntutiku.
"Kau mau kemana nona." Hardiknya yang menarik lenganku, memutar badanku menghadapnya. Bau samar alkohol tercium darinya.
"Lepaskan tanganku." Gertakku menarik tanganku.
Aku melirik Topaz namun kerumunan itu menghalangi pandangan Topaz. Hubby, tolong aku. Aku mengirim sinyal telepati yang tak mungkin di dengarnya.
"Lepaskan sebelum aku berteriak," ancamku.
"Nona, ancamanmu tak membuatku takut!," balasnya yang semakin mendekatiku.
Ketakutan menjalariku, kutarik sekuat tenaga tanganku. Tak kusangka dia melepaskan tangannya secara tiba-tiba hingga ku terjatuh ke dalam kolam.
Tawanya yang nyaring menyebabkan para tamu undangan mengarah kepada kami. "lihatlah kau sudah merebut perhatiannya." dia menunjuk Topaz yang kini berjalan ke arahku.
Ekspresi keras di wajahnya menandakan kemarahannya entah untukku atau pria itu.
"Hei, kau senangkan akhirnya dia mendatangimu." ledek pria yang kini berjongkok di sampingku.
Pria itu terjungkal ke belakang setelah kaki panjang milik topaz menendangnya telak di dadanya. Rintik kesakitan terdengar darinya.
Tubuhnya sempoyongan ketika pria itu mencoba bangkit, "kau gila. Apa masalahmu," teriaknya.
Topaz tak menjawab malah melayangkan tinjunya ke wajah pria itu, aku berusaha keluar kolam yang dibantu oleh Cetrine.
"Jangan pernah menyentuh isteriku." Tandas Topaz yang membuatku tersenyum walau badanku menggigil kedinginan.
Teriakan inilah yang menyebabkan para tamu mengerubungi kami saling berbisik dan bergosip. Beberapa pria coba memegangi Topaz untuk menghentikan serangannya yang sudah membuat musuhnya tak berdaya.
"Ruby." Dengan dingin Cetrine membantuku berdiri dan menyingkir dari keributan itu.
Cetrine menarikku ke kamar mandi dan memberikanku handuk serta pakaian ganti. "Kau luar biasa Ruby. Pertama kau menamparku di depan umum di rumahku," keluhnya, "kini kau menghancurkan pesta ulang tahunku." sambungnya.
Aku tertunduk diam tak menjawab. segera mengganti pakaianku yang basah dan keluar menemuinya.
"Seharusnya kau tak diundang" ucapnya kesal.
"Maaf Cet," ucapku menyesal.
"Berhentilah menggoda pria. Kau sudah mempunyai Topaz," sindirnya.
"Aku tidak menggodanya," bantahku, "dia sendiri menghampiriku," jelasku.
Aku memandangnya, matanya menatapku jijik. "Aku bukan orang seperti itu," ku usahakan suaraku setegar batu karang, sedangkan kesedihan mulai merayapiku.
"Oh yah," sindirnya, "kalau begitu, cara licik apa yang kau pakai untuk menaklukkan topaz," sambungnya dengan nada merendahkan.
"Bukan urusanmu" hardik Topaz meneghampiriku, "kau baik saja?," tanyanya. Aku mengangguk pelan.
Cetrine memperhatikan Topaz dengan kesal karena lebih memilih mengurus isterinya ketimbang dirinya.
"Sepertinya kau harus blacklist sampah itu," balas Topaz.
"Wah! jadi kau menyalahkanku." ucap Cetrine yang di jawab Topaz dengan mangangguk tak peduli.
Cetrine tertawa histeris. "Aku mengundang kalian tapi aku tak menyangka kalian menghancurkan pestaku. Terutama kau." telunjuknya menuduh diriku.
"Berhenti menyalahkannya," bela Topaz, "kau tak lihat isteriku jatuh ke kolam. Dan lihatlah sekarang, kedinginan."
"Kalau dia tak menggoda pria itu, maka tidak akan ada kejadian seperti ini," keluh Cetrine.
"Dia tidak menggodanya," sangkal Topaz.
"Oh ya! Apa kau melihatnya?. Istrimu menggandeng tangan pria itu," provokasi Cetrine.
Apakah Cetrine membenciku?.
Aku heran dengan ucapannya yang semakin memojokanku. "Aku tak melakukan itu,"belaku.
"Masa, lalu kenapa kau tak di samping suamimu? Kau seperti wanita lajang, duduk sendirian, seperti ingin di goda pria kaya lainnya," cemoohannya sudah tak bisa dikontrol lagi.
Kenapa Cetrine berlaku seperti ini kepadaku, bukankah dia menganggapku temannya. Pikirku.
"Cukup Cet," teriak Topaz.
August mendatanggi kami yang besitegang. "Cukup cantik. Para tamu akan mendengar suara kalian yang berteriak," tenang August. "Bawalah isterimu pulang, kelihatannya dia tak sehat" usul August.
Cetrine memelototi papanya, mendengar keputusan papanya, "Pa, " Rengeknya.
"Cukup cantik. Kalau kau ingin melanjutkan pestanya maka keluarlah sebelum papa membubarkannya. Mana pilihanmu?," tegas August.
"Harusnya kau tak membawa serta istrimu lainkali," sengit Cetrine menghilang dengan kemarahannya.
"Maafkan dia. Aku terlalu memanjakannya. Dan juga maaf atas pecundang yang membuatmu begini," ucap Auguts tulus meminta maaf.
Tanpa sempat menjawab, Topas menarik lenganku, aku mengikuti langkahnya dengan tergesa sampai menaiki mobil mahalnya. Amarahnya belum mereda terlihat dari cara melajukan mobilnya dengan kecepatan maksimal.
Griya tawang yang sepi menyambut kedatangan kami berdua. Sepanjag perjalanan tadi Topaz bungkam, hanya tarikan kasar napasnya yang sengaja di lakukan agar aku mengetahui kemarahannya.
"Ruby!," panggilnya, "apa lagi yang kau lakukan kali ini? Menggoda pria di pesta."
Aku menganga mendengar ucapannya, "kau percaya aku melakukan hal ini."
"Aku tak tahu," balasnya.
"Jadi sekarang kau menuduhku seperti yang dilakukan Cet."
Ada jeda panjang sebelum akhirnya dia menjawab, "Bukan begitu."
"Lantas?," tanyaku cepat.
Topaz terdiam sejenak mencoba meredakan emosinya. Dia melemparkan jas yang telah dibukanya, dengan kasar kancing kemejanya pun dibuka.
Aku hanya berdiri mematung menyaksikan dirinya menghempaskan tubuh ke sofa dan memijat keningnya.
"Kemarilah," panggilnya. Dia menepukkan tangannya di sisinya agar aku duduk di sampingnya.
Aku menuruti kemauannya. "Bukan salahku," ucapku memberanikan diri.
Mata coklatnya menatapku tajam. Helaan napas panjang dihembuskan dengan berat. Tangannya meraih tubuhku ke dalam pelukannya.
"Aku tahu kau tidak suka pesta. Tak bisakah bersikap bijak. Aquamarine berbeda dengan Rosewood." jelasnya.
Air mataku menetes yang dengan segera ku hapus. "Ruby sayang, sedikit saja kau berbuat salah di Aquamarine, gosip akan menyebar. Dan hal ini merugikan bisnisku, mengerti."
Kau lebih memilih bisnis ketimbang isterimu. Ucap suara hatiku.
"Sayang, berharaplah agar emosi Cet mereda, dan kau tidak di jadikan bahan gosip sosialitanya," tandasnya.
Tidak ada kata yang bisa kuucapkan. Asalkan dia memelukku sudah cukup, tak peduli gosip apapun yang di sebarkan tentangku, asalkan pria ini mendekapku maka aku bisa melewatinya.
Benarkah?!. Bisik suara lain di hatiku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments