“Aku tak pernah mendidik mu menjadi seorang bajingan!!”
"Bagaimana bisa kau setega itu-"
"Oh, sudahlah sayang dia sudah menjelaskan masalahnya. Setidaknya putra kita bertanggung jawab dan ya, itu Jane gadis manis tetangga kita dulu"
"Lantas apa dia berhak diperlakukan seperti itu, tidak!!"
"Aku tahu, tindakannya tak dibenarkan. Maka dari itu sekarang, kita harus menjadi tempat nya. Setidaknya agar dia merasa ini rumah untuknya"
"Dan kau Ed sekalipun aku tak membenarkan tindakanmu itu. Walaupun kau beralasan kau dijebak seseorang-"
Bising di luar yang cukup menganggu membuat Jane terbangun dengan kepala yang berdenyut sakit. Dia mengamati sekeliling yang tampak berbeda dari kamarnya, ah seketika dia mengingat kembali kejadian tak mengenakan hari ini dia kembali menangis dalam diam. Lalu dia terkejut, dia sudah berpakaian.
"Ah, kau sudah bangun" Seorang wanita seumuran dengan Ibunya terkejut tat kala melihatnya terbangun. Jane, ingat itu tante Weni Ibu dari Ed, buru-buru Jane mengusap air matanya.
"Tak masalah jika kau masih ingin menangis, silahkan. Jika kau ingin bercerita, memaki pria bajingan aku tak akan memarahi mu karena hal itu pantas dia terima" Tante Weni meletakan nampan berisi semangkuk bubur dan segelas air putih diatas meja kemudian dia duduk di kursi di samping kasur Jane, dia menatapnya dengan rasa bersalah.
Bibir Jane terasa kering akibat terus menangis, dia membuka bibirnya lalu berkata "Apa anda tau tante seberapa hancurnya aku? bagaimana kehidupanku kedepannya?! lalu mama orang yang ku miliki satu-satunya tak mempercayai ku lagi, lantas aku harus bagaimana? aku- harus bagaimana tante?" Jane menyeka wajahnya. Sial, air matanya masih menetes.
"Pertemuan kita setelah sekian lama sangat disayangkan, harusnya kita saling menyapa gembira, tapi karena tindakan kejinya kita bertemu seperti ini. Sungguh aku menyayangkan tindakan pria bajingan itu-" Tante Weni sibuk mencerca putranya, kemudian dia memeluk Jane lembut mengusap-usap punggungnya yang kian membuat tangis Jane pecah.
Dia melanjutkan "Jane aku tak akan pernah tahu karena aku bukan dirimu, tapi bukan berarti aku akan mengabaikan mu dan pria bajingan itu harus mempertanggung jawabkan tindakannya. Aku tahu ini amat berat untukmu terlebih harus terpaksa menerima pria yang menghancurkan mu, maaf pun tidak berguna lagi karena semuanya telah hancur. Maka, aku berharap kau bersedia menerima pengampunan dari kami setidaknya menikahlah dengan-nya"
Jane terkejut tante Weni yang dia pikir akan memarahinya dan melindungi putranya malah berbalik melindunginya dan sekalipun tak membenarkan tindakan putranya. Meski begitu kalimat itu tak mampu menyentuh hatinya.
Jane tersenyum miris "Tidak perlu tante, perkataanku sama sekali tak meminta untuk dinikahkan. Keterpaksaan akan menyiksa. Pernikahan tanpa ada rasa cinta itu tak akan bertahan lama. Itu percuma, menjalani karena kecelakaan akan semakin menghancurkan. Perlahan akan di lekang waktu dan aku berharap tidak akan ada satupun wanita yang mengalami hal seperti ini. Terimakasih karena berbaik hati padaku, tapi aku akan menjalani hariku seperti sebelumnya meski tak kembali sama seperti dulu lagi-" Jane berusaha menahan tangisnya, bagaimanapun baginya pernikahan tanpa cinta akan lebih menyakiti kedua pihak.
"Berbicara memang mudah tapi melakukannya yang sulit. Apa kau mengira kami mengartikan kau mengemis dinikahkan? yang ada kami harusnya malu padamu atas segala tindakan putra bodoh kami" Ucap Joni, pria bertubuh tinggi dengan rambut yang mulai beruban. Dia melangkah masuk auranya terkesan bijak, dia Ayah dari Ed.
Paman Joni menyibak gorden, lalu menoleh menatap Jane lekat "Pernikahan mu tak bisa dihindarkan. Sekalipun kau ingin menolak aku tak akan mengabulkannya, terdengar memaksa memang, karena hal berharga mu telah direnggutnya"
"Tapi paman-" Jane hendak menyela namun kembali terdiam saat tatapan tajam diberikan paman Joni padanya.
Paman joni berusaha mengendalikan diri, sejujurnya dia masih marah dengan putra bodohnya yang membuat seorang wanita berada dititik semangat mengejar impian terpuruk seperti ini. Lalu paman Joni berkata "Karena disini kau lah dirugikan sebagai wanita! " Ucapnya terdengar tegas dan menakutkan, setelah mengucapkan kalimat itu dia kembali keluar.
Paman Joni sekalipun tak berubah dulu ataupun sekarang. perawakannya menakutkan, sikap tegasnya, dan wibawanya itu. Tante Weni juga sama, dia lembut, ramah, selalu membela yang memang benar, tapi terkadang dia tegas dan juga bisa marah.
Tante Weni menyentuh lembut tangan Jane "Jangan ambil hati, dia tak memarahi mu. Itu tindakan yang memang harus karena disini kau yang dirugikan sayang-"
Jane terdiam, kemudian tante Weni meminta agar Jane segera makan dan beristirahat lagi. Jane menurutinya, matannya terlihat begitu sayup, rasanya tak memiliki gairah hidup lagi.
Setelahnya tante Weni membiarkan Jane beristirahat. Jane menoleh menatap keluar jendela, seperti nya dia berada di kamar lantai dua, barulah dia menyadari bahwa dia berada jauh dari kediamannya. Namun, masih berada di kota yang sama.
Sekalipun orang-orang disini tampak ramah, itu tak berarti apa-apa dari hal-hal yang terenggut. Rasa benci dan jijik akan diri masih menyelimutinya. Lalu studinya, impian, harapan masa depan, lenyap seketika. Apakah dia bisa menerima kenyataan seperti ini semudah itu? Tidak, itu tidak akan bisa. Rasanya teramat sulit terlebih harus seatap dengan-nya.
Jane selalu bermimpi menikah dengan pria impiannya. Setelah study nya nanti dia memutuskan mencari cintanya, lalu menikah dengan pria yang sevisi, misi dengannya memiliki selera humor yang sama dan seseorang yang mampu menghempas kesepiannya. Sebagai anak tunggal, Ayah yang telah lama tiada, lalu ibu yang selalu sibuk. Kesepian selalu dia nikmati walau terkadang frustasi. Tak pernah sedikitpun terbesit pikiran liar, dia hanya ingin hidup damai kemudian menemukan belahan jiwanya dengan cara terhormat, menikah penuh nikmat dan diberi doa-doa oleh orang-orang. Manusia hanya berencana walau sekarang rencana itu hanya menjadi lapu-kan tinta dalam kertas tak berguna.
"Papa pasti malu melihatku dari atas. Aku begitu hina papa-" gumamnya. Jane mengusap wajahnya "Arghh-" dia berteriak dalam benak. Kemarahan yang tak berguna, dan ketakutan yang kian menyeruak. Dia kembali bergetar, rasanya hidupnya tak penting lagi.
Jane bangkit dari kursinya, sibuk mencari sesuatu di laci, dia tampak frustasi terus menerus mengeledah laci. Bahkan, benda-benda kaca tak ada di kamar ini, gunting, ataupun sesuatu yang tajam.
Lelah, begitu lamanya mencari tak kunjung di temukan. Dia terduduk dilantai terdiam, tatapannya kosong.
"Bisakah kau bangun, disini dingin" Ed mengulurkan tangannya. Jane bahkan tak sadar sejak kapan Ed ada disebelahnya.
Kemudian Jane menggeleng pelan. Ed tak berkata atau memaksa, dia hanya ikut menunggu di sebelah Jane.
Cukup lama diposisi itu. Jane menoleh, di sana Ed masih duduk dilantai berada tak jauh darinya, dengan mata tertutup sembari menyender didekat tembok.
Jane memecah keheningan dengan berkata "kau tak perlu menungguku-"
Perhatian Ed tertuju padanya, lalu menjawab "Bohong, kau bahkan mencari sesuatu untuk menyakiti diri. Kau pikir aku tak tau itu-"
"Benar, memang benar. Jadi biarkan aku melakukannya"
"Sekalipun kau memohon aku tak akan membiarkanmu menyakiti diri. Bisakah kau tenang, semua hal bisa diperbaiki" Ed berusaha menenangkannya, dia juga mendekat.
Jane tersenyum kecut, dia menarik kerah baju Ed kasar dengan amarah yang begitu menggebu "lalu bisakah kau kembalikan hal yang amat berharga dalam hidupku Ed, bisakah? Jika bisa tolong kembalikan seperti semula-" teriaknya dengan tangis yang kembali pecah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments