Aku mulai terbangun dari lapisan mimpiku, sadar bahwa aku tak sendirian. Kepalaku bersandar pada dada pria dan lengan berotot menahannya, tanganku melingkar pada pinggangnya.
Sesuatu seperti menindih kakiku, bantal yang kugunakan pun menjadi keras dan tercium cologne yang tak asing. Wangi mint samar berhembus menggelitik pipi dan telingaku. Kurabakan tanganku otakku sedikit berpikir 'kenapa kasurnya berubah menjadi keras?'.
Walaupun mataku masih terpejam karena rasa penasaranku, tanganku meraba tanpa henti hingga sebuah suara berbisik di telingaku.
"Sayang, kau genit," bisikan suara menggoda di telingaku.
Aku menggerutkan keningku menyatukan kedua alisku mencoba mengenali suaranya. "Bangunlah sayang,"sapanya lembut.
Rasa malas masih menguasai kelopak mataku,mungkin efek obat yang kumakan masih tersisa. Aku mengerjapkan mataku mencoba membuka mataku yang masih berat.
Mataku terbuka perlahan, terkejut ketika mendapati pemandangan dada bidang berkemeja biru, ketika ku menegadahkan kepalaku mataku kian melebar melihat wajah Topaz tengah memadang lembut ke arahku.
Segera saja ku terbangun namun tangannya di pingganggu dan kakinya yang membelit kakiku menyebabkanku sulit bergerak.
"Sesaat tadi kau bergelung nyaman di pelukanku, kenapa sekarang kau ingin bangun?," pertanyaannya membangunkan semua saraf otakku.
Bodoh, apa yang kulakukan. jerit suara di otakku membangunkanku sepenuhnya dari tidur panjangku.
"Biarkan aku memelukmu sejenak," ucapnya manja yang membuatku tersipu malu.
Jangan lengah, Ruby.
"Lepaskan,"sahutku berusaha Tenang. Tapi tak bisa kupungkiri pelukannya memanjakanku yang seminggu ini kehilangan dirinya.
"Tidak akan sebelum aku mendengar jawabanmu, sayang" rayuannya makin menjadi, menyebabkan gejolak dalam diriku meningkat.
"Tidak di sini, kita akan biacara ketika sampai di rumah," sahutku.
Topaz menatapku, "aku tidak mempercayaimu." Aku terdiam mendengarnya menyindirku.
Memang benar aku belum memikirkan apapun tentang kedepannya hubunganku dengannya. Semalam saja pikiranku hanya di penuhi oleh perilakunya yang berubah memujaku saat aku mandi.
"Kau belum memikirkannya kan," dia menebak dengan tepat apa yang sedang ku lamunkan.
Aku menatap mata coklatnya yang terkena sinar matahari pagi. Betapa indahnya, tapi bukan itu yang harus ku pikirkan sekarang. "Aku tidak tahu. Bisakah kau menungguku sehari lagi, "pintaku.
Topaz hanya memperlihatkan senyuman manisnya yang jarang terukir di wajahnya, "kau mencintaiku?," tanyanya spontan.
Seketika ku tundukkan wajahku tak berani melihatnya, karena dia akan langsung mengetahui jawaban tanpa aku harus mengatakannya. Buku jemarinya yang panjang berada di daguku mengangkatnya perlahan hingga aku kembali menatapnya.
"Sayang, berapa kali harus kuakui kalau aku salah. Aku minta maaf. Pekerjaan membuatku stress, tolong mengertilah, yah"ucapnya lembut.
kuperhatikan setiap ekspresinya ketika dia berkata. Apakah topengnya terpasang atau aku memang bodoh tak bisa mengenali suamiku sendiri. Siapa dirimu sebenarnya?. Aktorkah yang berperan sebagai suamiku atau suamiku yang sesungguhnya?.
Jangan tergoda ucapannya Ruby, peringatan kedua dari hatiku.
Aku berusaha melepaskan diri darinya namun tangan di pinggulku semakin menarik tubuhku mendekat kepadanya.
"Jangan" kataku lemah.
Namun terlambat bibir sensualnya menyapu bibirku secepat kilat. Susah menolaknya, semakin menolak dia semakin agresif, memercikan api di pagi hari.
Disentuhnya bibirku yang merekah akibat ciumannya yang tak kenal ampun."Sayang, aku tahu kau mencintaiku, jadi maafkan aku kali ini," ucapnya memohon dengan suara merdu.
Ya, aku mencintaimu. Ungkap hatiku. Sayangnya kalimat ini takkan aku utarakan.
"Lalu apakah kau mencintaiku?," keberanianku timbul entah dari mana bisa dengan spontan menanyakan ini padanya.
Hanya suara napas dan detak jantung kami saja yang bergerak di ruangan itu. Waktu telah menghentikannya sebelum menjawab pertanyaanku, "ya, makanya aku meminta maaf padamu. Kau hanya salah paham padaku."
Mataku meneliti setiap kata yang di ucapkannya,"benarkah!."
"Ruby..."
"Berikan aku waktu berpikir sehari lagi,"sahutku memotong ucapannya.
"Tidak,waktumu susah habis,"ada ketegangan salam ucpannya.
"Kau seminggu menghindariku, aku hanya minta sehari saja," ku memohon dengan sedikit merengek.
Hembusan napas kasar keluar dari mulutnya. Aku mulai mengetahui suamiku tak suka kalau perintahnya di langgar apalagi ada yang tawar-menawar dengannya.
"Sayang, please. Aku sudah memberikanmu waktu kemarin, dan sekarang suka tidak suka kau harus pulang .. "
Aku kembali menyelanya, "aku akan pulang, tapi biarkan aku memikirkan kembali jawabannya. Aku memaafkanmu tapi aku juga memikirkan ulang bagaimana kehidupan kita kedepannya."
Akhirnya topaz melepaskanku dan bersandar. Aku pun bangkit dan membenarkan gaun tidurku yang sebagian terbuka dengan mengikat kencang jubahnya.
"Apa keinginanmu?," tanyanya menyerah. Aku tak menyukai nada bicaranya saat ini terkesan seperti sedang melakukan bisnis, padahal aku adalah isterinya bukan relasinya.
Cintamu, dirimu dan waktumu. Jawab hatiku yang tidak akan ku ungkapkan yang akan menyebabkan dirimu semakin arogan terhadapku.
"Aku belum tahu. Biarkan aku berpikir dahulu."
"Oke,tapi kau harus pulang bersamaku."
Aku coba mengulur seberapa besar kesabarannya terhadap diriku. "Tidak sekarang,"jawabku.
"Maksudmu?," nadanya mulai meninggi.
"Aku akan pulang hari ini. Bukan sekarang," jawabku menenangkannya.
"Jangan membantahku lagi,"kini kemarahan menguasainya.
Aku menatap tajam dirinya mengeluarkan segala keberanianku agar dia tidak bisa memanipulasiku lagi. Sudah cukup aku mengikuti kemauannya.
"Aku tidak membantah hanya meminta sedikit kebaikanmu. hanya itu,"jawabku lemah lembut.
Senyuman sinis tergambar di wajahnya. "so, apa balasannya untukku," rayunya,"kalau meminta dariku, maka kau harus memberikan sesuatu padaku,"matanya berkilat jahil.
Dasar pebisnis tak mau rugi padahal aku isterimu. Oceh batinku.
Belum pernah aku mendapatinya bertingkah seperti ini, aku melongo menyaksikannya. "Tak menawarkan apapun, kecuali sebagai isteri,"aku mencoba mengikuti permainannya.
"Hal apakah itu?kalau sebagai isteri?,"godanya semakin memicu denyut nadiku yang meningkat dalam persekian detik.
"Kau pikirkan sendiri jawabannya." Tantangku, tanggannya kini bermain di tali jubahku.
"Aku takut tidak sesuai ekspektassiku," suaranya kian lirih ditambah tubuhnya semakin memperpendek jarak antara kami.
"Berarti jangan terlalu berharap banyak kalau begitu,"sindirku tajam.
"Seperti apa misalnya?," berbisik di telingaku dengan suara parau. Dia sudah mendekatkan wajahnya mencium pipiku. Menggodaku.
Larilah, sebelum dia memangsamu. Teriak suara yang mulai tak kuhiraukan.
Kini dia telah berhadapan denganku satu gerakan darinya bisa mengunci diriku yang kini menyandar ke kepala tempat tidur.
"Tapi aku ingin berharap lebih, sayang," sambungnya dengan nada suara yang membuat tubuhku meremang.
Aku tahu akan kalah melawannya jadi kudorong tubuhnya, bergerak cepat turun dari ranjang melarikan diri ke kamar mandi dan mengunci diri di dalam.
"Jangan mandi terlalu lama sayang. Mama akan memarahiku karena sarapan menjadi dingin." Teriaknya sembari diikuti kekehan tawa keluar dari kamarku.
Ruby, jangan melawan kalau pesonanya selalu mengalahkanmu.
Esmerald dan Topaz menanti di taman menikmati sarapan mereka, ketika melihatku keluar esmerald tersenyum ke arahku.
"Kemarilah Ruby sayang," panggilnya. Aku berjalan perlahan menghampiri mereka.
Esmerald menyiapkan sandwich untukku dan secangkir kopi yang masih mengebul. Seperti biasa Topaz hanya minum kopi hitamnya.
"Bagaimana tidurmu?" tanya Esmerald mengawali pembicaraan.
"Nyenyak ma." jawabku dengan menyuapkan roti.
"Pastilah, kan aku yang menemani sampai dibangunin susah malah minta di.." Aku menendang kaki sebelum Topaz berhasil menyelesaikan omongannya. Rintih kesakitan terlontar dan mendelik kesal ke arahku.
Esmerald mengerti mendengar jawaban yang diberikan sang putra walaupun tak di selesaikannya. Esmerald melihat gelagat kami berdua dan berpikir mungkin sudah baikan. Kebahagiaan tergambar di wajahnya.
"Sebaiknya kalian berbulan madu kembali," usulnya.
"Ide bagus ma," Topaz menjawab dengan cepat, aku mendelik ke arahnya.
"Sayang, orang gak harus bulan madu sekali kan. Kita bisa melakukannya setiap minggu atau setipa hari," ungkapnya.
Sekalian saja aku menyindirnya, "sebaiknya selesaikan pekerjaanmu sebelum mengajakku."
"Mengajak kenama?"sahut suara di belakang kami.
Secara bersamaan kami menoleh kebelakang dimana sesosok wanita berdiri. Cetrine dengan gaya casual, kamisol yang dipadukan kemeja longgar dan jeans ketat yang membungkus kaki jenjangnya. Berjalan bak seorang model di peragaan busana ke arah kami.
Suasana menjadi sunyi dengan kedatangannya,"kehadiranku mengganggu kalian ya," tanyanya sedikit bersedih.
"Ah gak!"jawabku cepat. Topaz hanya terdiam tak berkomentar ataupun meliriknya lagi.
"Kami hanya sedang sarapan saja,"imbuh Esmerald memperkuat jawabanku.
"Serunya punya keluarga bahagia, jadi iri,"kedipan matanya di tujukan ke topaz yang kini duduk berhadapan. entah mengapa sikapnya itu membuat darahku meninggkat dari suhu normal.
Ada apa dengannya?. Suara kecil berbisik dari relung hatiku. Mengirimkan sinyal waspada akan tingkahnya.
"Kopi?,"tawar Esmerald.
"Makasih tan," jawabannya terlalu manis di buat-buat. Esmerald menuangkan kopi dan memberikan kepadanya.
"Sekalo lagi aku meminta maaf telah mengganggu acara pagi kalian." ucapnya setelah menyesap kopinya. "Aku ada perlu dengan Topaz urusan bisnis dan denganmu Ruby," sambungnya.
"Denganku?," aku kaget mendengar wanita ini ada perlu denganku.
Dia mencari dalam tasnya dan memberikan amplop berwarna emas. Aku menerima dan membacanya. Ternyata sebuah undangan pesta ulang tahun yang akan diadakan dalam waktu dekat.
"Ulang tahunku. Aku ingin sahabatku dan isterinya menghadirinya dan tentu saja tante," ucapnya riang. Kulihat Topaz tak ada reaksi hanya memainkan ponselnya.
"Makasih, aku tersanjung kau sampai mengantarkannya sendiri," ucapku.
"Tak apa karena aku juga ada bisnis dengan Topaz,"liriknya ke arah Topaz.
"Ini hari liburku. Bicaralah dengan Soka,"jawaban lugas topaz.
"Tidak bisa. harus kau yang menangani.Ini darurat,"sahutnya.
Topaz meletakkan ponselnya kasar. "Aku sedang merayu isteriku jadi aku tak akan beranjak kemana pun hari ini. Kalau kau mau, bisa hubungi Soka,aku yakin dia bisa menanganinya,"jawabnya ketus.
Esmerald tertawa mendengar jawaban putranya."Cet, sebaiknya bisnis di tunda esok hari,"saran Esmerlad yang terkesan menyindir.
Aku memegang tangan Topaz, berpikiran tak ingin bisnisnya berantakan karena aku,"sebaiknya kau pergi,"bisikku.
Topaz mendelik kesal ke arahku dan menarik lenganku membawaku menjauh dari Esmerald dan Cetrine.
Esmerald puas melihat reaksi Certrine yang mengepalkan tangan menahan amarahnya. kukunya sampai mengepal hampir melukai telapak tangannya.
"Cet,lebih baik kau kembali esok untuk urusan bisnis sepertinya Topaz tak ingin di ganggu," saran Esmerald.
"Aku akan menunggu tante,"sahutnya dengan nada marah yang tak bisa di sembunyikan.
Topaz membawaku ke ruang kerja ayahnya, atau lebih tepat dibilang perpustakaan mini.
"Sayang apa maksudmu?."
"Apa?,"jawabku tenang
"Kau menyuruh suamimu bekerja katanya kau ingin bersamaku,"ungkapnya.
"Aku tak ingin reputasimu jelek hanya karena menemaniku. Bukankah dia klien terbesarmu, danada hal penting kan. Pergilah," jelasku.
Topaz tertawa,"sayang kau luar biasa tak bisa dipahami sama sekali."
"Bagian mananya?,"godaku.
"Bagian keras kepalamu dan kepolosanmu," jawabnya. "Kau yakin membiarkanku pergi bersamanya?."
"Kau akan bekerja kan?!."
"Hanya itu alasanmu membiarkanku pergi?."
"Ya."Aku menangaggukkan kepala untuk lebih meyakinkannya.
Kedua tangannya terentang, aku bingung dengan maksudnya."Come on, kemarilah. Peluklah hubbymu ini yang akan pergi bekerja."
Mukamu bak kepiting rebus yang baru diangkat, merah, beruap dan panas menyaksikan dirinya yang berbuat semanis ini. Tanpa ragu aku menghempaskan tubuhku ke pelukannya yang hangat dan posesif.
"Kau pulanglah dengan Soka, aku akan pulang begitu urusanya selesai, mengerti!" ucapnya yang aku sepakati denngan mengangguk.
Kami kembali dengan bergandengan tangan dan tersenyum manis satu sama lain. Melihat hal ini, Esmerald tersenyum gembira namun bayangan awan kelam di wajah Cetrine mengirimkan sinyal kejengkelannya terutama padaku.
"Karena isteriku telah mengijinkan, aku akan pergi denganmu," kata Topaz membanggakanku.
"Oh! makasih Ruby,"sahut cetrine senang dengan keputusan yang telah diambil.
Aku mengantar Cetrine dan Topaz pergi. Seperti biasa sebelum pergi Topaz tanpa malu menciumku mesra di depan mama dan Cetrine. Aku melambaikan tangan ketika mobil yang dilajukan Cetrine menghilang dari halaman rumah Esmerald.
"Seharusnya jangan biarkan Topaz pergi bersamanya," Celetuk mama, ada nada kesal di sana.
"Memangnya kenapa ma?," sahutku penasaran. Esmerald tak mengatakan apa-apa lagi hanya tersenyum dan masuk kedalam.
Aku memberikanmu kesempatan kedua, memaafkanmu, karena aku mempunyai seribu alasan untuk mencintaimu, Hubby.
Semoga saja keputusanku tidak salah. Bisik suara di hatiku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
ᏦᎯᎿᏃᎬ
siap...
2023-10-24
1
Anop Anop
lanjutkan tor
2023-10-24
2