Oh, Love?
Malam ini begitu sepi, tak terlihat satupun kendaraan yang berlalu lalang. Hanya rintik hujan deras yang terdengar bising, buru-buru terjatuh menyentuh tanah. Angin berhembus kian kencang, menerpa segala yang dilewatinya, tak terkecuali rambut Jane yang di terpa menjadi tak beraturan buru-buru dia mengikat rambut yang terurai, sesekali dia mengusap lengannya, hawa yang dingin membuatnya menggigil hebat. Sekarang pukul 00:00 a.m. dia tengah menunggu di halte bus. Akibat sibuk di perpustakaan kampus membuatnya pulang terlalu larut, dia sibuk mencari referensi untuk bahan skripsinya. Sekarang di jam ini dan cuaca yang seburuk ini rasanya tak akan ada kendaraan yang melaju.
Dia sibuk menekan layar ponselnya, sayang sekali signal malam ini juga buruk. Dia tidak bisa memberi kabar Ibunya jika malam ini dia akan pulang lebih larut akibat terjebak hujan, dia mengeluarkan payung dari dalam tasnya, membukanya dengan pelan. Dia memutuskan meninggalkan halte dan berjalan menuju rumahnya, melewati hujan deras malam ini. Dia mempercepat langkahnya, kakinya menginjak genangan air membuat roknya terciprat air.
Sepanjang melangkah tak sekalipun terlihat orang-orang juga setiap rumah tertutup dengan rapat, benar-benar sunyi. Dia menghentikan langkahnya, tepat beberapa langkah didekatnya tampak segerombolan pria yang tengah duduk di teras rumah kosong. Awalnya dia berpikir untuk meminta bantuan pada mereka, setidaknya mengantar pulang. Tapi dia mengurungkan niatnya. Seorang perempuan melintas sendiri ditengah malam, di cuaca buruk dan suasana sepi. Kondisi ini buruk untuknya, hal yang tak diinginkan bisa saja terjadi. Waspada demi keselamatan jauh lebih baik, pikirnya.
Tampaknya mereka bukan pria baik-baik, jelas mereka tengah memukuli seseorang. Jantung berdetak kencang, dia benar-benar takut. Dia membeku di balik pohon besar, dia tak berani melewati rombongan pria itu, apalagi membantu pria yang di pukuli itu. Tapi kondisi dengan cepat berbalik, pria yang awalnya tampak kalah sekarang lebih unggul. Pria itu menyerang balik dan rombongan yang awalnya menyerang buru-buru melarikan diri. Itu sedikit mencengangkan bagaimana bisa dia seorang diri mampu membalikan situasi.
Langit tiba-tiba terang, hujan berhenti turun. Dia ingin cepat-cepat menjauh dari tempat itu namun pria yang unggul itu masih di sana berdiri dengan mengusap bibirnya yang mengeluarkan darah kemudian dia menggunakan maskernya dan menutup dirinya dengan tudung jaketnya. Jane bergidik takut, semakin menempel pada pohon berharap dirinya tak akan di temukan.
"Sampai kapan kau bersembunyi?"
Ucap pria itu mengejutkannya, juga membuat jantungnya kian berdegup kencang. Dia mematung, berharap orang yang dimaksud bukan dirinya.
"Kau tak pandai bersembunyi. Jika kau tak keluar aku yang akan menghampiri dan menghajar mu langsung" ancamnya.
Jane sedikitpun tak berani bergerak. Apa yang akan dilakukan pria itu jika dia muncul? Dia tak bisa membayangkan. Pikirannya menjadi kalut, harusnya dia membawa senjata tajam untuk melindungi dirinya.
"Aku tak suka mengulang" Pria itu menarik lengan Jane membuat payung di pegangannya terjatuh. Jane membelalak, dia tak menyadari jika pria itu sudah didekatnya.
Jane terpojok, dia mendongak menatap pria yang lebih tinggi darinya yang juga memberi tatapan tajam serasa siap menerkam. Cengkeramannya begitu kuat pada lengannya.
"anu!!" lirihnya takut, dia berniat mengatakan sesuatu tapi sekalipun kalimat pembelaan tidak keluar "itu-"
"Seorang wanita?" ucap pria itu heran, rasanya dia tak berpikir bahwa orang yang bersembunyi seorang wanita apalagi dimalam larut.
"Siapa yang menyuruhmu?" tanyanya, tangan kirinya siap mencekik leher Jane.
Jane berusaha tampak tenang, lalu memberanikan diri dia berkata "Saya bukan bagian dari orang-orang yang ingin menyerang Anda. Saya hanya pejalan kaki yang kebetulan tak sengaja terjebak di situasi tak terduga ini" bicaranya terdengar hati-hati.
Pria itu mengamatinya dengan seksama, setelah memastikan bahwa wanita itu tak berbahaya dia tampak mengurangi kewaspadaannya, itu terlihat dari cengkeramnya yang melonggar juga tatapannya yang tak setajam sebelumnya.
"Kau akan kemana?" tanyanya.
Jane merasa lega setelah melihat pria itu tenang dan tak menganggap dirinya musuh, tampaknya pria itu tak akan menyakitinya. Perawakan pria itu agak menyeramkan dengan tubuh besar, kekar, dan tingginya. Wajahnya tak tampak jelas karena tertutup dengan masker, dia juga menggunakan topi dengan di double tudung jaketnya. Kemudian dia menjawab " Tentu saja pulang ke rumah".
"Bawa aku Bersama mu"
"huh?" rasanya Jane salah dengar.
"Jangan menatapku seperti itu. Kau hanya perlu kembali berjalan menuju rumahmu" perintahnya yang memaksa.
Dia tampak bingung terlebih dia baru bertemu dengan pria didepannya, bagaimana bisa dia membawanya pulang bersama? apa lagi dia seorang pria "kenapa ke rumahku?"
Pria itu tiba-tiba saja limbung terjatuh tepat di pundaknya. Seketika Jane menjadi panik "Hey?! Jangan Mati. Aku tak mau terkena masalah-" dia berucap sembari mematung kebingungan.
"Aku masih hidup. Jadi bawa Aku bersama mu" Suaranya terdengar berbisik, tampaknya pria itu kelelahan.
Awalnya Jane berpikir lebih baik meninggalkan pria menakutkan itu, namun ketika dia menatap mata pria itu seketika dia menjadi iba. Dia mengurungkan niatnya meninggalkan pria itu, bagaimanapun juga dia masih memiliki sedikit sisi kemanusiaan.
"Kamu bisa berjalan?!" tanyanya.
"Ku rasa sulit. Jadi papah aku sampai ke rumah mu" suruhnya.
"Tidak. Aku seorang wanita yang lebih kecil darimu. Tinggi 160 dan kau tampak lebih besar dariku" Tolak Jane.
"Kau tau aku terluka mungkin saja akan mati dan kau orang pertama yang mungkin dicurigai-" Sial memang, Jane berusaha menahan diri untuk tak marah atau mengomel panjang, di kondisi seperti ini pria itu masih sempat mengancamnya. Pria yang tak sopan, sesuka hati menyuruh-nyuruh bak seorang raja. Setelah mempertimbangkan banyak hal. Jane memutuskan membawanya bersama, sebenarnya dia tak enak hati meninggalkan nya. Setelahnya, dia terus berjalan dengan memapah pria itu menuju rumahnya. Menjadi orang yang tak enakan adalah masalah besar.
"Berat sekali!!" Gumamnya.
Pria itu menatap Jane yang memapah nya. Sejenak kemudian dia memecah keheningan "Siapa namamu?!"
Jane menoleh pelan, setelah nya kembali memandang lurus jalan, dia menjawab "Jane Austyn"
Keterkejutan nya terlihat dari tatapannya. Kemudian dia tak menanyakan apapun lagi. Sekarang giliran Jane yang penasaran akan pria itu.
"Jadi bagaimana denganmu? Mm, maksudku namamu?" tanyanya sedikit ragu.
Hembusan napas pria itu begitu terasa dekat di telinganya "Panggil aku Ed"
"Ah, Ed? ya ku pikir itu nama yang bagus" lanjut Jane canggung.
Lalu tampak alis pria itu terangkat, rasanya dari balik masker itu dia menyeringai "kau tau terlalu baik dan mudah percaya, bisa membuat masalah yang sulit diatasi"
Jane tau maksud kalimat itu, dia mempertanyakan dirinya yang mudah mempercayai pria yang baru dia temui. Tidak, sebenarnya dia tak tahu kenapa dia memilih membantu pria itu. Apa mungkin karena ketidak mampuannya untuk menolak. Jane membenahi posisi Ed dan terus berjalan, kemudian dia berucap lirih "Ya aku tau, hanya saja menjadi lebih jahat atau egois hal yang paling sulit ku lakukan"
Suasana menjadi hening. Jane kembali dengan pikirannya. Baiklah bagaimana jika dia bukan pria baik-baik? bagaimana jika dia seorang buron yang melarikan diri? "Hey, apa jaminan bahwa kau tak akan melukaiku?" Ya dia membutuhkan kepastian akan keselamatannya.
Pria itu tak menjawab, Jane menatap pria itu rupanya dia tertidur. Beruntung dia sudah sampai di rumahnya "Hoy!!" Jane sedikit memekik, berusaha membangunkannya. Namun, dia tak kunjung bangun, seperti nya dia pingsan.
Jane menarik napas panjang "Baiklah, mari kesampingkan pikiran negatif tentangnya" Jane berharap yang dia lakukan kali ini bukan kesalahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
SUKARDI HULU
Jangan lupa mampir y? like, follow, subscribe dan beri hadiah ya🫰❣️🙏
2023-09-30
0