Topaz heran dengan arah yang dilalui oleh Cetrine, mobil sport terbaru berwarna merah itu melaju bukan ke arah kantornya. "Mau ke mana kita?," nada bingung bercampur amarah diucapkan Topaz.
Cetrine mengalihkan pandangannya dari jalan untuk melirik Topaz sekilas yang duduk di bangku penumpang, "tentu saja berkencan," jawabnya riang.
Amarah Topaz tersulut tak suka dengan lelucon yang di lontarkan Cetrine. "Hentikan mobilnya. Ini bukan kesepakatan kita."
Cetrine kaget dengan ledakan emosi yang diperlihatkan Topaz tidak seperti biasanya, sekali lagi dia melirik ke arahnya.
"Oh yah, sejak kapan kau menjadi seorang penurut," ejeknya.
"Bukan urusanmu," nada amarah semakin tercermin dari setiap penekanan kata yang di ucapKan Topaz.
"Rileks honey, temani aku makan dulu baru kita bicarakan bisnis."
Wajah Topaz memperlihatkan ketidaksukaannya akan sikap Cetrine yang telah menipunya. "Aku tidak sarapan," tandasnya.
Senyum nakal mewarnai wajah cantiknya. "Aku tahu honey, aku mengenalmu lebih lama daripada si mungil itu," sahutnya "papa memanggilmu." sambungnya melirik ke arahnya dengan mengedipkan sebelah mata.
"Untuk apa?," Topaz bertanya keheranan. Setahunya semua urusan binis dengan August Peridot telah terselesaikan. Begitupun kontrak terbarunya. "Jangan menipuku," ancamnya.
"Mana berani honey," jawab Cetrine.
Topaz mencoba mengingat jadwal kerjanya terutama yang berhubungan dengan August, papa Cetrine. "Urusan apa?." Rasa penasaran membuat nada bicaranya berubah kasar.
"Mungkin pembicaraan perjodohan," goda Cetrine. Mendengarnya Topaz segera mendelik, raut mukanya kini tak bersahabat.
"Hentikan omong kosongmu, dan hentikan mobilnya sekarang." Hardiknya dengan suara lantang.
Cetrine hanya tertawa menanggapi kejengkelan topaz. Dengan santainya, dia mengarahkan mobilnya menuju istana keluarga Peridot.
August Peridot tengah asik menikmati cuaca pagi dengan berenang ketika Cetrine dan Topaz datang.
"Papa, aku sudah membawanya," teriak Cetrine. August bingung maksud dari kata-kata putrinya itu.
"Papa kan ingin menawarkan harga baru untuk Wine Zephyr, masa lupa," sahut sang putri mengingatkan.
Papanya semakin bingung, tapi kesabaran sang putri sudah habis. "Argh! naiklah dahulu, kita akan bicara," rengeknya.
August menuruti permintaan sang putri, mengambil handuk, berjalan ke arah rumah, ketika melewati Topaz, dia hanya menepuk bahunya. Memahami situasi yang di maksud putri kesayangannya itu.
"Duduklah," Cetrine mempersilahkan tamunya duduk di sebuah kursi kayu. "Kau mau kopi?," imbuhnya ramah.
Dengan dingin Topaz menjawab, "aku baru saja meminumnya."
"Haruskah kau sedingin itu padaku, setelah kita melakukan malam panas kemarin. Tak ingatkah kau yang begitu memuja dan menginginkanku. Atau kau mau kita melakukannya lagi?," rayu Cetrine terang-terangan tanpa rasa malu.
"Kau gila." bentak Topaz. Cetrine tertawa senang atas perilaku kasarnya. "Kau menyukainya kan?," ucap Cetrine. Tanganya mulai meraih lengannya, dengan cepat Topaz menghempaskannya.
"Akuilah kalau kau tertarik. Perasaanmu masih sama.. "
Topaz menyela galak, "tidak. Jangan samakan dulu dengan sekarang. Waktu berjalan dan mengubah orang. Kau tak tahu akan hal itu?."
"Pembohong." Senyum nakal terlukis di wajah Cetrine.
Topaz tidak tertarik atas godaan Cetrine. "Kapan kita akan membicarakan bisnis?."
"Segera." jawab Cetrine kesal. "Wah, si mungil itu rupanya telah memperdayamu." Cetrine memancing kembali emosi Topaz. Mencoba membaca perasaan Topaz.
"Berhenti menyebutnya seperti itu. Dia punya nama, Nyonya Zephyr," gerutu Topaz.
Tawa Cetrine pecah nyaris histeris dengan ucapan Topaz. "Jangan menyuruhku sopan terhadapnya, dia hanya gadis kampung. Aku tak patut hormat padanya, tidak sebanding dengan nama besar Peridot," Bentak Cetrine angkuh.
Amarahnya yang sudah ditahannya kini menguar tak tertahankan. Topaz hanya terdiam mendengar semua hinaan yang ditujukan kepada istrinya itu. "Kenapa tak kau sangkal?!," sambungnya.
"Untuk apa. Membuatmu tambah marah." Topaz berkata dingin.
"Kau berubah honey, kemana dirimu yang dulu selalu memanjakanku," balasnya sedih.
"Sudah sewajarnya," Topaz berkata datar.
"Tidak," sangkal Cetrine, "ku yakin dalam hatimu masih sama, yaitu memujaku dan menginginkanku," sambungnya.
"Simpan ocehanmu beserta mimpimu yang tak akan pernah kesampaian."
"Kenapa?," tantang Cetrine, "takut ketahuan si mungil." sambungnya sembari terkekeh.
Kemarahan Topaz sudah tak bisa di redamnya lagi, dengan kasar Topaz berdiri hingga kursi yang dia duduki terjungkal ke belakang. "Jangan merendahkannya atau aku.. " ucapan Topaz segera di potong Cetrine dengan teriakan.
"Atau kau akan apa," tantang Cetrine yang kini keduanya berdiri berhadapan.
"Aku tak suka kau pamer kemesraan di depanku. Sementara di lain hari kau memujaku. Kau hanya milikku ingat itu!," jerit ancaman Cetrine bergema memekakkan telinga.
Topaz menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. "Aku bukan milik siapapun. Jangan mengklaim diriku."
"Oh yah. Jadi si mungil itu pun belum memilikimu," senyum manis merekah di wajah cantiknya.
Tak tahan dengan cemoohan bertubi-tubi yang di lontarkan Cetrine, Topaz memutuskan untuk pergi mencari August. Tubuh Cetrine menghadang langkah Topaz. Sedetik gerakannya telah mengalungkan kedua lengan di tengkuk Topaz.
"Kau takut tergoda dengan diriku kan, makanya menghindariku. Ya kan honey," ucapan lirih di telinga Topaz, bagai bisikan menggoda yang memabukkan.
Melihat reaksi Topaz yang mematung, Cetrine tergerak untuk mencicipi bibir sensual yang tadi membuat iri dirinya.
Cetrine menjinjitkan kakinya, memiringkan wajahnya, menatap penuh hasrat akan bibir sensual Topaz yang menggoda. Mata Topaz menatap lurus matanya, yang Cetrine pikir masih ada rasa untuknya. Semakin dekatlah bibirnya hanya butuh satu dorongan.
Ahem... Deham suara di belakang membuyarkan suasana intim yang telah tercipta. Begitu kasarnya Topaz melepaskan lengan Cetrine yang dikalungkan di tengkuknya.
"Selesaikanlah bisnis kita secepatnya agar aku bisa meninggalkan tempat ini." Ucap Topaz berjalan ke arah August.
"Kau janji makan siang denganku," ucap Cetrine yang kini berdiri di belakang 2 pria.
Mata papa kembali mendelik pada putrinya, "Cukup cantik. Biarkan papa berbicara dengan Topaz," perintah August.
Cetrine mengikuti dari belakang, August memutar badannya, "kami berdua. Kau tak termasuk, cantik!" mempertegas perintah yang tadi telah diberikan pada putrinya.
Cetrine merajuk menunjukkan wajah cemberutnya.
August membawa topaz ke kantor kecil bergaya klasik, meja mahoni besar. Sofa nyaman serta rak buku sederhana dengan buku ekonomi dan bisnis berjajar rapih di rak. Kulkas mini diletakan di sudut beserta mesin kopi otomatis dan beberapa cangkir.
"Apa yang ingin kau bicarakan?," sahut Topaz ketus tanpa basa-basi.
August mempersilahkan Topaz untuk duduk, sekaleng minuman soda di letakan di depannya. "Minumlah dulu, baru kita bicara." Suara August yang bijaksana sedikit menenangkannya.
Topaz mengambil minumannya, dan menegaknya bukan karena haus tapi meredakan emosinya. "Apa yang ingin di bicarakan?," Topaz mengulang pertanyaannya.
"Tak ada. Cetrine membohongimu. Aku tidak punya keluhan, selama pengiriman Wine ke klub berjalan lancar."
Geram. Amarah Topaz kian meningkat. Wanita gila, kau Cetrine. Berani membodohiku.
"Topaz, kau ku anggap sebagai putraku, pahamilah putriku yang shock atas pernikahanmu. Kau menikah tanpa memberitahukannya. Dan terjadi saat dia berlibur ke luarnegeri. Papa tidak mencampuri urusan kalian tapi alangkah baiknya, selesaikanlah urusanmu dengannya," saran August bijak. Topaz tak menjawab hanya menyimak setiap perkataannya.
"Kau tahu bagaimana sifatnya jadi hindarilah sebelum permasalahan terjadi. Karena bagaimanapun papa tetap berpihak padanya apabila sesuatu terjadi," peringatan August.
"Urusan kami telah selesai. Seharusnya andalah yang memberinya nasehat agar tak datang mencariku lagi," balas Topaz.
August tertawa mendengar jawaban tegas darinya. "Sudah. Kau tahu kan bagaimana sifatnya. Kita tak berdaya menghadapinya, benarkan!."
August menyalakan cerutunya dan menghisapnya kemudian kembali memberikan perintahnya. "Sebisa mungkin jauhi putriku. bertemulah hanya untuk bisnis. Mengerti!"
"Sebaiknya anda yang menyampaikan itu pada Cetrine."
"Sudah di lakukan dan kau tahu kan tak bisa mengekangnya," ucap August.
Suasana hati Topaz di buat jengkel. Tingkat kemarahannya hampir meledak kalau tidak memikirkan bahwa dia adalah klien terbesar perusahaannya. Sudah dihajarnya dengan tinjunya yang telah terkepal sedari tadi.
"Masih adakah yang dibicarakan," Topaz tegas bertanya karena ingin mengakhiri pertemuan ini.
August mengamati Topaz yang kesabarannya telah habis. August hanya melambaikan tangannya menyuruhnya pergi. Tak butuh waktu lama Topaz segera menghilang dari hadapannya.
Cetrine mendobrak masuk dengan kasar mengusik ketenangan berpikir August.
"Papa biarkan dia pergi begitu saja. Tanpa menawarinya makan siang dan mengantarnya pulang," teriak Cetrine murka.
"Ya, lebih baik kau cari pria lain. Ingat kau yang pertama melepaskannya."
"Aku tidak melepaskannya. Tidak akan pernah. Topaz hanya milikku." Akuinya.
"Cet, cantik. Banyak pria tampan mengantri untukmu, lupakan dia." Nasihat August.
"Tidak! selain bukan Topaz, tidak." Jeritnya meninggalkan papanya yang terdiam membisu.
"Dia sama sepertimu sayang, seharusnya kau masih hidup untuk menyaksikan kekeraskepalan putrimu." ucapnya sedih mengingat mendiang istrinya.
...****************...
Setelah aku memaafkannya, sikap Topaz berubah 180°. Kasih sayang serta keromantisannya kini tercurah hanya untukku. Tak pernah lagi pulang malam dan mabuk. Aku sampai di buat heran olehnya. Berharap sosoknya yang seperti ini adalah yang sesungguhnya.
Hari yang kulalui lebih bermakna dengan kehadirannya yang selalu berada di sampingku. Tak kupungkiri pesona, sikap dan rayuannya meluluhkan pertahananku tanpa bersisa. Berharap suatu saat nanti dia akan membalas cintaku.
Namun itu hanyalah keinginanku ketika ku pegang undangan bertuliskan ulang tahun Cetrine. Jauh di lubuk hatiku, aku tak ingin berurusan dengannya lagi, setelah hinaannya di antara para tamu waktu itu, menyebabkan trauma untukku.
Esmerald mengabari sakit dan tidak bisa hadir. Rasa gugup merayapiku ketika Topaz menyuruh Soka mengantarku ke salon langganannya. Semua telah di persiapkan untukku di sana.
"Nyonya Zephyr, selamat datang. Eiyke senang nyonya kembali ke sini. Langganan eiyke bisa naik ini," sambutnya dengan ramah.
"Makasih," balasku.
Dengan cekatan dia merias wajahku, "kasih bocoran eiyke dong, mau ke mana?," ucapnya namun tangannya tetap sibuk memulaskan eyes shadow.
"Cetrine ulang tahun," ucapku polos.
"aw serius yeiy. Eiyke gak menyangka yeiy mau datang."
"Memangnya kenapa?," kebingungan merayapiku atas pernyataannya.
"yeiy gak tahu gosipnya nih. Wuiih rame bener, seantero Aquamarine pasti tahu."
"Iya apa?" tanyaku gregetan.
Dia celingak-celinguk lalu mendekatkan bibirnya ketelingaku, "gosipnya suami yeiy itu .. "
"Jangan racuni pikiran istriku." ucap suara tenang dari arah belakang kami.
Kami berdua menoleh, tak di sangka sosok Topaz telah berdiri dengan gagah mengenakan setelan jas abu silver. Serasi dengan gaun malam di atas lutit dengan V neck berbelahan rendah.
"Berhenti bergosip kalau mau bisnismu lancar," ucapnya, "sudah selesai?," tanya Topaz.
"aw tuan Topaz mana berani eiyke meracuni istrimu. Eiyke baru mau ngomong eh tuan udah muncul. Ya, eiyke gak jadi ngomongnya," jelasnya.
"Sebaiknya kita pergi sebelum kau jadi suka bergosip," Topaz menggandeng tanganku meninggalkan salon.
"aw, tuan Topaz sungguh licik mempertemukan isteri dengan... " teriaknya.
Karena jarak semakin jauh jadi aku tak mendengar jelas apa yang dikatakan pemilik salon itu.
Siapa yang akan di pertemukan?. Pikirku dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments