Di sebuah apartemen mewah, Cetrine dengan posesif memeluk tubuh Topaz. Semalam Cetrine berhasil membujuk Topaz bermalam di apartemennya. Dan tak hanya bermalam, mereka melewati malam panas begitu memasuki pintu apartemen Cetrine.
Cetrine bahagia karena bisa mendapatkan Topaz kembali. Dengan menopangkan berat tubuh pada lengannya yang tertidur menyamping, Cetrine menggoda topaz agar segera terbangun.
Topaz terheran melihat wanita yang berada di sampingnya, "Cet."
"Pagi honey," sapa cetrine, "kenapa wajahmu begitu. Kau tidak menyukai apa yang kita lakukan semalam hah," sahut Cetrine.
Topaz terlihat bingung hingga dia mencoba mengingat kembali yang bisa diingat otaknya, alkohol masih memperngaruhi ingatannya.
Topaz menyingkirkan tangan Cetrine dan menendang selimut yang menutupi tubuh polosnya, mencari pakaiannya, mengumpulkannya kemudian mengenakannya.
"Kenapa tergesa. Tinggallah sebentar, kita bisa menikmati secangkir kopi," Cetrine menawarkan.
"Kau gila," sahutnya.
"Jangan rusak pagiku honey, "ucap Cetrine kesal dan mengambil jubah tidurnya.
Topaz meraih ponsel miliknya dan menelepon soka. Mengatakan pada asistannya itu untuk membawakan pakaian barunya ke kantor.
"Aku bisa membelikanmu yang baru jika kau ingin." Ucap Cetrine yang kini duduk memandangi Topaz berpakaian.
"Tidak usah," tandasnya.
"Aneh, kenapa kau sekesal ini ketika bangun?. Padahal semalaman kau memujaku," cibir Cetrine.
"Cet,berhenti menganggu hidupku," Topaz mulai kesal atas sikap Cetrine.
"Oh, oke. Asalkan kau menceraikan wanita kampung itu, maka aku akan keluar dari hidupmu,bisakah kau lakukan hal itu untukku?," tanya Cetrine bersemangat.
"Tidak bisa," jawab Topaz cepat.
"Kenapa?," Cetrine penasaran dengan alasannya.
Topaz hanya terdiam dengan pertanyaan yang diajukan Cetrine.
"Kau mencintainya?," pertanyaan jebakan untuk melihat reaksi Topaz.
"Konyol," ujar Topaz marah.
Cetrine melihat gelagat lain, menduga bahwa Topaz telah jatuh hati pada wanita itu tapi dibuangnya jauh-jauh pikiran itu.
"So, kenapa dilanjutkan. Kau bukan suami yang baik dan juga dia sudah punya selingkuhan juga kan," Cemooh Cetrine.
"Berhenti bicara omong kosong, kecuali kau mempunyai buktinya?," tantang Topaz.
"Bukti!. Kalau aku bilang aku punya bagaimana? kau akan bercerai darinya?,"goda Cetrine.
Cetrine merohoh-rogoh tasnya dan mengeluarkan ponselnya. Menemukan gambar dari galerinya. Melemparkan ponsel itu pada Topaz, yang dengan sigap menangkapnya.
Topaz melihat gambar dimana aku baru saja keluar dari sebuah mobil dengan senyuman diwajahku.
"Lihatlah sendiri, dia keluar dari mobil seorang pria, tak jelas siapanya tapi lihatlah senyumnya. Kalau bukan orang yang di sayang tidak mungkin menunjukan senyuman seperti itu," tuduh Cetrine, "dia mengantarnya ke griya tawangmu, rumahmu, dan kebetulan saja aku sedang berada di sana untuk menemui klien," sambungnya.
Topaz tertawa lega,"kupikir kau mendapatkan foto isteriku sedang di ranjang atau berciuman dengan pria. Ini terlalu lemah Cet," ledek Topaz.
Topaz meneliti gambar yang diambil Cetrine tidak bisa melihat jelas apakah ada pria di mobil itu, hanya senyumannya tak pernah dia lihat sebelumnya.
Tak mungkin Ruby berselingkuh. Pikir Topaz.
Cetrine jengkel atas apa yang dikatakan Topaz yang terkesan memuji si wanita kampung itu.
"So, apa keputusanmu?,"Cetrine kembali bertanya.
"Bukan urusanmu," ucap Topaz kasar.
"Tentu saja urusanku, bagaimana kalau aku hamil setelah kita berbuat begitu semalam." rengek Cetrine yang mulai mendekati Topaz untuk memeluknya.
Topaz terdiam mematung, memikirkan konsekuensi yang akan di terimanya kalau Cetrine sampai hamil.
"Tak akan terjadi, aku menggunakan pengaman," tandasnya
Cetrine hanya tertawa, "benarkah?."
"Cet, aku tidak bodoh untuk jatuh terpuruk kedua kali. Urusan isteriku jangan pernah kau ikut campur dan camkan baik-baik! kita hanya sebatas teman bisnis dengan keuntungan. Tak lebih dan tak kurang." Hardik Topaz sembari melepaskan pelukannya.
Topaz segera keluar dari apartemen Cetrine tanpa menoleh sedikitpun. Sedangkan Cetrine mengamuk melemparkan semua barang yang bisa di raihnya.
...****************...
Badanku pegal ketika kudapati diriku masih di posisi yang sama seperti semalam. Ku lihat jam pada ponselku yang kini telah menunjukkan pukul 9 pagi. Kubangkit dan meregangkan ototku.
Pintu terbuka berharap suamiku pulang namun kehadiran Soka membuatku kecewa.
"Mana topaz?,"
"Tuan di kantor, aku hanya di suruh membawakan pakaian gantinya saja," jawab Soka.
"Biar kubantu." sahutku mulai beranjak dari tempatku.
Soka hanya menundukkan kepalanya dan berjalan di belakangku dengan ekspresi yang selalu sama.
"Apakah suamiku menginap dikantor semalam?." Tanyaku yang sibuk memasukan setelan jas, kutengok Soka yang terdiam.
Ada jeda panjang sebelum Soka menjawab, "Aku pulang jam 2 malam, selebihnya aku tidak mengetahui keberadaan tuan."
"Oh, lalu meeting apa yang dilakukan pada jam 1 semalam?."
Jeda kedua dari soka membuatku penasaran, "mengenai wine."
"Aku tahu Soka," kataku kesal karena Soka berusaha menutupi permasalahan yang terjadi, "lalu dimana meeting di lakukan?."
Jeda ketiga, aku memutar badan menghadapinya. Lelah dengan sikapnya yang berusaha menutupi keberadaan suamiku. "jujurlah, aku tidak akan mengatakan apa-apa pada suamiku. Aku akan melindungimu agar tetap berkerja padanya."
Terlihat kebimbangan di wajahnya pemilik mata hitam itu menggerakkan bola matanya dengan tidak wajar.
"Nyonya, aku hanyalah pekerja biasa jadi aku tidak bisa menjawab pertanyaan nyonya, maafkan."
"Aku mengerti. Kau terlalu loyal untuk suamiku. Aku tidak menyalahkanmu itu keputusanmu," ucapku, "sebagai gantinya, antarkan aku ke kantor suamiku. Aku sendiri yang akan menyerahkan ini sendiri," tandasku.
Soka mengalami keadaan yang terjepit, satu sisi ingin menolak tapi aku juga adalah atasannya sebagai Nyonya Zepyr, istri Topaz zepyr.
Aku mempersiapkan tambahan makanan jadi Soka menunggu lebih lama dari yang di tugaskan padanya. Aku yakin sekarang suamiku sedang menggerutu.
Soka menyetir agak mengebut karena atasannya sudah menunggu dan menelponnya sedari tadi. Topaz hari ini sedang ada di pabriknya, yang terletak di pinggiran kota.
Mobil memasuki kawasan pabrik wine, tercium bau anggur yang sedang diolah. Soka mengantarkan langsung menuju kantor yang letaknya terpisah.
Ini adalah pengalaman pertama aku mengunjungi pabrik wine, dan katanya pabrik milik Zepyrlah yang terbesar dan termodern.
Soka memgetuk pintu dan membukanya, Topaz sedang memeriksa tumpukan dokumen tanpa menoleh ke kedatangan kami.
"Kau mengambil bajuku atau menjahit dulu," hardik Topaz kasar.
"Salahkan aku," sahutku.
Mendengar suaraku, kepalanya kini tersentak beralih dari dokumen yang dibacanya lalu menatapku. Gerakan cepatnya itu membuatku ngeri, takut tulang lehernya patah.
"Tinggalkan kami," kata Topaz pada Soka.
Soka menaruh semua keperluan atasannya di meja dan meninggalkan kami. Setelah menutup pintu, barulah Topaz berbicara kepadaku.
"Buat apa kau disini, kau tidak di butuhkan disini," geramnya.
"Aku hanya mencari suamiku, yang tak pulang dan menghindariku selama seminggu ini," sahutku, "Harusnya aku yang bertanya, kenapa saja kau selama ini?."
Aku mengambil napas sebelum mlanjutkan, "aku bukanlah satpam yang menjaga keamanan griya tawangmu, aku isterimu."
"Pulanglah. Aku tidak ingin berdebat," ucapnya datar.
"Aku juga tidak ingin,"suaraku kini bergetar menahan tangis dan amarah secara bersamaan.
"Pulanglah,"usirnya.
Kuhitung sampai tiga dalam hati dan kembali menarik napas.
"Apakah kau akan pulang? atau kau akan pulang setelah mabuk?atau kau akan bermalam dikantor ini lagi? Maka aku akan pindah kesini," cecarku dengan pertanyaan.
"Jangan memancing kesabaranku," perintahnya.
"Hubby," ucapku lembut berusaha mangalah.
"Hentikan! pulanglah,"perintahnya untuk kedua kalinya.
"Aku tak akan pulang hingga semua pertanyaanku terjawab," aku bersikeras dengan pendirianku.
Amarahnya meledak, dia mengebrak mejanya dengan kedua tangan dan mendorong kursinya ketika dia berdiri. Sorot matanya memicing terlihat otot lehernya yang menegang.
"Ruby pulang," perintahnya yang ketiga dengan berteriak.
Aku ketakutan tapi aku ingin memahami kenapa suamiku berubah setelah malam pertama kami.
"Tidak akan," jawabku keras kepala.
Cara dia menarik dan menghembuskan napas sungguh kasar, apalagi ketika dia menarik dasinya dan melemparnya begitu saja. Kuperhatikan dirinya dan bekas itu kembali mengintip lewat kerah kemejanya.
Kissmark. Yang seharusnya sudah mulai pudar kini kembali bersarang di pangkal leher suamiku dan tampak seperti baru.
Aku berusaha mendekatinya mencoba melihat dengan jelas khawatir penglihatanku yang salah karena jarak yang memisahkan kami. Dan aku tidak salah, tanda itu ada di sana.
Tenanglah. suara di otakku menyuruhku tenang. Selesaikanlah dengan baik. Suara lain itu berbisik lewat hatiku.
"Hubby, aku kesini untuk bicara bukan bertengkar. Bisakah kita bicara baik-baik. Setelahnya aku akan pulang tak akan mengganggu kegiatanmu."
"Bicaralah," ketusnya.
Sabarlah Ruby. "Bisakan kita duduk dan redakanlah amarahmu," pintaku.
Topaz mengikuti arahanku dan kini kami berdua saling menatap, menilai percakapan yang akan kita lontarkan.
"Kemana selama seminggu ini?" tanyaku.
"Sibuk," jawabnya datar.
"Ku tahu kau sibuk, tapi bisakah kau menghubungiku?,agar aku tak cemas akan keberadaan dirimu," permintaanku yang kedua.
Dia hanya terdiam dan seperti tidak mau tahu. Acuh tak acuh menganggapku hanyalah sebuah mainan yang telah rusak.
Dengan sedih akhirnya kuucapkan juga pertanyaan yang telah kupendam selama seminggu ini. "Kenapa kau berubah?."
"Aku seperti ini, tak ada yang berubah. Semua itu hanya perasaanmu saja," Topaz berkelit tidak ingin mengakui sikapnya.
"Tidak, kau berubah. Tak baik lagi terhadapku. Selalu meninggalkanku, pulang dengan kondisi mabuk," jelasku, "kau sendiri yang berjanji akan memperlakukan ku dengan baik kan, tapi lihatlah sekarang kau menelantarkan isterimu," lanjutku.
"Ya. Tapi kau langgar janjimu sendiri. Aku akan bersikap baik selama kau menurutiku, ingat itu!" sahutnya.
Aku terdiam sesaat mengingat apa yang telah kulakukan hingga dia berubah.
"Aku sudah bilang bahwa perkebunan dalam masalah dan paman Eldred sakit. Namun aku kembali sesuai dengan kemauanmu. Tapi kau tidak ada dan pulang dalam keadaan mabuk. Tak ingatkah," aku membela diriku atas tuduhannya yang tidak berdasar.
"Tapi kau menjebakku, dengan memanfaakkan kondisiku yang mabuk, iya kan. Ternyata kau tak sepolos yang kukira." Senyuman mengejek tergambar di wajah tampannya.
Aku tak mengerti ucapannya. "Maksudnya?."
"Kau mengajakku untuk tidur denganmu kan!," tuduhnya.
Aku terkesip dengan kata-kata yang terlontar darinya. Mana ada seorang isteri yang menjebak suaminya untuk tidur dengannya. Pemikiran gila apa yang kini ada di otaknya.
"Kau mengakui bahwa kau menjebakku. Aku memang berjanji akan menikahimu, membiayai perkebunanmu, tapi tidak dengan hubungan intim. Aku hanya ingin kau berada di sampingku. Hanya itu,tapi lihatlah kau sendiri yang merusak hubungan kita," ejeknya.
Oh, jadi inilah alasannya dia selalu berhenti di tengah jalan di saat kita sedang memadu kasih. Hanya membutuhkan namaku bukan diriku. ucap batinku.
Air mataku meleleh mendengar perkataannya. Tak punya hati dan kejam. Pikirku.
"Jangan menggunakan air matamu untuk membujukku. Itu tak akan mempan. Percayalah," hinanya yang semakin menjadi.
Topaz sudah membuka topengnya untukku. Topeng yang dulu dia kenakan selama ini adalah palsu. Hanya untuk membuatku patuh dan menemaninya dalam diam. Menjadikanku bonekanya.
Aku menghapus air mataku berusaha menenangkan pikiranku yang kini kacau.
"Ceraikan aku kalau begitu. Aku akan melunasi hutangku. Dan mengambil hakku atas perkebunan," ucapku mantap.
"Tidak akan pernah aku menceraikanmu, camkan itu!" ancamnya.
"Lantas apa maumu?." tanyaku di sela tangisanku.
"Pulanglah, kita bicarakan di rumah," suruhnya.
Topaz beranjak kembali ke mejanya, mengangkat teleponnya dan menyuruh Soka untuk mengantarkanku pulang. Topaz memperhatikanku yang sesegukan menahan tangis.
"Tunggulah di rumah. Akan ku selesaikan pekerjaanku dan menyusulmu pulang," jelasnya, "please Ruby,jangan permalukanku di kantor," sambungnya.
Kini suaranya telah melembut dan tatapan matanya kembali seperti dulu. Tak kuat ku menahan rasa sakit hatiku, hingga hanya angkukan pelan saja yang bisa kuberikan sebagai jawabannya.
Soka mengantarkanku ke griya tawang, dan aku menangis sedih atas perkataan suamiku selama perjalanan.
Hubby, harus ku kemanakan cinta ini, yang entah kapan tumbuh untukmu?.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments